"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam barisan yang teratur (tidak tercerai-berai) ..." (Q.s. Ash-Shaff: 4).
Diterangkan pula dalam Al-Qur'an dan hadis mengenai masalah zuhud, tawakal, tobat, syukur, sabar, yakin, takwa, muraqabah (mawas diri), dan lain-lainnya dari maqam-maqam yang suci dalam agama.
Tidak ada golongan lain yang memberi perhatian penuh dalam menafsirkan, membahas dengan teliti dan terinci, serta membagi segi-segi utamanya maqam ini selain para sufi. Merekalah yang paling mahir dan mengetahui akan penyakit jiwa, sifat-sifatnya dan kekurangan yang ada pada manusia, mereka ini ahli dalam ilmu pendidikan yang dinamakan Suluk.
Tetapi, tasawuf tidak berhenti hingga di sini saja dalam peranannya di masa permulaan, yaitu adanya kemauan dalam melaksanakan akhlak yang luhur dan hakikat dari ibadat yang murni semata untuk Allah swt. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi, yaitu: "Ilmu tasawuf itu, kemudian akan meningkat ke bidang makrifat perkenalan, setelah itu ke arah khasab ungkapan dan karunia Allah. Hal ini diperoleh melalui pembersihan hati nurani.
Akhirnya, dengan ditingkatkannya hal-hal ini, timbullah penyimpangan, tanpa dirasakan oleh sebagian ahli sufi."
Di antara yang tampak dari penyimpangan sebagian orang-orang sufi adalah sebagai berikut:
1.
Dijadikannya wijid (perasaan) dan ilham sebagai ukuran untuk dasar pengetahuan dan lain-lain; juga dapat dijadikan ukuran untuk membedakan antara yang benar dan salah. Sehingga sebagian ada yang berkata, "Aku diberi tahu oleh hati dari Tuhanku (Allah)."
Berbeda dengan ungkapan dari ahli sunnah bahwa apabila mereka meriwayatkan ini dari si Fulan, si Fulan sampai kepada Rasulullah saw.
2.
Dibedakannya antara syariat dan hakikat, antara hukum Islam dan yang bebas dari hukumnya.
3.
Dikuasai oleh paham Jabariah dan Salabiah, sehingga dapat mempengaruhi iman dan akidah mereka, dimana manusia mutlak dikendalikannya. Maka tidak perlu lagi melawan dan selalu bersikap pasif, tidak aktif.
Tidak dihargainya dunia dan perkembangannya. Apa yang ada di dunia dianggapnya sepele, padahal ayat Al-Qur,an telah menyatakan:
"... dan janganlah kamu melupakan akan nasibmu (kebahagiaanmu) dari (kenikmatan) dunia ..." (Q.s. Al-Qashash: 77).
Pikiran dan teori di atas telah tersebar dan dipraktekkan dimana-mana, dengan dasar dan paham bahwa hal ini bagian dari Islam, ditetapkan oleh Islam, dan ada sebagian, terutama dari golongan intelektual, keduanya belum mengerti benar akan hal itu karena tidak mempelajarinya.
Sekali lagi kita tandaskan, bahwa orang sufi dahulu, selalu menyuruh jangan sampai menyimpang dari garis syariat dan hukum-hukumnya.
Ibnul Qayyim berkata mengenai keterangan dari tokoh-tokoh sufi, "Tokoh-tokoh sufi dan guru besar mereka, Al-Junaid bin Muhammad (297 H.), berkata, 'Semua jalan tertutup bagi manusia, kecuali jalan yang dilalui Nabi saw.'"
Al-Junaid pun berkata: "Barangsiapa yang tidak hafal Al-Qur'an dan menulis hadis-hadis Nabi saw. maka tidak boleh dijadikan panutan dan ditiru, karena ilmu kita (tasawuf) terikat pada kitab Al-Qur'an dan As-Sunnah."
Abu Khafs berkata: "Barangsiapa yang tidak menimbang amal dan segala sesuatu dengan timbangan Al-Kitab dan As-Sunnah, serta tidak menuduh perasaannya (tidak membenarkan wijid-nya), maka mereka itu tidak termasuk golongan kaum tasawuf."
Abu Yazid Al-Basthami berkata: "Janganlah kamu menilai dan tertipu dengan kekuatan-kekuatan yang luar biasa, tetapi yang harus dinilai adalah ketaatan dan ketakwaan seseorang pada agama dan syariat pelaksanaannya."
Kiranya keterangan yang paling tepat mengenai tasawuf dan para sufi adalah sebagaimana yang diuraikan oleh Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam menjawab atas pertanyaan, "Bagaimana pandangan ahli agama mengenai tasawuf?"
Ibnu Taimiyah memberi jawaban sebagai berikut, "Pandangan orang dalam masalah tasawuf ada dua, yaitu:
Sebagian termasuk ahli fiqih dan ilmu kalam mencela dan menganggap para sufi itu ahli bid'ah dan di luar Sunnah Nabi saw.
Sebagian lagi terlalu berlebih-lebihan dalam memberikan pujian dan menganggap mereka paling baik dan sempurna di antara manusia setelah Nabi saw. Kedua-duanya tidak benar. Yang benar ialah bahwa mereka ini sedang dalam usaha melakukan pengabdian kepada Allah, sebagaimana usaha orang-orang lain untuk menaati Allah swt. Dalam kondisi yang prima di antara mereka, ada yang cepat sampai dan dekat kepada Allah, orang-orang ini dinamakan Minal muqarrabiin (orang-orang yang terdekat dengan Allah), sesuai dengan ijtihadnya; ada pula yang intensitas ketaatannya sedang-sedang saja. Orang ini termasuk bagian kanan: Min ashhaabilyamiin (orang-orang yang berada di antara kedua sikap tadi)."
Di antara golongan itu ada yang salah, ada yang berdosa, melakukan tobat, ada pula yang tetap tidak bertobat. Yang lebih sesat lagi adalah orang-orang yang melakukan kezaliman dan kemaksiatan, tetapi menganggap dirinya orang-orang sufi.
Masih banyak lagi dari ahli bid'ah dan golongan fasik yang menganggap dirinya golongan tasawuf, yang ditolak dan tidak diakui oleh tokoh-tokoh sufi yang benar dan terkenal. Sebagaimana Al-Junaid dan lain-lainnya. Wallaahu A'lam.