GADIS PEMINTA-MINTA Oleh : Toto Sudarto Bachtiar Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Tengadah padaku, pada bulan merah jambu Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira dari kemayaan riang Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk bisa membagi dukaku Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil Bulan di atas itu, tak ada yang punya Dan kotaku, ah kotaku Hidupnya tak lagi punya tanda Memahami Puisi, 1995 Mursal Esten KEMERDEKAAN Oleh : Toto Sudarto Bahtiar Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara Jangalahn takut padanya Kemerdekaan ialah tanah air penyair dan pengembara Janganlah takut padaku Kemerdekaan ialaha cintaku berkepanjangan jiwa Bawalah daku kepadanya Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air ODE I Oleh : Toto Sudarto Bahtiar katanya, kalau sekarang aku harus berangkat kuberi pacarku peluk penghabisan yang berat aku besok bisa mati, kemudian diam-diam aku mengendap di balik sendat kemerdekaan dan malam malam begini beku, dimanakah tempat terindah buat hatiku yang terulur padamu megap dan megah O, tanah tanahku yang baru terjaga malam begini sepi dimanakah tempat yang terbaik buat peluru pistol di balik baju cabik 0, tanah di mana mesra terpendm rindu kemerdekaan yang mengembara kemana saja ingin aku menyanyi kecil, tahu betapa tersandarnya engkau pada pilar derita, megah napasku di gang tua menuju kubu musuh di kota sana aku tak sempat hitung langkahku bagi jarak mungkin pacarku kan berpaling dari wajahku yang terpaku pada dinding tapi jam tua, betapa pelan detiknya kudengar juga di tengah malam yang begini beku teringat betapa pernyataan sangat tebalnya coretan-coretan merah pada tembok tua betapa lemahnya jari untuk memetik bedil membesarkan hatimu yang baru terjaga Kalau serang aku harus ergi, aku hanya tahu kawan-kawanku akan terus maju tak berpaling dari kenangan pada dinding O, tanah dimana tempat yang terbaik buat hati dan hidupku Kisah, Th IV, No. 10 Oktober 1956 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air ODE II Oleh : Toto Sudarto Bahtiar dengar, hari ini ialah hari hati yang memanggil dan derap langkah yang berat maju ke satu tempat dengar, hari ini ialah hari hati yang memanggil dan kegairahan hidup yang harus jadi dekat berhenti menangis, air mata kali ini hanya buat si tua renta atau menangis sedikit saja buat sumpah yangtergores pada dinding-dinding yang sudah jadi kuning dan jiwa-jiwa yang sudah mati atau buat apa saja yang dicintai dan gagal atau buat apa saja yang sampai kepadamu waktu kau tak merenung dan menampak jalan yang masih panjang dengar, hari ini ialah hari hatiku yangmemanggil mata-mata yang berat mengandung suasana membersit tanya pada omong-omong orang lalu mengenangkan segenap janji yang dengan diri kita menyatu dengarlah, o, tanah di mana segala cinta merekamkan dirinya tempat terbaik buat dia ialah hatimu yang kian merah memagutnya kala hdia terbaring di makam senyap pangkuanmu * *kenangan buat matinya seorang pejuang Kisah Th IV, No. 10 Oktober 1956 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air TENTANG KEMERDEKAAN Oleh : Toto Sudarto Bahtiar Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara janganlah takut kepadanya Kemerdekaan ialah tanah air penyair dan pengembara janganlah takut padanya Kemerdekaan ialah cinta salih yang mesra Bawalah daku kepadanya Zaman Baru, No. 11- 12 20 - 30 Agustus 1957 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air Oyon Sofyan, Editor, 1995 IBU KOTA SENJA Oleh : Toto Sudarto Bachtiar Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi Di sungai kesayangan, o, kota kekasih Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja Mengarungi dan layung-layung membara di langit barat daya 0, kota kekasih Tekankan aku pada pusat hatimu Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu Aku seperti mimpi, bulan putih di lautan awan belia Sumber-sumber yang murni terpendam Senantiasa diselaputi bumi keabuan Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas Menunggu waktu mengangkut maut Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana Nyanyian-nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari Serta keabadian mimpi-mimpi manusia Klakson dan lonceng bunyi bergiliran Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari Antara kuli-kuli yang kembali Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan Serta anak-anak berenangan tertawa tak berdosa Di bawah bayangan samar istana kejang Layung-layung senja melambung hilang Dalam hitam malam menjulur tergesa Sumber-sumber murni menetap terpendam Senantiasa diselaputi bumi keabuan Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas 0, kota kekasih setelah senja Kota kediamanku, kota kerinduanku Memahami Puisi, 1995 Mursal Esten PAHLAWAN TAK DIKENAL Oleh : Toto Sudarto Bahtiar Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang Dia tidak ingat bilamana dia datang Kedua lengannya memeluk senapang Dia tidak tahu untuk siapa dia datang Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang wajah sunyi setengah tengadah Menangkap sepi padang senja Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu Dia masih sangat muda Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun Orang-orang ingin kembali memandangnya Sambil merangkai karangan bunga Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda (1955) Siasat, Th IX, No. 442 1955 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air Sajak-sajaknya yang Lain Pesajak-pesajak Lain