601. FPDK dan berbagai organisasi kembarannya yang semuanya pro-otonomi memiliki kaitan erat dan didanai oleh pemerintahan sipil.757 Mereka secara teratur mengikuti pertemuan tripartit militer-polisi-pemerintah (Muspida), meskipun mereka tidak punya jabatan resmi. Saat kedatangan UNAMET, kampanye gabungan kelompok pro-otonomi dan milisi telah berlangsung selama beberapa waktu. Orang-orang ditekan untuk secara terang-terangan menyatakan kesetiaannya terhadap Indonesia, dengan mengikuti unjuk rasa maupun menaikkan bendera merah putih di depan rumah masing-masing. Satu sasaran pemaksaan ini adalah para pegawai negeri sipil. FPDK melakukan kampanye tersebut untuk mendiskreditkan UNAMET, yang diliput secara luas di Indonesia dan melalui bermacam saluran diplomatik Indonesia.758 602. Pembentukan UNIF pada tanggal 23 Juni bertujuan untuk menggabungkan berbagai kelompok pro otonomi di bawah suatu badan, yang dipimpin oleh sejumlah pemimpin senior Timor Timur pro integrasi. Basilio Araújo mengatakan pada Komisi: UNIF…mencakup kami semua, dan memiliki kepemimpinan [presidium] kolektif termasuk Lopes [da Cruz, Duta Besar Khusus Indonesia dan ketua BRTT], Armindo [Soares, Ketua DPRD Timor Timur], Domingos [Soares, Walikota Dili dan Ketua FPDK], dan Joao Tavares [‘Kepala Komandan’ semua kelompok milisi] dari PPI,* sehingga kepemimpinan kolektif merupakan kelompok tunggal, dan saya melanjutkan sebagai juru bicara kelompok ini, sementara masih menjadi juru bicara FPDK.759 Pemerintahan sipil Indonesia di Timor-Leste 603. Pemerintahan Sipil di Timor-Leste melakukan kampanye untuk “mensosialisasikan” paket otonomi khusus yang bertentangan dengan Kesepakatan Mei, yang telah melimpahkan tanggung jawab tersebut hanya kepada UNAMET. Pendekatannya merupakan perpaduan antara pemaksaan dan insentif, mengambil keuntungan dari pengaruh pemerintah terhadap pegawai negeri sipil. Dalam surat edaran kepada Kepala Instansi Vertikal dan Otonomi tertanggal 28 Mei 1999, Gubernur menginstruksikan bahwa pegawai negeri sipil yang terlibat aktivitas melawan pemerintah Indonesia harus dipecat.760 Pemerintah juga mendanai demonstrasi pro-otonomi di seluruh wilayah, di mana milisi bersenjata aktif bergerak dan melakukan pemaksaan pada masyarakat setempat.761 604. Selain kegiatan kampanye, pemerintah sipil juga terlibat sangat jauh dalam mendanai dan mengorganisasikan milisi. Pada bulan Mei Gubernur José Abilio Osorio Soares menulis kepada para Bupati meminta proposal anggaran untuk Pam Swakarsa dan untuk “pengeluaran * PPI- Pasukan Perjuangan Integrasi yang dipimpin oleh João Tavares; kelompok yang menjadi payung bagi disatukannya kelompok-kelompk milisi bersenjata yang lama dan yang baru muncul pada tahun 1999. - 146 - yang berkaitan…dengan rencana otonomi”.762 Tiap distrik menerima bagian dari dana Program Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang mungkin mencakup dana dari Bank Dunia. Penyaluran dana ini disetujui oleh Gubernur, dan mencakup penyaluran dana untuk polisi, yang digunakan untuk sosialisasi paket otonomi.763 Periode kampanye resmi 605. Kampanye secara resmi dimulai pada tanggal 14 Agustus, dan hanya berlangsung singkat. Jadwal kegiatan di seluruh negeri telah disusun melalui kerjasama dengan staf UNAMET, dalam upaya untuk mengatur berbagai rapat dan kampanye keliling guna menghindari perpecahan antara para pendukung pro integrasi dan pro otonomi. CNRT tak dapat membuka kantornya di tiga kabupaten karena ancaman kekerasan,* sedang sejumlah kantor CNRT lainnya dengan cepat menjadi sasaran dan dipaksa untuk tutup. Diantara kantor yang harus ditutup termasuk Dili pada 17 Agustus, Manatuto 19 Agustus dan Ainaro 21 Agustus.764 Pelajar dan kelompok masyarakat sipil memainkan peranan kunci dalam kampanye pro kemerdekaan. Belakangan sejumlah bukti dokumenter menunjukkan bahwa TNI memasukkan CNRT, DSMPTT dan OJETIL dalam daftar ‘kekuatan musuh’ nya dalam rencana operasinya untuk referendum.† 765 606. Pembunuhan terus berlanjut selama masa kampanye, terutama antara tanggal 14 dan 16 Agustus, yang membuat CNRT terpaksa mengakhiri kegiatan kampanyenya di distrik-distrik pada tanggal 19 Agustus. CNRT melakukan kampanye keliling di Dili pada tanggal 25 Agustus. Ribuan orang datang dan memberi dukungan, dan suasana di Dili ketika itu aman dan damai. Akan tetapi, kericuhan terjadi di Dili keesokan harinya, setelah kampanye terakhir oleh kelompok prootonomi. Delapan orang terbunuh, termasuk Agusto Guterres, pelajar yang ditembak Brimob di Becora. Malam itu, kantor Renetil dan CNRT dibakar. Gelombang kekerasan oleh para pendukung pro-otonomi menandai berakhirnya kegiatan kampanye di Dili. Situasi Keamanan Memburuk: Agustus 607. Penjelasan yang dikemukakan Komandan Militer Timor-Leste Tono Suratman tentang masa kampanye menunjukkan dua hal, yaitu Indonesia tetap berkeras bahwa TNI telah memikul tanggung jawab keamanan meskipun ketentuan dalam Kesepakatan 5 Mei secara spesifik menugaskan polisi memikul tanggung jawab ini, dan tetap dipertahankannya gambaran bahwa apa yang terjadi di Timor-Leste adalah perang sipil dan bukannya konflik yang direkayasa: Keamanan harus dibuat kondusif sebelum referendum…Indonesia, dalam hal ini polisi dan TNI, menerapkan hal ini dan bertanggung jawab atas persoalan-persoalan dan turunannya, masalah penegakan hukum…Secara pribadi saya merasa tanggung jawab keamanan TNI sangat berat. Waktu untuk menenangkan situasi sangat singkat…sementara sejarah kekerasan antar orang Timor-Leste berumur 23 tahun, atau lebih…766 608. Selama masa kampanye, TNI bersikukuh dengan argumentasi bahwa kelompok milisi bersenjata adalah reaksi warga Timor terhadap Falintil, dengan sepenuhnya mengabaikan peran TNI dalam membentuk dan mendukung kelompok milisi bersenjata atau bahkan konflik antara TNI dan Falintil yang berlangsung selama 24 tahun. * Bobonaro, Ermera, Liquica. † Operasi Wira Dharma 1999. - 147 - 609. Penggambaran TNI yang keliru tentang konflik yang terjadi dan penolakan atas status tentaranya membuat negosiasi untuk perdamaian dan stabilitas menjadi sulit. TNI tidak pernah sekali pun mengungkap kepada UNAMET MLO tentang jumlah pasukannya di wilayah tersebut.767 Menghadapi situasi ini, Xanana Gusmão sebagai Panglima Falintil menuntut pengurangan minimum pasukan TNI dan penempatan mereka di barak-barak. Sementara itu, komandan TNI, Wiranto, menuntut agar Falintil dilucuti. Meskipun TNI tidak mengurangi jumlah pasukannya, Falintil secara sepihak menarik pasukannya ke barak-barak dengan tujuan untuk membuktikan bahwa Falintil bukanlah sumber kekerasan yang terjadi dan mendesak TNI untuk menanggapinya dengan mundur ke barak dan melucuti para milisi. Pada tanggal 12 Agustus, ke 670 prajurit Falintil telah berada di barak-barak mereka.* 610. Meski demikian, TNI tidak menarik mundur pasukannya ke berbagai barak di tingkat kabupaten, dan anggota milisi tetap menebar ancaman dengan bebas di tengah-tengah masyarakat di seluruh wilayah Timor. Berhari-hari setelah kelompok Falintil mengurung diri di barak-barak mereka, para pemimpin milisi mengumumkan bahwa mereka akan meletakkan senjata. UNAMET menyaksikan upacara penyerahan senjata oleh milisi kepada polisi di empat kabupaten antara tanggal 16 dan 19 Agustus. Tapi UNAMET menyaksikan bahwa jumlah senjata yang diserahkan itu “hanyalah sebagian kecil dari yang sebenarnya dimiliki oleh milisi.”768 611. Meskipun para pemimpin pro-integrasi menuduh Falintil sering bertindak melampaui batas selama periode tersebut, investigasi UNAMET jarang menemukan bukti atas tuduhantuduhan tersebut. Hanya dua kejadian kekerasan yang dilakukan oleh pro-kemerdekaan dapat dibuktikan. Dalam satu insiden, seorang pendukung kemerdekaan membunuh seorang pendukung pro-integrasi pada tanggal 12 Juli, dan seorang anggota milisi Aitarak dibunuh di Becora pada tanggal 29 Agustus.769 612. Selain berperan dalam Satuan Tugas Pelaksanaan Musyawarah Umum di Timor-Leste, Mayor Jenderal Zacky Anwar Makarim tampaknya dipercaya dengan tugas menjalankan kampanye milisi.770 Pada tanggal 18 Agustus Delegasi Kongres Amerika Serikat menyaksikan terjadinya tindak kekerasan di Suai dan kesaksian mereka kemudian berakibat pada dicopotnya Makarim dari jabatannya, termasuk Komandan Kodim di Bobonaro dan Covalima. Alasan di balik pencopotan ini adalah, beberapa prajurit secara terpisah bertanggung jawab atas tindak kekerasan yang terjadi, suatu pendekatan yang sama sekali tidak membantu mengendalikan tindakan melebihi batas yang dilakukan oleh TNI sebagai sebuah lembaga. Pada tanggal 13 Agustus, Kolonel Tono Suratman diganti oleh Komandan Korem yang baru yang berlatar belakang Kopassus, Koloner Noer Muis.771 613. Pada tanggal 24 Agustus, Sekretaris Jenderal PBB memberikan sambutannya di hadapan Dewan keamanan, dengan mengutip pernyataan Komisi Elektoral independen, bahwa masa pemilihan “tak pernah lepas dari intimidasi, kekerasan atau gangguan (sebagaimana yang disyaratkan dalam Kesepakatan 5 Mei)”.772 Persiapan terakhir Konsultasi Rakyat 614. Masa kampanye formal berakhir pada tanggal 26 Agustus. UNAMET mempekerjakan 4000 warga Timor untuk membantu pelaksanaan Konsultasi Rakyat di 200 TPS di seluruh negeri.773 Semua staf diminta untuk bersikap netral secara politis dan diatur oleh staf pemilihan internasional. Kelompok-kelompok pengamat dan media massa internasional tiba dalam jumlah besar beberapa hari menjelang tanggal 30 Agustus, guna memastikan bahwa pemungutan suara itu berjalan di bawah pengawasan masyarakat internasional. * Keempat lokasi pengurungan diri Falintil adalah Uaimori (260 prajurit), Atalari, Baucau (70 prajurit), Poetete, Ermera (153 prajurit) dan Aiassa, Bobonaro (187 prajurit). Petugas Perantara Militer UNAMET menyaksikan keempat lokasi tersebut dan bertemu dengan para prajurit Falintil. Lihat Martin, Menentukan Nasib Sendiri, h. 73. - 148 - Konsultasi Rakyat 615. Tanggal 30 Agustus 1999 menandai dimulainya hari bersejarah di Timor-Leste. Meski mengalami intimidasi dan kekerasan selama berbulan-bulan, pada hari itu rakyat di seluruh negeri keluar rumah dengan penuh semangat untuk memberikan suara mereka. Banyak yang berdandan dengan memakai pakaian terbaik mereka. Dan di desa-desa, orang berjalan kaki selama berjam-jam untuk memberikan suara. Menjelang fajar, 50% rakyat yang telah mendaftar untuk memilih, telah menunggu di luar TPS-TPS yang tersedia, untuk memberikan suara.774 orang-orang menunggu dengan sabar dalam antrian panjang Di sebagian besar TPS, dan segera pulang setelah selesai memilih. Sejumlah TPS dibuka sejak pukul 6.30 pagi hingga pukul 4.00 sore, meskipun di beberapa tempat Konsultasi Rakyat telah selesai dilakukan menjelang sore. 616. Pengamat dan media internasional mengomentari semangat dan martabat rakyat Timor, yang setelah mengalami kekerasan selama 24 tahun tidak membiarkan intimidasi dalam beberapa bulan terakhir untuk mencegah mereka menggunakan hak mereka untuk menentukan masa depan mereka. Rakyat Timor memberikan suara dalam jumlah besar, yaitu 98,6% dari jumlah keseluruhan yang mendaftar. Berbeda dengan suasana pada 26 Agustus yang penuh kekerasan, hari itu suasana tenang di sebagian wilayah. Meski begitu, milisi membunuh dua staf lokal UNAMET di Atsabe. Seorang saksi dari Civpol (Polisi sipil PBB) melihat TNI di tempat kejadian775 617. Segera setelah pemungutan suara selesai, sebelum penghitungan dan pengumuman hasil, Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas, menegaskan pandangan Pemerintah Indonesia bahwa pemungutan suara tersebut sah: Saya sangat berbesar hati dan senang hati mengatakan bahwa [pemungutan suara tersebut] sungguh berjalan bebas dan damai, dan karenanya keputusan yang adil dari Konsultasi Rakyat.776 618. Namun Juru Bicara pro integrasi, Basilio Araujo mengeluarkan daftar 37 pelanggaran yang diduga dilakukan oleh staf UNAMET dan mengklaim bahwa pemungutan suara tersebut tidak adil. Komisi Pemilihan menanggapi protes para pendukung pro-integrasi dengan mengadakan musyawarah selama satu setengah hari pada tanggal 2-3 September. Komisi Pemilihan akhirnya menyimpulkan: Apapun kebenaran yang mungkin ada dalam pengaduan oleh orang per orang tentang dugaan pelanggaran dan/atau keberpihakan yang dilakukan oleh staf pemilihan, tak satu pun dari pengaduan tersebut, baik secara perorangan maupun kelompok, menggagalkan proses tersebut777 Penghitungan dan hasil 619. Untuk memastikan kerahasiaan pemungutan suara, kertas suara dihitung di Dili. Sore hari, tanggal 30 Agustus, staf UNAMET dari berbagai tempat pemungutan suara membawa kertas suara ke markas kabupaten di bawah pengawasan polisi PBB. Semua kertas suara tersebut disimpan di bawah penjagaan ketat polisi PBB, dan dibawa ke pusat penghitungan di Dili dengan helikopter atau konvoi darat oleh staf UNAMET dan polisi PBB pada tanggal 31 Agustus. Di Maliana, helikopter yang mengangkut kerta suara ditembak, dan di Gleno dan Atsabe di Distrik Ermera, tim UNAMET yang membawa kotak suara mendapat intimidasi dari kelompok milisi.778 Penghitungan dilakukan secara terpusat di Dili. Tidak ada laporan hasil tersendiri dari kabupaten dan daerah, yang ada hanya hasil tunggal untuk seluruh wilayah pemilihan. Ini dilakukan untuk menjamin keamanan di berbagai daerah yang mungkin menjadi sasaran kekerasan karena - 149 - afiliasi politik mereka dan juga untuk membantah saran gerakan pro-otonomi agar wilayah bisa saja dibagi agar mencerminkan hasil regional. 620. Di pusat penghitungan, yaitu di Museum Dili di Comoro, petugas pemilihan UNAMET di seluruh Timor berkumpul untuk melakukan penghitungan. Para pengamat internasional termasuk delegasi resmi dari Indonesia dan Portugis, memiliki akses masuk ke pusat penghitungan dan turut menyaksikan seluruh tahapan proses penghitungan. Banyak kontingen media internasional meninggalkan Timor-Leste segera setelah pemilihan yang berjalan damai itu selesai. Begitu juga para pengamat internasional. 621. Kerusuhan yang didalangi oleh kelompok milisi pecah beberapa hari setelah Konsultasi Rakyat. Pada tanggal 1 September, kelompok milisi tiba di Dili dan melancarkan serangan terhadap para pendukung pro-kemerdekaan yang lokasinya berdekatan dengan gedung UNAMET di Balide. Media internasional berhasil mengambil gambar seorang pria yang sedang berlari menyelamatkan diri namun tertangkap dan dicincang hingga tewas oleh milisi. Ratusan warga mengungsi di sekolah yang terletak di sebelah gedung UNAMET. Di Ermera, kerusuhan pecah, dan UNAMET mengevakuasi stafnya ke Dili. Pada tanggal 2 September di Maliana, milisi mengepung kantor UNAMET dan melancarkan tembakan dan membakari rumah-rumah. Dua orang staf UNAMET dari Timor tewas. 622. Penghitungan suara terus berlanjut tanpa henti, di tengah-tengah situasi keamanan yang kian memburuk. PBB bertekad untuk mengumumkan hasil pemungutan suara secara bersamaan, masing-masing oleh Sekretaris Jenderal PBB di New York pada tengah malam tanggal 3 September dan oleh Perwakilan Khusus PBB di Dili, Ian Martin, pada pagi hari tanggal 4 September. Setelah berkonsultasi dengan Satuan Tugas Indonesia, pengumuman pada pagi hari di Dili dianggap dapat memberikan kontrol yang lebih baik bagi situasi keamananan pada jam-jam berikutnya.779 623. Pada pukul 9 pagi, Sabtu 4 September, Ian Martin membacakan hasil pemungutan suara di Hotel Makhota di Dili: 21,5% memilih paket otonomi khusus dan 78,5%menentangnya. Komisi Pemilihan telah pula menyiapkan pertimbangan akhir mengenai pemungutan suara: Komisi dapat menyimpulkan bahwa Konsultasi Rakyat telah terlaksana dengan adil menurut prosedur dan sesuai dengan Perjanjian New York, dan telah secara akurat mencerminkan keinginan rakyat Timor. Tidak diragukan lagi bahwa mayoritas rakyat di daerah konflik ini ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia.780 - 150 - 3.21 Indonesia meninggalkan Timor-Leste: Bumi Hangus Tinjauan 624. Dengan diumumkannya hasil pemungutan suara, PBB meminta Indonesia untuk memastikan situasi keamanan di wilayah Timor.781 Tekanan diplomatik pun digunakan untuk memastikan tercapainya tujuan akhir ini, namun ketentuan untuk memberi perlindungan kepada rakyat Timor-Leste tetap tak mencukupi. Kejadian pada bulan September dan Oktober 1999 menjadi pembahasan dua proses hukum dan sejumlah laporan investigasi, baik oleh warga Timor-Leste dan Indonesia, serta organisasi dan lembaga internasional, termasuk PBB.* 625. Militer Indonesia dan milisi diketahui telah membunuh antara 1200 hingga 1500 warga Timor-Leste pada tahun 1999, 900 orang diantaranya dibunuh setelah Konsultasi Rakyat. Masing-masing, mereka membunuh 400 orang lewat pembunuhan masal, dan sisanya dibunuh secara terpisah.782 Para korban tersebut tewas dengan cara yang mengenaskan, banyak yang ditebas dengan golok, dan di antara mereka yang sempat menyelamatkan diri, banyak yang kehilangan anggota tubuhnya dan menderita gangguan kesehatan yang berkepanjangan. Secara khusus, para pembunuh itu mengincar dan mengeksekusi para pemimpin CNRT dan keluarga mereka.783 Penganiayaan, kererasan seksual, dan pemindahan warga secara paksa terjadi di seluruh wilayah Timor-Leste.784 Lebih dari separuh penduduk, yaitu 550.000 orang, melarikan diri dari rumah mereka, termasuk 250.000 orang yang dipaksa atau diintimidasi untuk pindah ke Timor Barat.785 [Lihat Bab 7.3.: Pemindahan Paksa dan Kelaparan]. Milisi juga membunuh warga yang mencari perlindungan di gereja. Para pastor dan para biarawati juga menjadi sasaran pembunuhan. TNI dan milisi bekerja sama untuk menerapkan strategi kekerasan masal di seluruh wilayah Timor-Leste. 626. Perhatian dunia terpusat pada markas UNAMET di Dili, tempat mengungsi beberapa staf UNAMET dan wartawan internasional yang masih tersisa di wilayah tersebut. Kegiatan diplomasi yang sangat gencar terjadi di belakang layar dan kadang-kadang di depan umum untuk menekan Indonesia agar memenuhi kewajibannya menjaga keamanan atau menyetujui didatangkannya pasukan internasional untuk memulihkan situasi keamanan di Timor-Leste. Tidak satu negara pun mau bertindak melindungi rakyat Timor-Leste tanpa persetujuan dari Indonesia. Para pemimpin Timor-Leste berupaya meyakinkan negara-negara kuat di dunia dan di wilayah ini agar mau melakukan intervensi demi menyelamatkan rakyat Timor-Leste. Di PBB, di KTT APEC yang diadakan di New Zealand, di Portugal dan Roma, di Jakarta dan Australia, para pemimpin itu tidak berhenti bekerja. 627. Karena TNI menunjukkan sikap enggan mengendalikan kerusuhan yang terjadi, sementara tim Dewan Keamanan telah berada di Dili dan Jakarta, pada tanggal 12 September Presiden Indonesia, Habibie, akhirnya menyetujui hadirnya pasukan internasional. Seminggu kemudian, komandan pasukan internasional untuk Timor-Leste atau Interfet asal Australia, Mayor Jenderal Peter Cosgrove, tiba di Dili, yang diikuti oleh pasukannya sehari kemudian. Saat TNI meninggalkan Timor-Leste, mereka menghancurkan 70% infrastuktur utama, rumah-rumah, dan bangunan, mereka juga menghancurkan seluruh desa dan menjarah harta benda rakyat Timor- Leste.786 628. Xanana Gusmão kembali ke Timor-Leste pada tanggal 22 Oktober, dan pada tanggal 25 Oktober Dewan Keamanan PBB membentuk Pemerintahan Transisi PBB atau UNTAET (United Nations Transitional Administration for East Timor), yang dipimpin oleh Sérgio Vieira de Mello. * Komisi Para Ahli PBB tahun 1999-2000, Unit Kejahatan Berat dan panel hakim di Timor-Leste, Pengadilan Ad Hoc HAM di Jakarta, laporan KPP-HAM Indonesia dan laporan Profesor Geoffrey Robinson untuk Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mungkin merupakan laporan terbaru yang paling penting. - 151 - Tugas menangani krisis kemanusiaan dan membangun kembali negara Timor-Leste yang tercabik-cabik, telah menunggu. Tindak Kekerasan sesudah pengumuman hasil pemungutan suara 629. Tindak kekerasan pasca Konsultasi Rakyat yang mulai terjadi pada tanggal 30 Agustus sore hari dan terus berkembang selama hari-hari penghitungan suara semakin meningkat setelah pengumuman hasil Konsultasi Rakyat pada tanggal 4 September. Di Dili, karena takut akan ancaman adanya pembalasan terhadap mereka yang memilih pro-kemerdekaan, rakyat berduyun-duyun pergi ke Dare di kaki bukit di belakang kota untuk mengungsi di berbagai tempat seperti markas ICRC, rumah Uskup Belo, dan komplek keuskupan Dili, dan sekolah yang terletak di sebelah markas UNAMET. Sementara staf UNAMET pindah ke markas Balide setelah hasil Konsultasi Rakyat diumumkan. 630. Pada tanggal 5 September, Milisi Aitarak, TNI dan polisi, menyerbu kantor keuskupan Dili, memisahkan dengan paksa staf UNAMET orang Timor dan anggota CNRT, dan membunuh antara 15 dan 20 dari 300 orang yang mengungsi di tempat tersebut.787 Militer memindahkan wartawan yang tersisa dan menyelamatkan para pengungsi lokal ke markas Balide, tempat orang-orang internasional berkumpul hingga evakuasi mereka. Pada tanggal 6 September kelompok milisi dengan sangat kejam memaksa keluar 7.000 orang yang sedang mengungsi di dalam markas ICRC dan di rumah Uskup Belo yang terletak di tepi pantai Dili, yang kemudian mereka hancurkan. Belakangan, orang-orang tersebut dibawa ke Timor Barat sebagai bagian dari rencana darurat yang disebut Hanoin Lorosae II (Operasi Mengenang Lorosae II) yang disusun oleh polisi beberapa bulan sebelumnya, sebagaimana disebutkan di atas. 631. Pada hari yang sama di pantai selatan Suai, milisi Laksaur, dengan disaksikan pemerintah daerah dan polisi daerah serta pimpinan militer, membunuh antara 27 dan 200 orang dari 2.000 pengungsi yang tersisa di dalam gereja.788 Di antara mereka yang pertama kali dibunuh adalah tiga Pastor Katolik, yang ditebas dengan golok oleh anggota milisi. Penggalian tubuh korban yang dilakukan kemudian menunjukkan di antara yang terbunuh itu terdapat wanita dan anak-anak.789 penyelidikan dan kesaksian dari para saksi menunjukkan adanya keterlibatan pasukan teritorial TNI.790 632. Pembunuhan Pastor Katolik menandakan bahwa Gereja Katolik menjadi sasaran. Gereja telah lama mempunyai hubungan yang tegang dengan otoritas Indonesia yang berkuasa, tetapi hingga kerusuhan pasca Konsultasi Rakyat, anggota gereja belum pernah menjadi sasaran pembunuhan. Hari-hari setelah penyerangan di Suai, tindakan menjadikan Pastor Katolik sebagai sasaran tampaknya menjadi pola yang juga terlihat di distrik-distrik lain. Komisi mendengar kesaksian oleh saksi mata tentang para pastor yang sengaja dijadikan sasaran ketika mereka mencoba mencegah terjadinya kekerasan: Saya melihat Padre Francisco mengangkat tangan dan berkata kepada Milisi Laksaur/Mahidi, “Cukup. Berhenti menembak. Kita semua orang Timor. Hentikan ini semua.” Dia berteriak karena melihat begitu banyak korban yang jatuh, tetapi milisi Laksaur/Mahidi mengabaikan permintaan beliau. Kemudian salah satu anggota milisi…mendekati Padre. Dia pura-pura memeluk Padre, kemudian membawa beliau dari tempat tinggalnya ke Gua Maria dan kembali lagi. Kemudian dia menembak Padre Francisco, tetapi beliau tidak langsung meninggal, jadi dia mengambil pedangnya dan menikam beliau satu kali di dada. Padre Francisco meninggal saat itu juga.791 - 152 - 633. Ketika ketegangan dan kekerasan meningkat di seluruh negeri, orang-orang melarikan diri dari rumah-rumah mereka mencari keselamatan di sejumlah hutan dan gunung. Ribuan orang berjejal mencari perlindungan di berbagai barak pertahanan Falintil. 634. Secara umum, tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI dan milisi paling parah terjadi di beberapa distrik di bagian barat. Di distrik-distrik tersebut dekat dengan perbatasan Timor Barat di mana jumlah Falintil lebih sedikit, hubungan TNI dan milisi justru paling kuat. Pada tanggal 7 September, Wakil Komandan Falintil Taur Matan Ruak merasa sangat putus asa, dan mengancam akan melancarkan pembalasan dari markasnya di Uaimori. Berbicara dengan Taur Matan Ruak melalui telepon satelit, Xanana Gusmão melarangnya melakukan tindakan balas dendam tanpa mempedulikan jumlah nyawa dan penderitaan, dengan alasan bahwa setiap tindakan balas dendam akan menciptakan perang sipil yang memang telah lama dicoba direkayasa oleh TNI, apalagi jika harus kehilangan dukungan internasional yang merupakan satusatunya harapan untuk selamat.792 Sikap disiplin Falintil secara umum tetap utuh meskipun ada begitu banyak provokasi. Sejumlah pembunuhan yang dilakukan oleh para pendukung kemerdekaan atau anggota Falintil yang dilaporkan terjadi pasca Konsultasi Rakyat, kebanyakan terjadi di distrik-distrik di bagian barat.793 TNI Resmi Mengambil Kendali 635. Pada tanggal 4 September TNI melakukan reorganisasi kepemimpinan di Timor di bawah komando Mayor Jenderal Adam Damiri dari Kodam IX Udayana, yang mengambil kendali secara resmi dari pihak polisi. Pada tanggal 5 September, Jenderal Wiranto bertemu dengan para milisi dan pimpinan TNI di Timor-Leste, dan kemudian dengan Uskup Belo, yang meminta agar Wiranto mengendalikan para milisi.794 Pada tanggal 6 September, Utusan Pribadi Sekretaris Jenderal Jamsheed Marker mendesak agar pihak Indonesia mengundang pasukan internasional, namun permintaan ini ditolak dengan keras. Presiden Habibie mengumumkan pemberlakuan darurat militer pada hari berikutnya, dengan menunjuk Mayor Jenderal Kiki Syahnakri sebagai Komandan. Ia kemudian menggantikan satuan teritorial dengan pasukan Kostrad, teori yang ada adalah tentara teritorial ini telah bertindak karena hubungan emosi dengan wilayah tersebut dan tentara baru diharapkan dapat bertindak dengan cara yang lebih profesional. 636. Kejahatan terhadap kemanusiaan terus terjadi setelah TNI mengambil alih kendali secara resmi. Berbagai serangan ini mengikuti pola pembunuhan yang sama oleh milisi yang melibatkan TNI, seringkali disaksikan langsung oleh personel senior TNI. Banyak pembunuhan memiliki pola yang sama: sejumlah pembunuhan itu terjadi setelah meningkatnya kekerasan, dengan sasaran para individu yang telah dipilih, dan mereka mempunyai kesamaan prosedur yang berlanjut dengan pembuangan mayat secara sistematis dengan menggunakan truk dimana semua bukti menunjukkan adanya dukungan oleh pihak militer.795 Pola yang lain termasuk persenjataan, yang mengandalkan senjata rakitan, pisau, pedang, dan beberapa senjata otomatis.796 Ancaman, pemukulan, perkosaan dan pembakaran rumah yang dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya kini dilakukan secara sistematis dalam skala besar. Milisi membakar Timor-Leste dengan bensin yang disediakan oleh militer, yang seringkali dibawa dengan mobil pemadam kebakaran tetapi tangki kendaraan diisi dengan bensin. Mereka mengangkut barang-barang hasil jarahan ke atas truk-truk militer. Tidak mungkin pemenuhan kebutuhan logistik yang luar biasa banyaknya ini terjadi tanpa keterlibatan TNI.797 637. Komisi juga menerima sebuah submisi yang berisi kesaksian tentang artefak budaya Timor- Leste yang tak bernilai yang telah dibawah oleh pejabat Indonesia dari gedung yang dikenal sebagai Museum Dili di Comoro selama kekerasan pada September 1999.798 Museum tersebut telah dibuka oleh pejabat Indonesia pada tahun 1995 dan menyimpang lebih dari 3000 obyek, termasuk tais kuno, keramik tradisional, keranjang tradisional serta pahatan di batu dan kayu yang dikeramatkan. Subimisi ini mengutip hasil wawancara dengan Virgilio Simith, anggota senior CNRT pada tahun 1999 yang bertanggungjawab untuk Urusan Kebudayaan. Pada susunan Kabinet pertama RDTL setelah 20 Mei 2002, Virgilio Simith adalah Sekretaris Negara - 153 - untuk Budaya, Pemuda dan Olahraga. Virgilio mengatakan bahwa kebanyakan obyek-obyek tersebut telah dibawa ke Museum di Kupang, dan terdapat sekitar 68 kain tais Timor. Dia menuturkan bahwa selama perundingan untuk isu-isu tidak terbahas antara Indonesia dan Timor- Leste selama masa Administrasi UNTAET, perwakilan Indonesia telah menjelaskan bahwa dipindahkannya artefat-artefat tersebut “ karena tidak menentunya suasana politik di Timor-Leste, sehingga obyek-obyek tersebut ‘diamankan’”. Namun demikian Virgilio mengatakan bahwa dia mengerti bahwa para pejabat di Kupang tetap menjaga obyek-obyek tersebut yang “dibeli dengan dana dari Indonesia dan oleh sebab itu menjadi bagian dari hak milik Indonesia”. Virgilio Simith mengatakan bahwa dia percaya banyak obyek, khususnya tais telah di jual di beberapa kota Indonesia, seperti Ubud, di Bali sejak 1999.799 638. Kekerasan dan perbudakan seksual meluas pada masa ini. Komisi mendengar khususnya dari banyak perempuan di Suai yang menceritakan pengalaman mereka setelah terjadinya pembantaian masal di gereja pada tanggal 6 September, ketika mereka dibawa ke dekat sekolah dan diperkosa berulang kali sebelum dipaksa melewati perbatasan. Banyak juga yang ditahan sebagai budak pemuas nafsu seksual.800 639. Pembunuhan yang terjadi tanggal 8 September di Maliana menggambarkan pola tersebut dengan baik. Setelah kekerasan meningkat truk TNI membawa milisi ke kantor Polres, yang menjadi tempat mengungsi ratusan orang. Di hadapan petugas TNI dan polisi, milisi memilih dan mengeksekusi 13 pimpinan CNRT di antara mereka yang mencari perlidungan itu.801 Tiga belas orang yang lolos dari pembunuhan masal diburu dan dibunuh dengan golok pada hari berikutnya. Beberapa hari kemudian insiden yang serupa terjadi jauh dari pengetahuan orang lain, di daerah terisolasi yakni Distrik Oecusse. Milisi Sakunar memisahkan dan membunuh pimpinan CNRT di Passabe. Setelah itu, diperkirakan sebanyak 170 orang terbunuh pada bulan setelahnya, korban terakhir dibunuh hanya dua hari sebelum tibanya pasukan Interfet yang terlambat di distrik tersebut.802 Markas UNAMET 640. Sementara kekerasan terus terjadi di daerah tersebut, personel UNAMET yang tidak bersenjata mengungsi ke markas regional mereka. Ian Martin bersaksi di hadapan Komisi mengenai situasi di markas selama periode ini, dan mengenai usaha-usaha PBB untuk mengupayakan campur tangan internasional. Ia menceritakan tentang serangan langsung terhadap personel dan kantor UNAMET di distrik, serta keputusan untuk menarik tim regional UNAMET ke markas Dili. Seorang polisi PBB ditembak oleh milisi dengan menggunakan senjata berdaya ledak tinggi di Liquiça dan hanya diselamatkan oleh jaket anti peluru yang dikenakannya; di Baucau polisi menembakkan senjata api otomatis selama lebih dari dua puluh menit setinggi dada ke kantor UNAMET, tempat lebih dari 70 staf mengungsi. Ketika staf kantor regional Baucau dievakuasi ke lapangan udara, TNI dan milisi berusaha mencegah dilakukannya evakuasi staf UNAMET yang asal Timor ke Dili. Pada tanggal 5 September sebagian besar tim reginal UNAMET telah menarik diri dari distrik ke Markas Dili. Ia mengingat bahwa staf UNAMET asal Timor menjadi sasaran khusus, dan menceritakan hal itu kepada Komisi: Staf lokal UNAMET termasuk orang-orang pertama yang dibunuh setelah TPS ditutup dan di hari-hari sesudahnya. Lima belas staf UNAMET orang Timor diketahui atau dipercaya kehilangan nyawa mereka…Saya memohon pada Komisi untuk mencatat keberanian yang ditunjukkan oleh staf lokal UNAMET, yang mana tanpa jasa mereka PBB tidak akan bisa memenuhi mandatnya untuk menjalankan pemilihan.803 641. Staf UNAMET terperangkap di markasnya di Balide. Tim yang meninggalkan markas di Dili untuk mencari makanan dan minuman di gudang UNAMET ditembaki. Segelintir orang asing - 154 - yang masih di Dili melarikan diri ke markas ini, bersama sejumlah orang Timor yang mencari tempat perlindungan. Pada tanggal 5 September, tembakan senjata otomatis yang terjadi secara terus menerus terdengar dari dekat markas dan setelah dua puluh menit serangan, orang-orang dalam jumlah besar yang mencari perlindungan di sekolah mulai melompati tembok berkawat menuju markas UNAMET. Ada sekitar 1500 orang dalam kelompok ini. Ini berarti terdapat lebih dari 3.000 orang yang berada di markas UNAMET, dengan sedikit makanan, dan air serta kondisi kebersihan yang sangat kurang. 642. Pada tanggal 6 September, selain staf Gereja, tidak ada lagi orang asing di Timor-Leste di luar markas UNAMET. TNI mengepung markas tersebut, sehingga mereka berhasil melakukan langkah pertama untuk menutup Timor-Leste dari dunia luar. Di antara yang terperangkap di markas adalah beberapa wartawan internasional. Dengan menggunakan telepon genggam dan sambungan satelit mereka menceritakan keadaan ke seluruh dunia. Namun sementara media dunia terfokus pada masalah pengepungan markas UNAMET di Dili, media tidak mempunyai foto tentang kekerasan dan perusakan sistematis yang terjadi di seluruh daratan Timor-Leste. Meningkatnya Tekanan Internasional 643. Para tokoh Timor-Leste yang berada di luar sangat sibuk melakukan aktivitas diplomasi untuk meminta campur tangan internasional. Xanana Gusmão akhirnya dibebaskan dari penjara oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 7 September, dan diserahkan kepada UNAMET di Jakarta. Untuk menghindari adanya upaya pembunuhan, ia dibawa ke Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, kemudian dari sini diterbangkan ke Darwin, Australia. Uksup Belo dievakuasi ke Baucau setelah tempat tinggalnya diserang, dan dari sana ia kemudian diterbangkan ke Darwin pada tanggal 7 September dengan menggunakan pesawat udara milik PBB. Ia terbang ke Roma dan Lisbon untuk mencari dukungan. José Ramos-Horta dan yang lainnya pergi ke Auckland, di Selandia Baru, dimana para pemimpin regional dan dunia berkumpul untuk mengikuti pertemuan tahunan APEC. Di seluruh dunia, khususnya di Australia dan Portugal, demonstrasi masa, yang digerakkan oleh gerakan solidaritas non-pemerintah dan orang-orang Timor yang berada di pengasingan, mengusahakan campur tangan internasional. Lewat foto-foto yang kuat kesannya walau terbatas jumlahnya dari markas UNAMET di Dili, dan pesan dari wartawan serta orangorang lain di markas tersebut, informasi mereka mendominasi berita internasional dan terus menekan Indonesia dan meminta pemimpin dunia untuk melakukan campur tangan.804 644. Sekjen PBB, Kofi Annan, melakukan diplomasi pribadi yang sifatnya mendesak. Upaya pertamanya bertujuan meminta Indonesia untuk memenuhi kewajiban keamanan. Presiden Habibie menentang gagasan Sekjen PBB untuk melibatkan pasukan pemelihara perdamaian internasional, yang dilakukan dengan hubungan langsung lewat telepon pada tanggal 5 September, dan sebagai pengganti mengeluarkan Kepres pemberlakuan darurat militer di wilayah ini. Sekjen PBB meningkatkan tekanan pada Indonesia dengan mengumumkan kepada publik bahwa tindakan lebih lanjut harus dipertimbangan jika keadaan tidak membaik di Timor- Leste dalam jangka waktu 48 jam.805 645. Sebelum diadakan Konsultasi Rakyat, dan sekali lagi pada tanggal 1 September, Portugal meminta pengerahan pasukan perdamaian internasional. Australia telah melakukan persiapan secara diam-diam seandainya diperlukan intervensi militer, dengan menyiagakan pasukan sejak akhir tahun 1998. Selandia Baru juga mempersiapkan diri. Namun demikian, tidak ada satu negarapun yang siap melakukan intervensi militer tanpa seizin Indonesia.806 Pada tanggal 4 September, Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, mengumumkan secara terbuka keinginannya untuk memimpin pasukan internasional ke Timor-Leste, jika Indonesia setuju dan jika Australia menerima mandat dari Dewan Keamanan PBB. Sekjen PBB, Kofi Annan dan Perdana Menteri Australia John Howard mengadakan kontak secara terus menerus untuk mengupayakan hal ini, mencari persetujuan Indonesia atas pengiriman pasukan internasional dan pengumpulan koalisi untuk membentuk pasukan yang dapat ditempatkan segera. - 155 - 646. Pada tanggal 5 September Dewan keamanan PBB mengirim Misi ke Jakarta dan Timor- Leste.* Utusan ini meninggalkan New York pada tanggal 6 September, diiringi oleh Francesc Vendrell, Utusan Pribadi Sekjen PBB. Utusan ini mulai mengadakan pertemuan pada tanggal 8 September. Mereka bertemu dengan Presiden Habibie, Megawati Soekarnoputri, yang kemungkinan calon penggantinya, seorang staf delegasi UNAMET yang telah meninggalkan markas Dili dan langsung terbang ke Jakarta, serta Jenderal Wiranto. Mereka juga bertemu dengan Xanana Gusmão, yang baru saja dibebaskan. Utusan ini mendesak agar mereka dapat terbang menuju Timor-Leste. 647. Pada tanggal 10 September, Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Mary Robinson, terbang ke Darwin untuk menemui staf UNAMET asal Timor dan pengungsi yang telah dievakuasi. Ia berbicara kepada publik tentang perlunya pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk dibawa ke pengadilan.807 648. Sementara itu, berkumpulnya para pemimpin politik dan ekonomi dunia dalam pertemuan puncak APEC secara tidak sengaja menjadi ajang yang baik untuk membicarakan situasi Timor- Leste. Pernyataan yang berpengaruh datang dari Bank Dunia dan IMF. Presiden Bank Dunia James Wolfensohn menulis langsung kepada Presiden Habibie pada tanggal 8 September yang menekankan perlunya Indonesia memulihkan keamanan dan ketertiban serta menghormati hasil Konsultasi Rakyat. Indonesia, masih rentan dari segi ekonomi setelah terjadinya krisis ekonomi yang melanda Asia tahun 1997, semakin mendapatkan banyak tekanan. Ketika Presiden Amerika Serikat tiba di pertemuan puncak APEC pada tanggal 11 September, ia mengumumkan penangguhan penjualan senjata ke Indonesia. Inggris dan Uni Eropa juga mengumumkan hal yang sama. 649. Pada tanggal 11 September Misi Dewan Keamanan PBB terbang ke Dili. Jenderal Wiranto terbang ke Timor-Leste mendahului Misi PBB tersebut. Ketika utusan tiba, situasi Dili relatif tenang, yang menunjukkan kemampuan TNI untuk menjaga keamanan apabila ia memilih untuk melakukannya.808 Misi Dewan Keamanan ini mendapat penjelasan singkat di markas TNI, dan bertemu dengan staf UNAMET serta orang-orang Timor-Leste yang terusir yang berada di markas tersebut. Misi ini kembali ke Jakarta pada hari itu juga, karena Dewan Keamanan sedang mengadakan rapat di New York untuk membahas situasi di Timor-Leste. Rapat Dewan Keamanan berakhir hampir enam jam, dengan lima puluh delegasi yang turut berbicara.809 Dukungan bagi intervensi internasional di Timor-Leste menjadi tinggi, dengan banyak negara yang meminta persetujuan Indonesia atas tindakan ini. 650. Pengasingan Indonesia karena kejadian di Timor-Leste benar-benar mencapai puncaknya. Pada tanggal 12 September, dengan Misi Dewan Keamanan masih berada di Jakarta, Presiden Habibie mengadakan rapat Kabinet. Setelah itu, ia menelpon Sekjen PBB untuk meminta bantuan guna memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor-Leste, dan segera setelah itu mengumumkan hal ini melalui saluran TV dan radio nasional Indonesia. 651. Dengan mendapat izin dari Indonesia, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1264 (1999) pada tanggal 15 September, yang memberikan mandat kepada pasukan multinasional dengan kekusaan Bab VII penuh untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor-Leste. Ian Martin memberikan kesaksian kepada Komisi bahwa hanya setelah adanya komitmen internasional inilah ia kemudian membuat keputusan untuk menutup markas UNAMET Dili. Ia menjelaskan kepada Komisi bahwa sebelumnya, pada tanggal 8 September, ia menyarankan agar UNAMET menarik diri tetapi pertemuan dengan staf senior menunjukkan bahwa mereka bersedia tinggal selama orang Timor-Leste bersama mereka di markas.810 Pada tanggal 10 September evakuasi pertama memindahkan sebagian besar staf UNAMET, termasuk beberapa staf asal Timor, meninggalkan 80 sukarelawan untuk tinggal bersama orang Timor- * Kelima anggota utusan adalah Martin Andjabal dari Namibia, Dubes Jeremy Greenstock dari Inggris, Dubes Danilo Türk dari Slovenia, Dubes Hasmy Agam dari Malaysia, dan Menteri Alphons Hamer, Wakil Presiden Dewan Keamanan dari Belanda. - 156 - Leste yang mencari perlindungan di markas. Banyak di antara mereka adalah staf Konsultasi Rakyat UNAMET lokal, dan pasti akan dijadikan sasaran jika ditinggal. 652. Ketika Indonesia mengumumkan pada tanggal 12 September bahwa Indonesia akan menerima intervensi internasional, ada kekhawatiran bahwa TNI dan milisi akan melakukan balas dendam terhadap staf UNAMET dan orang-orang yang bersama dengan mereka di markas UNAMET sebelum pasukan mendarat di Dili.811 Aktivitas diplomatik yang intensif meminta izin Presiden Habibie dan Perdana Menteri Howard untuk melakukan evakuasi terhadap 1500 orang Timor yang mengungsi di markas UNAMET, dan pada tanggal 14 September mereka dievakuasi ke Darwin. Ian Martin ikut terbang bersama mereka. Markas UNAMET ditutup, dan tim kecil yang terdiri atas 12 staf UNAMET dipindah ke konsulat Australia yang dijaga untuk menunggu kedatangan Interfet, dan dikepung oleh tentara Kostrad. Evakuasi penduduk secara paksa 653. Di balik upaya diplomatik yang gencar dan foto-foto yang terbatas mengenai Timor-Leste yang dikirim oleh orang-orang yang masih berada di markas UNAMET, perusakan dan pemindahan paksa yang telah mulai pada hari-hari setelah pengumuman hasil Konsultasi Rakyat semakin meningkat. Meskipun pada umumnya lebih buruk dan dengan waktu lebih lama di wilayah bagian barat di mana TNI-milisi lebih kuat, kekerasan terjadi di seluruh wilayah.812 654. Sebelum Konsultasi Rakyat, TNI dan polisi telah merencanakan evakuasi massal penduduk. Mereka mempunyai rencana darurat rinci untuk menyelamatkan penduduk dari perang sipil yang diperkirakan Indonesia akan terjadi setelah Konsultasi Rakyat. Ini merupakan bagian dari kebijakan yang direncanakan sebelumnya, seperti disebutkan di atas.813 Ada perbedaan pendapat mengenai apakah ini merupakan evakuasi untuk melindungi orang Timor- Leste, atau pemindahan paksa di bawah intimidasi dan kekerasan. Sementara sebagian orang benar-benar ingin meninggalkan wilayah tersebut, kondisi kekerasan diciptakan oleh TNI dan milisi, pelaku yang sama yang melakukan evakuasi. Setelah Konsultasi Rakyat, 250.000 orang, atau lebih dari seperempat penduduk, dipindahkan dari Timor-Leste, paling banyak ke Timor Barat (lihat Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan kelaparan). Baik militer maupun polisi keduanya terlibat dalam upaya pemindahan ini, dan polisi serta Kodim digunakan sebagai tempat transit untuk evakuasi.814 Karena takut terhadap milisi yang menyerang, banyak orang mencari perlindungan kepada militer atau polisi dan setelah itu mereka dibawa ke Timor Barat. Saksi mata mengatakan bahwa orang-orang diusir dari rumah mereka oleh TNI dan milisi, kemudian rumah mereka dirusak.815 Pengusiran paksa terus terjadi hingga kedatangan Interfet pada tanggal 20 September.816 Banyak orang Timor-Leste terbang dengan pesawat menuju Jawa beberapa hari setelah Konsultasi Rakyat, karena takut pecahnya kekerasan. 655. Sekitar 400.000 orang diperkirakan melarikan diri untuk menghindari kekerasan di kota dan desa menuju bukit di pedalaman Timor-Leste yang keadannya relatif aman (lihat Bab 7.3.: Pemindahan Paksa dan Kelaparan). Karena mereka tidak mempercayai Militer atau Polisi Indonesia, banyak yang lari mencari perlindungan di markas Falintil di gunung-gunung. Puluhan ribu orang meninggalkan kota-kota besar. Sekitar 10.000 meninggalkan Ermera, dan antara 30.000 dan 40.000 orang meninggalkan Dili menuju wilayah di sekitar kompleks Gereja di kaki bukit sekitar Dare. Di dare orang-orang yang memiliki telepon seluler mengadakan kontak ke seluruh dunia dan menjelaskan langsung apa yang mereka lihat dari atas bukit dengan mata kepala mereka mengenai perusakan kota Dili. Makanan, air dan obat-obatan tidak mencukupi, dan ketakutan akan adanya serangan TNI dan milisi tinggi. Interfet datang: TNI ditarik 656. Pada tanggal 19 September, Komandan Interfet dari Australia Mayor Jenderal Peter Cosgrove, wakilnya dari Thailand, dan Kepala dari kontingen negara lain terbang dari Darwin - 157 - menuju Dili, yang ditemani oleh kepala UNAMET, Ian Martin. Pada tanggal 20 September, tentara Interfet tiba di Timor-Leste.* 657. Militer Indonesia dalam proses penarikan. Pada tanggal 20-21 September, Battalion 745 ditarik dari Lautém ke Dili, dan diketahui membunuh hingga 17 orang saat mengundurkan diri (lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa). Selain pembunuhan oleh TNI pada periode pasca Konsultasi Rakyat, kelompok-kelompok milisi tertentu masih terus aktif. Pada tanggal 23 September milisi membunuh 12 orang di Ainaro. Pada tanggal 25 September, lima hari setelah Interfet tiba di Timor-Leste, milisi Tim Alfa, yang telah lama menjalin hubungan dengan Kopassus, melakukan menghadang dan mengeksekusi, dengan menggunakan pedang, anggota iring-ringan kemanusiaan yang dipimpin oleh Biarawati Katolik di tikungan di dekat sungai Sika di kabupaten Lautém. Sembilan orang, termasul lima orang Biarawati, seorang wartawan Indonesia, dan dua orang lainnya terbunuh.817 658. Sadar akan kemarahan TNI atas intervensinya, serta adanya potensi bahaya dari kelompok milisi, Interfet menempatkan pasukan dengan hati-hati. Interfet butuh waktu satu bulan untuk mencapai daerah terisolasir seperti Oecusse. Setelah keamanan dapat dipulihkan orangorang yang tadinya bersembunyi di gunung-gunung atau mencari perlindungan pada Falintil kembali ke puing-puing kota dan desa mereka. Banyak di antara orang-orang yang kembali dari gunung dan tempat lainnya karena mengungsi berada dalam keadaan lapar dan sakit, dan umumnya dalam kondisi sangat jelek. Pada tanggal 30 Oktober militer Indonesia yang terakhir telah ditarik.818 Komandan Falintil – Xanana Gusmão hadir di lapangan terbang Dili untuk menyaksikan pemberangkatan tentara terakhir yang ditarik. 659. Pengalaman 250.000 pengungsi di Timor Barat benar-benar berbeda dengan para pengungsi yang masih berada di wilayah Timor-Leste. Sebagian besar dari mereka tinggal di kamp sepanjang perbatasan dan di dekat Kupang. Komisi mendengarkan kesaksian langsung dari koalisi LSM Indonesia dari Timor Barat, yang bekerja dengan pengungsi Timor-Leste.819 Koalisi menceritakan tentang kamp-kamp yang dikontrol oleh TNI dan kelompok milisi, di mana orang-orang sipil hidup di bawah ketakutan dan intimidasi. Perempuan dewasa dan anak-anak perempuan khususnya tidak berdaya dan rentan. Kesaksian pada Komisi dari perempuan yang menjadi korban menceritakan tentang perbudakan seksual oleh para anggota milisi. 660. Fasilitas di Timor Barat tidak layak dan tidak dapat menampung jumlah pengungsi yang besar tersebut. Saat tiba, banyak pengungsi menandatangani formulir yang menyatakan keinginan mereka untuk menjadi WNI dan bersedia dimukimkan di wilayah manapun di Indonesia. Beberapa orang kemudian mengatakan bahwa mereka menandatangani karena dipaksa.820 Kelompok milisi berkuasa di kamp pengungsi, dan terus mencari tokoh-tokoh CNRT. Mau Hodo, yang telah mencoba berdialog dengan KPS setelah Konsultasi Rakyat, hilang di Atambua.821 Lama setelah referendum, milisi terus melakukan pelecehan dan mengintimidasi pengungsi, dan menyebarkan informasi bohong mengenai situasi di Timor-Leste. Mereka juga turut campur dengan orang-orang Timor yang ingin kembali.822 Pembentukan UNTAET: Resolusi Dewan Keamanan 1272, 25 Oktober 1999 661. Sejumlah kecil staf UNAMET kembali ke Timor-Leste bersama Interfet. Petugas penghubung militer merupakan orang-orang yang pertama kembali, kemudian disusul oleh polisi dan petugas urusan sipil. Perhatian utama mereka adalah keamanan dan stabilitas, dan menangani krisis kemanusiaan yang dianggap mendesak. Dengan penempatan pasukan Interfet dan pengamanan wilayah Timor-Leste, intervensi kemanusiaan internasional dalam jumlah besar * Dengan kekuatan penuh, Interfet terdiri dari kurang lebih 11.000 pasukan dari dua puluh negera yang berbeda. Australia bertindak sebagai pemimpin pasukan, dan memiliki 5.000 pasukan. Diperlukan waktu beberapa lama untuk mencapai kekuatan maksimum, dan pada awalnya, jumlah pasukan TNI masih melebihi jumlah pasukan Interfet [Dunn, East Timor,hal. 361]. - 158 - mulai berdatangan. Konferensi donor diadakan pada bulan November di Tokyo di mana janji sebesar $ 522 juta diterima.823 Badan-badan PBB, IMF dan Bank Dunia, serta LSM internasional melakukan mobilisasi bantuan keadaan darurat. CNRT menyiapkan jaringannya untuk membantu operasi ini. LSM Timor aktif dalam bantuan kemanusiaan dan koordinasi, meskipun mereka menghadapi tantangan besar mengurusi lembaga mereka sendiri sementara operasi internasional yang besar berlangsung. Gereja Katolik memainkan peranan penting dalam melakukan koordinasi di banyak tempat. 662. Indonesia tetap berkeras bahwa secara de jure ia mengontrol Timor-Leste sampai MPR membuat keputusan resmi mengenai hasil Konsultasi Rakyat. Namun demikian, Indonesia setuju bahwa PBB dapat memegang kekuasaan secara de facto.824 Pada tanggal 19 Oktober MPR mencabut Undang-Undang tahun 1976 tentang penggabungan Timor-Leste sebagai sebuah provinsiTimor-Leste), dan pada tanggal 25 Oktober Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1272 (1999) yang membentuk Pemerintahan Transisi PBB untuk Timor-Leste (UNTAET), yang, anjadikan PBB sebagai pemegang otoritas pemerintahan resmi untuk Timor- Leste. Pulang ke Rumah 663. Bagi orang Timor yang berada di Timor Barat, di daerah lain di Indonesia, di Portugal, Australia dan belahan dunia yang lain, orang-orang yang terusir baru-baru ini, mereka yang dibebaskan dari berbagai penjara Indonesia, dan mereka yang lama berada dalam pengasingan, pertanyaannya ialah kapan dan bagaimana mereka dapat kembali ke Timor-LesteUskup Belo adalah tokoh yang pertama yang kembali pada tanggal 5 Oktober setelah sebulan berada di luar wilayah Timor-Leste. Xanana Gusmão kembali di tengah-tengah sambutan yang meriah pada tanggal 22 Oktober. Setelah 24 tahun berada di luar negeri José Ramos-Horta tiba dengan Pemerintahan Transisi PBB yang baru diangkat dan Utusan Khusus Sekjen PBB, Sérgio Vieira de Mello, pada tanggal 1 Desember. Pengungsi Timor-Leste mulai kembali dari Timor Barat pada bulan-bulan akhir tahun 1999, dibantu oleh UNHCR, IOM dan LSM internasional. Yang lain, sebagian berada di pengasingan sejak 1975, kembali dan menemukan kampung halaman mereka menjadi abu. 664. Hak untuk menentukan nasib sendiri akhirnya dihormati dan ditegakkan oleh masyarakat internasional, namun hanya setelah orang-orang Timor-Leste menunjukkan keberanian besar untuk menghadapi intimidasi dan kekerasan masal dan setelah mereka memberikan suara mereka. Tugas membangun negara didasarkan atas penghormatan hak asasi manusia, penegakan hukum serta prinsip demokrasi, termasuk pengadilan bagi kejahatan masa lalu terhadap kemanusiaan, adalah pekerjaan dan harapan generasi saat ini dan masa mendatang. 1 Dr Asvi Warman Adam, dalam sebuah makalah berjudul “Sejarah Timor-Timur dalam Sejarah Indonesia” disampaikan dalam Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret2004. 2Luís Filipe F. R. Thomaz, De Ceuta A Timor, DIFEL, Lisbon, 1994, h. 598. 3 James Dunn, East Timor: A Rough Passage to Independence, Longueville Media, Edisi ke tiga 2003, Australia, h.17 4 René Péllisier (ed), Timor en Guerre, La Crocodile et Les Portugais (1847-1913). - 159 - 5 Dr Soebandrio, yang kemudian menjabat Menteri Luar Negeri, pada Komite Pertama Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 1957, kutipan dalam Dunn hal. 85-6 6 Geoffrey Robinson, “People’s war: militias in East Timor and Indonesia”, dalam South East Asia Research 9, 3, hal. 271-318. 7 Hélio Felgas, Timor Português, Agência Geral do Ultramar, 1956, hal. 227, seperti dikutip dalam Abílio Araújo, Timor-Leste: Os Loricos Vontaram a Cantar, Lisboa, 1977, hal. 75. 8 Lihat Geoffrey C. Gunn, Timor Loro Sae: 500 Years, Livros do Oriente, Macau, 1999, hal. 95-103. 9 Dunn, East Timor: A Rough Passage to Independence, 2003, h.17 10 Rene Pelessier (eds), Timor en Guerre, La Crocodile et Les Portugais (1847-1913) 11 Peter Hastings, “The Timor Problem”, Australian Outlook, Vol. 29, No. 1. 12 David Scott “judul?”, pidato yang disampaikan pada audiensi nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, Dili, 15-16 Maret 2004. 13 Dunn, East Timor: A Rough Passage to Independence, 2003, pp. 19-22. 14 Lihat Tomás Gon çalves “kesaksian”, Pidato yang disampaikan pada audiensi nasional CAVR tentang para Pelaku Sejarah dan Mario Carrascalão sebagai Pelaku Sejarah. 15 Gunn, Timor Loro Sa’e hal. 235-236. 16 Rowena Lennox, Fighting Spirit of East Timor: The life of Martinho da Costa Lopes , Pluto Press, 2000, hal. 62. 17 Xanana Gusmão, Timor-Leste: Un Povo Uma Pátria, Edições Colibri, 1994, hal. 3. 18 Arnold Kohen, From the Place of the Dead: Bishop Belo and the Struggle for East Timor , Lion Books, 1999, hal. 88. 19 Lennox, Figthing Spirit, hal. 63. 20 Gusmão, Um Povo Uma Pátria, hal. 3. 21 Lihat Bill Nicol, Timor: The Stillborn Nation, Visa Books, Melbourne and Connecticut, 1978, hal. 21 22 João César das Neves, The Portuguese Economy: A Picture in Figures XIX and XX Centuries , Universidade Católica Editora, 1994, hal. 79-84. 23 ACFOA (Australian Council for Overseas Aid), Report On Visit to East Timor, Oktober 1975, hal. 7. 24 Dokumen resmi Sidang Umum, Sesi ke-30, Suplemen No. 23 (A/10023/Rv.1), bab VIII, lampiran, bagian B, paragraf 56. 25Thomaz, hal. 686-687; Helen Hill, Stirrings of Nationalism in East Timor: Fretilin 1974-1978 , The Origins, Ideologies and strategies of a nationalist movement, Otford Press, 2002, hal. 39. 26 João Mariano de Sousa Saldanha, Ekonomi Politik Pembangunan Timor-Leste , Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal. 57; lihat juga: Lembar Kerja tentang Timor dipersiapkan oleh Dekretariat PBB untuk Komite Khusus tentang Dekolonisasi, 20 November 1975, dalam Heike Krieger (ed.), East Timor and the International Community: Basic Dokumens, Cambridge University Press, 1997, Timor: Pequena Monografia, Lisboa, Agência Geral do Ultramar, 1965, hal. 18-26. 27 Timor: pequena monografia, Agência-Geral do Ultramar, 1965, hal. 47-48. 28 Resolusi Sidang Umum PBB 1807 (XVII), 1962, para. 4 (c). Lihat Heike Krieger (ed.), East Timor and the International Community: Basic Documents, Cambridge University Press, 1997, hal. 31. 29 Bill Nicol, Timor: The Stillborn Nation, Visa Books, Melbourne and Connecticut, 1978, hal.21 30 Relatório da Comissão de Análise e Esclarecimento do Proceso de Descolonização de Timor (Relatório CAEPDT), Presidência do Conselho de Ministros, Lisbon, 1981, hal. 25. - 160 - 31 Norrie MacQueen, The Decolonization of Portuguese Africa : Metropolitan Revolution and The Dissolution of Empire, Longman, London, 1997 hal. 79. 32 Relatório da Comissão de Análise e Esclarimento do Proceso de Descolonização de Timor (Relatório CAEPDT), Presidência do Conselho de Ministros, Lisbon, 1981, hal. 26, hal. 26. 33 Dekrit No. 7/1974. Lihat Heike Krieger (ed.), East Timor and the International Community: Basic Dokumens, Cambridge University Press, 1997, hal. 34. 34 Lihat Lemos Pires, 2003, testimoni video kepada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Internal 1974-1976, 15-18 Desember 2003 35 Mário Carrascalão, Xanana Gusmão, Francisco Xavier do Amaral, Domingos de Oliveira, João Carrascalao semua menjelaskan masalah ini dalam kesaksian masing-masing pada Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Internal pada tahun 1974-76, Dili, 15-18 Desember 2003. 36 Kreiger, hal. 25-29. 37 Ibid, hal. 30-31. 38 Mário Lemos Pires, Descolonização de Timor, Publicações Dom Quixote, 1994, hal. 46-47. 39 Relatório CAEPDT, hal. 44. 40 Domingos Oliveira, mantan Sekretaris Jenderal partai politik UDT berbicara sebagai Pelaku Sejarah pada audiensi publik nasional CAVR tentang Konflik Internal pada tahun 1974-76, Dili, 18 Desember 2003 41 Lihat Mario Lemos Pires, Relatório do Governo de Timor , hal. 28-30. Lihat juga kesaksian dari Mário Carrascalão dan Domingos de Oliveira tentang UDT, dan Mári Alkatiri, José Ramos-Horta dan Francisco Xavier do Amaral tentang ASDT dan Fretilin pada audiensi publik nasional CAVR tentang Konflik Internal pada tahun 1974-76, 15-18 Desember 2003 42 Domingos de Oliveira, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-1976, 15-18 Desember 2003. 43 Mário Lemos Pires, Descolonização de Timor, Publicações Dom Quixote, 1994, hal. 191-121. 44 Lihat Pires, Relatório, hal. 23; lihat juga Jill Jolliffe, East Timor: Nationalism and Colonialism , The University of Queensland Press, 1978, hal. 67. 45 Lihat wawancara dengan Paulo Freitas da Silva, Presiden Trabalista, kantor CAVR, 9 Juli 2003; lihat juga Pires, Relatório, hal. 20. 46 James Dunn, East Timor: A Rough Passage to Independence, Longueville, 2003, hal. 62. 47 Lihat Dr José Ramos-Horta, Yusuf Wanandi dan James Dunn, kesaksian lisan kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Konflik Internal 1974-76, pada 18 Desember 2003. Testimoni Yusuf Wanandi disampaikan sebagai sebuah paper dan dibacakan secara publik kepada Komisioner Nasional Pdt. Agustinho Vasconcelos 48 Lihat Gary Gray, kesaksian kepada CAVR, Audiensi Publik Nasional mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 49 Lihat Dr José Ramos-Horta, kesaksian kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Konflik Internal 1974- 76, 17 Desember 2003. 50 Francesc Vendrell, kesaksian kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 51 Harold Crouch, The Army and Politics in Indonesia, Cornell University Press, Ithaca, London, hal.155; Adam Schwarz, A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s, Allen & Unwin, NSW, 1994, hal.20 52 Lihat James Dunn, kesaksian lisan kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Konflik Internal 1974-76, 17 Desember 2003; Lihat also Xanana Gusmão, kesaksian lisan kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Konflik Internal 1974-76, 15 Desember 2003. - 161 - 53 J.R. Walsh dan G.J. Munster, Documents on Australian Defence and Foreign Policy 1968-1975 , Hong Kong, 1980, h. 192-193. 54 Rekaman Resmi Majelis Umum, dikutip di Decolonisation, UN Department of Political Affairs, No.7, Agustus 1976, hal.41 55. Faximile dari surat tersebut ada di Arsip CAVR. 56 Department of Foreign Affairs and Trade [DFAT], Wendy Way (ed.), Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, University of Melbourne Press, 2000, h.18. 57 See UN documen t A/AC 108/L. 13.3, tertanggal 3 Desember 1962, dikutip dalam John Taylor, East Timor: The Price of Freedom, hal. 21. Lihat juga Ken Conboy, Intel: Inside Indonesia’s Intelligence Service, Equinox Publishing, Singapore, 2004, hal. 39. 58 Lihat Mári Alkatiri, kesaksian kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Konflik Politik Internal 1974- 76, 15-18 Desember 2003. 59 Wawancara dengan Aloysius Sugianto, mantan perwira Opsus, Jakarta, 24 Juli 2003. 60 Pernyataan Duta Besar Sani kepada Majelis Umum, 13 Desember 1975, dicetak ulang dalam Drs Machmuddin Noor, Lahirnya Propinsi Timor-Leste, Badan Penerbit Almanak Republik Indonesia, 1977, h. 271. 61 James Dunn, East Timor: A Rough Passage, hal. 90. Lihat juga kesaksian James Dunn ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 62 Soekanto dkk., Integrasi: Kebulatan Tekad Rakyat Timor-Leste , Yayasan Parikesit, November 1977, h. 97. 63 Lihat dokumen 7 di DFAT, Australia and the Indonesian Incorporation of East Timor, h. 56. 64 Lihat dokumen 26 di DFAT,Australia and the Indonesian Incorporation of East Timor, h. 97. 65 Bilveer Singh, Timor-Leste, Indonesia dan Dunia: Mitos dan Kenyataan , Institute for Policy Studies, 1998, h. 52. 66 Wawancara dengan Jusuf Wanandi, CSIS, Jakarta, 24 Juli 2003. 67 See Mario Carrascalao, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 68 José Ramos-Horta, Timor-Leste: Amanhã em Díli , Publicações Dom Quixote, 1994, pp. 58-59. Or Funu: The unfinished saga of East Timor, The Red Sea Press, 1987, h. 6-7. 69 Ramos-Horta, op. cit., h. 75-76. Dia juga mengatakan bagaimana dia diklaim “memprovokasi” para pemuda di Bidau untuk melemparkan batu kepada prajurit Portugis. Klaim yang jelas-jelas salah. 70 Domingos Oliveira, Kesaksian Lisan ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 71 Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 72 Fransisco Xavier Do Amaral, Kesaksian kepada CAVR, Audiensi Publik mengenai Konflik Internal, 15- 18 Desember 2003 73 Lemos Pires, Kesaksian Video ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 74 Mário Carrascalão, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-1976, 15-18 Desember 2003. - 162 - 75 Lihat João Carrascalão, Mári Alkatiri, Francisco Xavier Amaral dan Domingos de Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 16 Desember 2003. 76 José Ramos-Horta, Timor-Leste-Amanhä em Díli, Publicaçöes Dom Quixote, 1994, h. 96-97. 77 Lihat Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 78 Xanana Gusmão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 79 Wawancara CAVR dengan Tomás Gonçalves, Dili, 23 Oktober 2003. 80 Lihat Rogério Lobato, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 81 Lihat Rogerio Lobato, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 82 Pires, Decolonizaçäo, h. 112-113. 83 Lihat Rogerio Lobato, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 84 Lihat Mari Alkatiri, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003; Lihat juga wawancara dengan Marito Reis. 85 Lihat Mário Carrascalão dan Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 86 Lihat Mari Alkatiri, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 87 Lihat Mari Alkatiri, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 88 Manuel Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003. 89 Lihat Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 90 Fretilin, Manual e Programa Políticos, h. 9 91 Lihat Mari Alkatiri, Testimoni ke CAVR, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 92 Lihat Mario Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 93 Lihat Mario Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 94 Lihat José Ramos-Horta, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 95 João Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 96 José Ramos-Horta, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 97 Mario Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. - 163 - 98 Mario Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 99 Mario Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 100 João Carrascalão, dan Mári Alkatiri, Kesaksian Lisan ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 101 Mari Alkatiri, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 102 Lihat José Ramos-Horta, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 103 Lihat Tomás Gonçalves, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 104 Lihat, misalnya, Manuel Duarte, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003; lihat juga Alexander da Costa dan António Amado, Kesaksian ke CAVR Audensi Publik Nasional mengenai Pembantaian, 19-21 November 2003; Lihat juga Domingos Maria Alves, Kesaksian ke CAVR, Audensi Publik Nasional Mengenai Penahanan Politik, 17- 18 Februari 2003. 105 Isabel dos Santos Neves, Kesaksian ke CAVR, Audensi Publik Mengenai Anak-Anak dan Konflik , 29- 30 Maret 2004. 106 Xanana Gusmão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 107 Mário Lemos Pires, Decolonização de Timor, Publições Dom Quixote, 1994, h. 58. 108 Relatório da Comissão de Análise e Esclarecimento do Process de Descolonização de Timor II, [Analisa dan Penjelasan mengenai prosess Dekolonisasi di Timor II] 109 Lemos Pires, Kesaksian video ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 16 Desember 2003. 110 Relatório da Comissão de Análise e Esclarecimento do Process de Descolonização de Timor II, h. 38. 111 A. Barbedo de Magalhães, Descolonização do Ensino em Timor: Um Projecto a Intervenção Indonésia Matou á Nascença, Porto, Februari 1997. 112 Lihat Rogério Lobato, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 113 Lihat Lemos Pires, Kesaksian Video ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 17 Desember 2003. 114 Lihat Mario Carrascalão, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 115 Lihat Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 116 Lihat Mario Carrascalao and Mari Alkatiri, Kesaksian lisan ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 117 Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 118 Lemos Pires, KesaksianVideo ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. - 164 - 119 Lihat, “Setelah Townsville,” Tempo, 5 Mei 1975, Conboy, Kopassus, h. 208; Lihat juga Ramos-Horta, Funu, h. 66. 120 Ramos-Horta, Funu, h. 64. 121 Mario Carrascalão, Kesaksian Lisan ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 122 Lihat Domingos Oliveira, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 123 Lihat kesaksian dari Xanana Gusmão dan Mario Carrascalão ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 124 Domingos de Oliveira, mantan Sekretaris Jenderal UDT, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 125 “Indonesia Plans Armed Takeover in Timor,” Melbourne Age , 22 Februari 1975, dikutip dalam Taylor, East Timor, h 40 dan catatan kaki 44; lihat juga Conboy, Kopassus, h 238. 126 Jiwa Atmaja, TNI Kembali ke Jatidiri: Profesionalisme Kodam IX/Udayana, h 74. 127 Conboy, Intel, h 90. 128 Wawancara CAVR dengan Tomás Gonçalves, pelantikan anggota Apodeti, Dili, 23 Oktober 2003. 129 Tomás Gonçalves, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 130 Tomás Gonçalves, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 131 Conboy, Kopassus, h 207. 132 Soekanto (ed.), Integrasi, Yayasan Parikesit, 1976, h. 116-134. 133 Pires, Decolonizaçäo, h. 49. 134 Relatorio II, h.54. 135 Relatorio II h.44-46. 136 Major-General Mário Lemos Pires, Kesaksian Video ke CAVR pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 137 Lihat Dokumen 123 di DFAT, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor 1974- 1976, h 247. 138 Lihat Dokumen 26, Record of Meeting between Whitlam and Soeharto, in DFAT, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, Department of Foreign Affairs and Trade[DFAT]/University of Melbourne Press 1974-76, h. 96. 139 Lihat Dokumen 26, Record of Meeting between Whitlam and Soeharto, in DFAT, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, Department of Foreign Affairs and Trade[DFAT]/University of Melbourne Press h. 97. 140 Lihat Dokumen 123, Record of Conversation between Whitlam and Soeharto, Townsville, 4 April 1975, in Wendy Way, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, Department of Foreign Affairs and Trade[DFAT]/University of Melbourne Press, 2000, h. 245 141 Lihat Dokumen 123, Record of Conversation between Whitlam and Soeharto, Townsville, 4 April 1975, in Wendy Way, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, Department of Foreign Affairs and Trade[DFAT]/University of Melbourne Press, 2000, h. 245 142 Lihat Dokumen 14, DFAT, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, h. 119. - 165 - 143 Lihat Dokumen 37, Document 37, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, h.111. 144 Lihat Document 127, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, h.253. 145 Richard Woolcott, The Hot Seat , Reflection on Diplomacy from Stalin’s Death to the Bali Bombings , Harpers Collins Publishers, Sydney, 2003, h.306. 146 Pires, Decolonizaçäo, Publicações Dom Quixote, 1994, h. 167-168. 147 Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Kesaksian ke CAVR, Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 148 Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Kesaksian ke CAVR, Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 149 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, Perdana Menteri RDTL, di kantor Perdana Menteri , Juni 2004. Lihat juga kesaksian oleh Mari Alkatiri pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 150 Mário Carrascalão , Kesaksian pada Audensi Publik Nasional Mengenai Konflik Politik Internal 1974- 76, 15-18 Desember 2003. 151 National Security Archive collection, Memorandum of Conversation between Presidents Ford and Suharto, 5 July 1975, Camp David. 152 Woolcott, The Hot Seat, h.148. 153 Lihat Domingos de Oliveira dan João Carrascalão, kesaksian lisan pada CAVR Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 154 Lihat Mayor-Jenderal Mário Lemos Pires, kesaksian dalam video pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 16 Desember 2003. 155 Lihat Tomás Gonçalves, kesaksian lisan pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 156 Wawancara CAVR dengan João Carrascalão, Dili, 30 Juli 2004. 157 Wendy Way (ed), Documents on Australian Foreign Policy: Austalia and the Incorporation of Portuguese Timor, 1974-76, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan, Dokumen 169, hal.313, 158 João Carrascalão, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 159 Lihat Mário Carrascalão dan Domingos de Oliveira, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 December 2003 secara berurutan. 160 Submisi Domingos Oliveira pada CAVR, hal.26 161 Lihat Pires, Decolonizaçäo, Publicações Dom Quixote, 1994, hal. 181-231 162 Pires, Decolonizaçäo, Publicações Dom Quixote, 1994, hal. 204. 163 Lihat Rogério Lobato, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 17 Desember 2003. 164 Lihat Mário Carrascalão dan Domingos de Oliveira, Historical Actors, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15 dan 18 Desember 2003 secara berurutan. 165 Lihat Mayor-Jenderal Mário Lemos Pires, kesaksian dalam video pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 16 Desember 2003. 166 Lihat Relatório da CAEPDT , Presidencia do Conselho de Ministros, Lisbon, 1981, hal. 186-191; lihat juga Lemos Pires, Decolonizaçäo, hal. 228. - 166 - 167 Lemos Pires, Decolonizaçäo, hal. 213. 168 Lemos Pires, Decolonizaçäo, hal. 225. 169 Jolliffe, East Timor: Nationalism and Colonialism , The University of Queensland Press, 1978, hal. 121- 122; lihat juga Pires, Decolonizaçäo, hal. 205 170 Relatório do Governo de Timor, hal. 118. 171 Wawancara CAVR dengan Rogério Lobato, Kementerian Dalam Negeri, 26 Agustus 2003. 172 Wawancara CAVR dengan Lucas da Costa, anggota komite regional ASDT, kantor CAVR, 21 Juni 2004. 173 Wawancara CAVR dengan Rogério Lobato, Kementerian Dalam Negeri, 26 Agustus 2003. 174 Mario Carrascalão, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003; Mayor-Jenderal Mário Lemos Pires, kesaksian dalam video pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003; dan Profil Komunitas, Suco Asucai Lorosae, Nain Feto. 175 Mario Carrascalão, kesaksian lisan pada CAVR , Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 176 Francisco Xavier do Amaral, kesaksian lisan pada CAVR , Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 177 Dunn, East Timor, 2003, hal. 176 178 Wawancara CAVR dengan Elidio Maria de Jesus, 24 Juni 2003; lihat juga pernyataan HRVD # 03426- 01 dan 03427-01. 179 Lihat Adelino Soares, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik tentang Pemenjaraan Politis , 17-18 Desember 2003; lihat juga Manuel Duarte, kesaksian lisan pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003; lihat juga wawancara dengan Florentino de Jesus Martins, Ermera, [interview tanpa tanggal]. 180 Xanana Gusmao, kesaksian lisan pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 181 Rogério Lobato, kesaksian lisan pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 182 Lihat João Carrascalão dan Mári Alkatiri, kesaksian lisan pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal Bersenjata 1974-76, 15-18 Desember 2003 183 Tentang keterlibatan tokoh-tokoh senior dalam pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Fretilin, lihat wawancara CAVR dengan Humberto Martins da Cruz, Dili,dan wawancara CAVR dengan Francisco Gonçalves; tentang pelanggaran-pelanggaran UDT, lihat wawancara CAVR dengan João Carrascalão, Dili, 30 Juli 2004. 184 Lihat Mário Carrascaláo dan Rogério Lobato, kesaksian lisan pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15 dan 17 December 2003 secara berurutan. 185 Lihat Mário Carrascalão, kesaksian oral pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003. 186 Lihat Tomás Gonçalves, kesaksian oral pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003; lihat juga wawancara dengan Aloysius Sugyianto, Jakarta, 23 Juli 2003. 187 Lihat Tomás Gonçalves, kesaksian oral pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003, João Carrascalão, ibid; dan Bapa Francisco Fernandes dan Bapa - 167 - Apolinario Guterres, Pernyataan Dikirim ke Komite Empat Sidang Umum PBB atas nama Comissão dos Refugiados de Timor Oriental, 26 Oktober 1979. 188 Pires, Decolonizaçäo, hal. 247-248. 189 Jolliffe, East Timor, hal. 139; lihat juga Dunn, East Timor, 2003 hal. 179. 190 Relatório da CAEPDT, hal. 230. 191 Lihat Relatorio da CAEPDT I, hal.308-311; Relatorio da CAEPDT, hal.231; Dunn, op.cit, hal. 184; dan Jolliffe, op.cit.,hal.184. 192 Lihat Akihisa Matsuno, “The Balibo Declaration: Between Text and Fact,” dalam Pedro Pinto Leite [editor], The East Timor Problem and the Role of Europe, International Platform of Jurists for East Timor, 1996. 193 Heike Krieger [editor], East Timor and the International Community: Basic Documents, Cambridge University Press, Cambridge, 1997, hal. 70-71. 194 Mario Carrascalão, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik Nasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003; lihat juga Jolliffe, hal. 150. 195 Conboy, Kopassus, hal. 211 dan 233; lihat juga Julius Pour, Benny Moerdani: Portrait of a Soldier Statesman, Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman, Jakarta, 1993, hal. 390. 196 Conboy, Kopassus, hal. 218-221; lihat juga: wawancara dengan Rui Lopes, Camenassa, Covalima, 31 Oktober, 2003. 197 Conboy, Kopassus, hal. 212. 198 Wawancara CAVR dengan Rui Lopes, mantan pemimpin Partisan, Camenassa, Covalima, 31 Oktober 2003. 199 “International Committee of the Red Cross, East Timor Relief Operation,” Report to the ICRC Geneva, 16 September 1976, hal. 1. 200 Jolliffe, East Timor, hal. 146. 201 Jolliffe, East Timor, hal. 164; lihat juga Helen Hill, Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae , Yayasan HAK & Sahe Institute for Liberation, Dili 2000, hal. 195. 202 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 203 Jolliffe, East Timor, h 155; Hill, Gerakan Pembebasan, 2000, h 197; Dunn, East Timor, 1983, h 271. 204 Komite Sentral Fretilin, siaran pers, 13 September 1975, ditandatangani oleh Francisco Xavier do Amaral. [arsip CAVR]. 205 Relatório da CAEPDT, h 230. 206 Pernyataan Komite Sentral Fretilin, 16 September 1975, dokumen ditulis tapi tidak ditandatangani oleh Francisco Xavier do Amaral. [Arsip CAVR]. 207 Dunn, Timor: A People Betrayed, hal. 229. 208 Jolliffe, East Timor, h 180. 209 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 210 Lihat contohnya HRVD Pernyataan 02226; 09081; 08432. 211 Lihat contohnya João Baptista, 19/08/2003, Aíleu, Pernyataan 05806-01, CAVR basis data PRK; dan João Soares, 15/05/2003, Ainaro, Pernyataan 04969-01, CAVR basis data PRK. 212 Francisco Xavier do Amaral, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. - 168 - 213 HRVD Pernyataan 01688. 214 Lihat Mári Alkatiri, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, sebagai Sekretaris Jenderal Fretilin, 18 Desember 2003. 215 Report on Visit to Portuguese Timor by Senator Gietzelt dan K.L. Fry , h 4 [Arsip CAVR]; dan Dunn, East Timor, 1983, h 211. Lihat juga Dunn, East Timor: Rough Passage to Independence, hal. 220. 216 Lihat Mári Alkatiri, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Internal 1974-76, sebagai Sekretaris-Jenderal Fretilin, 18 Desember 2003. 217 Lihat Senator Gietzelt dan Mr KL Fry, Report on visit to Portuguese Timor, September 1975; lihat juga James Dunn, People Betrayed, hal. 187; lihat juga wawancara CAVR dengan Mari Alkatiri, Dili, 25 Juni 2004. 218 Monis da Maia, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974- 76, 15-8 Desember 2003. 219 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004. 220 Wawancara CAVR dengan Monis da Maia, Manlewana-Dili, 5 Desember 2004. 221 Wawancara CAVR dengan João da Costa, Letefoho-Same, 24 Juni 2003. 222 José Ramos-Horta, Timor-Leste Besok di Dili, hal. 107-113. 223 Wawancara CAVR dengan João da Costa, Letefoho-Same, 24 Juni 2003. 224 Report on Visit to Portuguese East Timor by Senator Gietzelt dan K.L. Fry, h 4. 225 Rogerio Lobato, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 226 Mári Alkatiri, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974- 76, 16 Desember 2003. 227 Wawancara CAVR dengan Filomeno Pedro Cabral Ferndanes, Dili, 5 Mei 2004. 228 HRVD Pernyataan 03361-01. 229 Xanana Gusmão, kesaksian audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003; Lihat juga Rogério Lobato, kesaksian pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15 Desember 2003. 230 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 231 Lihat Dunn, p 211; Lihat juga Report on Visit to Portuguese East Timor by Senator Goetzelt dan K.L. Fry, h 3, [Arsip CAVR]. 232 Report on Visit to Portuguese East Timor by Senator Gietzelt dan K.L. Fry, h 8. 233 Helen Hill, Stirrings of Nationalism in East Timor, Otford Press, Sydney, 2001, h 154. 234 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 235 Hill, Stirrings of Nationalism, 2001, h 155. 236 Hill, Gerakan Pembebasan, 2000, h 185. 237 “ICRC Relief Programme in Eastern Timor ”, 24 November 1975, h 2; Lihat juga Geoffrey Gunn, Timor Loro Sae: 500 Years, Livros do Oriente, 2000, bab 13 “Colonial Capitalism dan Underdevelopment in Post-war Timor.” 238 Lihat John G. Taylor, Perang Tersembunyi: Sejarah Timor-Leste yang Dilupakan, Fortilos, Jakarta, 1998, h. 1-28. [Alihbahasa dari John G. Taylor, Indonesia’s Forgotten War: The Hidden History of East Timor, Zed Books, London, 1991.] - 169 - 239 Andre Pasquier kepada ICRC Geneva, Concerning the Situation in East Timor, Report on the activities of the delegation from 1-15 September, Darwin, 16 September 1975. 240 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Lecidere, 28 Agustus 2003. 241 Wawancara CAVR dengan Monis da Maia, 5 Desember 2003; Lihat juga wawancara dengan Rafael Nascimento, Aíleu, Juni 2003. 242 Wawancara CAVR dengan Monis da Maia, 5 Desember 2003; Lihat juga wawancara dengan Rafael Nascimento, Aíleu, Juni 2003. 243 Report on Visit to Portuguese East Timor, Senator Gietzelt dan K.L. Fry, h 6. 244 ACFOA, “Report on a Visit to East Timor for the ACFOA Timor Task Force,” h 8. 245 Hill, Gerakan Pembebasan, 2000, h 192. 246 Wawancara CAVR dengan Lucas da Costa, anggota komite regional ASDT, kantor CAVR di Dili, 21 Juni 2004. 247 Report on Visit to East Timor for the ACFOA Timor Task Force, h 7 dan h 4. 248 Shirley Shackleton, “Planting a Tree in Balibo” , dalam Peter Carey, Ed, East Timor at the Crossroads, Cassell, New York, 1995, h. 116. 249 Jolliffe, East Timor, h 201. 250 Adelino Gomes (Portuguese journalist), rekaman film ada pada Arsip CAVR. 251 Trankripsi wawancara dengan João Vieja Carrascalão, 13 Maret 1996, h 131, “Report on the Deaths of the Australian Based Journalists in East Timor in 1975”, Juni 1996. 252 Van Atta dan Toohey, “The Timor Papers, part II” The National Times, h 16. 253 Wawancara CAVR dengan Albino do Carmo, Suai, 31 Oktober 2003. 254 Budiardjo dan Liem, The War Against East Timor , h 21; Conboy , Kopassus , hal. 231-232; Korps Marinir TNI AL, 1970-2000, Jakarta, Dinas Penerangan Korps Marinir, 2000, hal. 188-189. 255 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, former leader of Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 256 Jolliffe, East Timor, p 201; lihat juga Mári Alkatiri, kesaksian yang disampaikan pada audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 257 Francisco Xavier do Amaral, “ Comrades! Independence or death! We will win,” terjemahan Bahasa Inggris dari pidato yang disampaikan dalam pelantikan menteri kabinet RDTL, Dili, 29 November 1975, h 8 [Copy available at CAVR]. 258 Jolliffe, AAP’s Delivery, 11 Oktober 1975, dikutip dari Hill, Stirrings of Nationalism, 2001, h 157. 259 Hill, Gerakan Pembebasan Nasional, h 197. 260 Jolliffe, East Timor, h. 215-16. 261 Dunn, East Timor, 2003, h 232. 262 Wawancara CAVR dengan Adriano João, bekas Falintil selama 1975, Kantor CAVR, September 2004. 263 Jolliffe, East Timor , h 217; Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, Kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004. 264 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, Kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004; lihat juga Jolliffe, East Timor, h 217; lihat juga José Ramos Horta, Funu: Perjuangan Timor Lorosae Belum Selesai, Solidamor, Jakarta, 1998, h. 145-146 [terjemahan dari Jose Ramos Horta, Funu: Unfinished Saga of East Timor, The Red Sea Press, Trenton NJ, 1987]. - 170 - 265 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, Kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004; lihat juga Jolliffe, East Timor, h 216; lihat juga Ramos Horta, Funu, h 146. 266 Hill, Gerakan Pembebasan, 2000, h 201. 267 Wawancara CAVR dengan Manuel Gaspar da Silva, mantan anggota milisi Fretilin, Uatolari, 19 September 2003. 268 Hill, Gerakan Pembebasan, 2000, h 200. 269 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, mantan Presiden Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 270 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, Kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004. 271 Jolliffe, East Timor, h. 217. 272 Jolliffe, East Timor, h 217; Ramos Horta, Funu, h. 146. 273 Francisco Xavier do Amaral, “ Comrades! Independence or death! We will win,” terjemahan Bahasa Inggris dari pidato yang diberikan ketika pelantikan anggota menteri kabinet RDTL, Dili, 29 November 1975, h 8 [Arsipnya ada di CAVR]. 274 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, Kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004; lihat juga Wawancara CAVR dengan Lucas da Costa, Anggota Majelis Daerah ASDT, Kantor CAVR, 21 Juni 2004; lihat juga Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, bekas pemimpin Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 275 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, bekas pemimpin Fretilin, Dili, 18 Juni 2004. 276 Soekanto (ed.), Integrasi, h 283-284. 277 Lihat Akihisa Matsuno, “The Balibo Declaration: Between Text and Fact,” dalam Pedro Pinto Leite [editor], The East Timor Problem and the Role of Europe, International Platform of Jurists for East Timor, 1996. 278 Mario and João Carrascalão and Domingos de Oliveira; Clementino Amaral; and Paul Freitas kesaksian ke CAVR pada audiensi publik nasional mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003; lihat juga José Martins dari KOTA dalam suatu wawancara dengan Aboeprijadi Santoso yang dipublikasikan dalam Jejak-jejak Darah: Tragedi & Pengkhianatan di Timor-Leste, Amsterdam dan Yogyakarta: Stichting Inham & Pijar, 1996, h. 85-86. 279 Mario Carrascalao, audiensi publik nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 280 East Timor and the International Community: Basic Documents , Cambridge, Cambridge University Press, 1997, h. 39-40. 281 United Nations Department of Political Affairs, Trusteeship and Decolonisation, No. 7 , Agustus 1976, h 44. 282 Wawancara CAVR dengan Jusuf Wanandi, bekas peneliti CSIS, Kantor CSIS di Jakarta, 24 Juli 2003. 283 Soekanto, Integrasi, h 276. 284 Soekanto, Integrasi, h. 289-291. 285 “Malik Warns,” The Canberra Times, 3 Desember 1975, dikutip dalam Jolliffe, East Timor, h. 225-226. 286 Lihat, misalnya, Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese East Timor, Document 206, h 468-470. 287 Lihat Dunn, East Timor, 2003, p 152, 155, 157; lihat juga telegram American Embassy Surabaya to American Embassy Jakarta, 20 Februari 1975; memorandum 6362-x to Henry Kissinger from National - 171 - Security Council, 30 Desember 1974; US Department of State Telegram, American Embassy Jakarta to Secretary of State Washington, 21 Agustus 1975. 288 Decolonization, p 30; lihat juga Jolliffe, East Timor, h 217. 289 Dunn, East Timor, 1983, h 276. 290 Dunn, East Timor, 1983, h 236. 291 Telegram from American Embassy Jakarta to Secretary State Washington, Ford-Suharto meeting, 6 Desember 1975. 292 Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, bekas pemimpin Fretilin, Dili, 18 Juni 2004; diulangi kembali dalam Marí Alkatiri dan Francisco Xavier do Amaral, Kesaksian ke CAVR pada Audensi Publik Nasional mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 293 Jolliffe, East Timor, h 226. 294 Jolliffe, East Timor, h 227. 295 David Scott, Testimoni ke CAVR pada Audensi Publik Nasional mengenai Penentuan Nasib sendiri dan Masyarakat Internasional, Maret 2003. 296 Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, mantan Sekretaris Jenderal Fretilin, Kantor Perdana Menteri, Dili, 25 Juni 2004. 297 Jolliffe, East Timor, h 232. 298 Dr Kenneth Chan, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib sendiri dan Komunitas Internasional, di Dili, 15-17 Maret 2004. 299 Telegram dari Francisco Xavier do Amaral kepada Presiden AS Ford, Dili, 5 Desember 1975. 300 Telegram dari Kedutaan Besar Amerika Jakarta kepada Sekretaris Negara Washington, ‘Pertemuan Ford-Suharto’, 6 Desember 1975. 301 Drs Machmuddin Noor, Drs Slamet Moeljono, Ir Sujamto, Drs H. Soemarno, Lahirnya Propinsi Timor- Leste, Badan Penerbit Almanak Republik Indonesia, Jakarta, 1977, hal. 83. 302 Machmuddin, Lahirnya, hal. 82. 303 Dunn, East Timor, 2003, hal. 251. 304 Telegram dari Mari Alkatiri kepada Presiden UNSC, diserahkan kepada UNSC 8 Oktober, dikutip dalam telegram, US Mission United Nations New York to Secretary of State Washington, Cables to Security Council about Portuguese Timor from Fretilin, 11 Oktober 1975. 305 Dunn, East Timor, hal. 196. 306 Lihat Van Atta and Toohey, p. 15; juga lihat Ken Conboy, Kopassus, Equinox Publishing, Jakarta, 2003, hal. 231. 307 Hendro Subroto , Eyewitness to the Integration of East Timor , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hal. 147. 308 Dr Asvi Warman Adam, kesaksian pada CAVR Audiensi Publik Nasional mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15 - 17 Maret 2004. 309 Lihat Subroto, Eyewitness, hal. 137-138 dan Korps Marinir, hal. 190. 310 Subroto, Eyewitness, hal. 142. 311 Korps Marinir hal. 190; Juga lihat Subroto, Eyewitness, hal. 137. 312 Subroto, Eyewitness, hal. 137, 150; lihal juga M. Saleh Kamah , Seroja , hal. 106; juga lihat Korps Marinir, hal. 191. - 172 - 313 Pour, Murdani, hal. 398; juga lihat James Dunn, Timor: A People Betrayed , ABC Books, Sydney, 1996, hal. 282. 314 Subroto, Eyewitness, hal. 154. 315 Conboy, Kopassus, hal. 243. 316 John G. Taylor, East Timor: Indonesia’s Forgotten War, Zed Books, London, 1991, hal. 70. 317 Subroto, Eyewitness, hal. 170. 318 Subroto, Eyewitness, hal. 174. 319 Wawancara CAVR dengan Carlos Maria Soares, Dili, 27 Desember, 2003. 320 George Aditjondro, In the Shadow of Mt Ramelau , : The Impact of the Occupation of East Timor. Leiden, Netherlands, 1994, hal. 87. 321 Pour, Murdani, hal. 325. 322 Memorandum Dewan Keamanan Nasional untuk Brent Scowcroft, dari Clinton E Granger, Indonesian Use of MAP Equipment in East Timor, 12 Desember 1975. 323 José Ramos-Horta, ‘Timor-Leste Amanha Em Dili’, dari De regresso de Jacarta, a cupula da UDT…, hal. 113. 324 Pernyataan Pemerintah Tentang Timor Portugis , Antara, 9 Desember 1975 [(Indonesian) Government statement on Portuguese Timor]. 325 Pernyataan Pemerintah Indonesia Tentang Timor Portugis, Antara, 15 Desember, 1975. 326 Lihat, sebagai contoh, M. S. Kamah, Catatan dari Dili, [Notes from Dili] Antara, 19 Desember 1975. 327 Dr Asvi Warman Adam, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15 - 17 Maret 2004. 328 Wawancara CAVR dengan Francisco Calsonha, 13 Agustus, 2004, Dili; Wawancara CAVR dengan Lay Kuo Nhen, 23 Februari 2004, Dili. Lihat juga Bab Pembunuhan Di Luar Hukum dan Penghilangan Paksa. 329 Wawancara CAVR dengan Alexandrino do Rego, mantan pekerja rumah sakit, Dili, 4 Februari 2004. 330 Wawancara CAVR dengan Frederico dos Santos Almeida, Dili, 29 Agustus 2003. 331 Wawancara CAVR dengan Kuon Nhen (Konneng) Lay, nom de guerre Mali Sera, Dili, 23 Februari 2004. 332 Subroto, Eyewitness, hal. 182. 333 Felismina dos Santos Conceição, Kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR Nasional mengenai Pembantaian, Dili, November 2003. 334 Lihat Wawancara CAVR dengan Francisco Soriano, Dili, 3-4 Juli 2004; juga lihat pernyataan HRVD 25666; juga lihat Wawancara CAVR dengan Francisco da Cunha, Dili, 3 Februari 2004. 335 Pernyataan HRVD 9471-02; juga lihat Wawancara CAVR dengan Domingos Freitas, Dili, 29 Juni 2004. 336 Lihat sebagai contoh kesaksian Xanana Gusmão dan Francisco Xavier Amaral sebagai tokoh sejarah pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 337 Kesaksian Xanana Gusmão di Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Internal Konflik 1974-76, 15- 18 Desember 2003. 338 Tomas Goncalves, tokoh sejarah, dan Clementino Amaral, Perwakilan Partai KOTA, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVRmengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 339 Telegram, US Mission United Nations New York to Secretary of State Washington, Portuguese Timor: Further Messages to United Nations from Fretilin, 18 Desember 1975. - 173 - 340 Pour, Murdani, hal. 398-399. 341 David Scott, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15 - 17 Maret 2004. 342 Telegram, US Mission UN New York to Secretary State Washington, Portuguese Timor—Letter to President of UNSC from Fretilin, 4 Februari 1976; juga lihat Telegram, US Department of State circular, Timor, 29 Januari 1976; juga lihat David Scott, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15 - 17 Maret 2004. 343 Telegram, US Mission UN New York to Secretary of State Washington, Text of letter to President of UNSC from Fretilin, 4 Februari 1976. 344 Lihat Francesc Vendrell, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15 - 17 Maret 2003. 345 Drs Machmuddin Noor et. al, Lahirnya Propinsi Timor-Leste , Badan Penerbit Almanak Republick Indonesia, 1977, hal. 26. 346 Noor, Lahirnya, hal. 29. 347 Noor, Lahirnya, hal. 52. 348 Telegram dari Pemerintahan Sementara Timor-Leste (PGET) kepada Presiden Dewan Keamanan PBB, dikutip dalam telegram dari US Mission UN NY to Secretary of State Washington, 23 Desember 1975; juga lihat Noor, Lahirnya, hal. 56. 349 Wawancara CAVR dengan Mario Viegas Carrascalão, Dili, 30 Juni 2004. 350 Noor, Lahirnya, hal. 59. 351 Lihat David Scott, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional. 15-17 Maret 2003; juga lihat Carmel Budiardjo dan Liem Soei Liong, The War Against East Timor, Zed Books, London, 1984, hal 15, 23; Dunn 2004, hal 244. 352 Lihat Conboy, Kopassus, hal. 256. 353 Antonio Serpa, Monis da Maia, UDT, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15 - 18 Desember 2003. 354 Wawancara CAVR dengan Humberto Martins da Cruz, mantan kepada penjara Aileu, Dili tidak bertanggal. 355 Wawancara CAVR dengan Humberto Martins da Cruz, mantan kepala penjara Aileu, Dili tidak bertanggal. 356 Wawancara CAVR dengan Humberto Martins da Cruz, mantan kepada penjara Aileu, tidak bertanggal; juga lihat Alexander da Costa Araújo, Kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian, 19-21 November 2003. 357 Francisco Xavier do Amaral, Mantan Presiden Fretilin, Kesaksian pad Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 358 Wawancara CAVR dengan Tomas Gonçalves, mantan Partisan dan pemimpin Apodeti, Farol, Dili, 23 Oktober 2003. 359 Wawancara CAVR dengan Joao da Costa, mantan tahanan UDT, Same, 24 Juni 2003. 360 Monis da Maia, kesaksian di Audensi Publik NasionalCAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974- 76, 15-18 Desember 2003. 361 Angelo Araujo Fernandes, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian, 19- 21 November 2003. 362 25 Tahun Kodam XIV Hasanudin, 1957-1982 (tidak ada informasi bibliografi). - 174 - 363 50 Tahun Emas Pengabdian TNI Angkatan Udara , Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Jakarta, (tidak bertanggal), hal. 134. 364 Data dalam paragraf ini adalah dari 35 Tahun Darma Bakti Kostrad (tidak tersedia informasi bibliografi), hal. 82. 365 Lihat, sebagai contoh, Manuel Carceres da Costa (mengenai kota Laclo di distrik Manatuto) dan Fransisco Soares Pinto (mengenai kota Iliomar di distrik Lautem), kesaksian di CAVR audiensi publik nasional mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 366 Laporan yang diterbitkan dalam The Canberra Times, 27 November 1979, dikutip dalam Dunn, East Timor, 2003, hal. 259. 367 Lihat, sebagai contoh, Julio Alfaro dan Maria Jose Franco Pereira, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 368 Lihat kesaksian Mari Alkatiri sebagai Tokoh Sejarah pada Audensi Publik Nasional CAVRmengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003, dan kesaksian Marito Reis pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 369 Lihat Xanana Gusmão, To Resist Is To Win, Aurora Books, Victoria, 2000, hal. 41-43. 370 Lihat Gusmão, To Resist Is To Win, hal. 42. 371 Father Leoneto do Rego, excerpts from an interview given in 1980, disampaikan dalam Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 372 Manuel Carceres da Costa, kesaksian di Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 373 Lihat Pernyataan HRVD 5028, 3160, 0160, 2056. 374 Clementino Amaral, kesaksian padai Audiensi Publik nNsional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 375 Wawancara CAVR dengan Mario Viegas Carrascalão, Dili, 30 Juni 2004. 376 Noor, Lahirnya, hal. 18. 377 Lihat Mario Carrascalao, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15 – 18 Desember 2003. 378 Tempo, 36 Juni 1976, dikutip dalam Carmel Budiardjo dan Liem Soei Liong, The War Against East Timor, hal. 97. 379 Laporan Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Timor-Leste, No. Pem.1/8/26, 26 Juni 1976, termuat dalam Noor, Lahirnya, hal. 111. 380 Kesaksian US Rear Admiral Gene R. La Roque, US Congressional Hearing s, 10 Juni 1980; juga lihat Budiardjo, hal. 27; John Taylor, East Timor: The Price of Freedom, Zed Books, London and New York, 1999, hal. 84. 381 Wawancara CAVR dengan Albino do Carmo, Mantan komandan Falintil Suai, Suai, 31 Oktober 2003. 382 Wawancara CAVR dengan Jose Pereira, Lolotoe, Bobonaro, 29 Oktober 2003. 383 Telegram, Kedutaan Besar Amerika Jakarta kepada Sekretaris Negara Washington, GOI request for help in Timor, 29 April 1976. 384 Wawancara dengan Taur Matan Ruak, Kamandan Falintil, Bagian II, Dili, 14 Juni 2004. 385 Dunn, A People Betrayed, p. 280; Conboy, Kopassus, hal 274. 386 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 7 Juli 2004; lihat bab mengenai Gerakan Kemerdekaan. - 175 - 387 Gilman dos Santos, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 388 Departemen Pertahanan-Keamanan, “Petunjuk Pelaksanaan Nomor JUKLAK/06/V/1976 tentang Kegiatan Dibidang Operasi Tempur Tahun 1976/1977” [Department of Defence and Security, Manual Instruction No. JUKLAK/06/V/1976 reg. Activies in Field of Combat Operation year 1976/77]. 389 Dinas Penerangan Korps Marinir, Korps Marinir TNI AL 1970-2000, [Bureau of Information of Marines Corps, Marines Corps of Indonesian Armed Forces 1970-2000], Jakarta, 2000, hal. 233. 390 Indonesian Withdrawal Way to Peace,” East Timor News, 2 Juni, 1977, hal. 1. 391 “Fretilin Ready for Offensive,” East Timor News, 16 Juni, 1977, hal. 1. 392 East Timor News, 19 Mei, 1977, hal. 4. 393 Telegram, Sekretaris Negara Washington kepada Kedutaan Besar Amerika Jakarta, Report of Wolff Sub Committee on visit to Indonesia, 28 Juni 1977. 394 Memorandum, Mike Armacost to Zbigniew Brzezinski, Initiatives to Deepen Relations with Indonesia, 14 Juni 1977. 395 Lihat Sekretaris Negara Washington kepada semua Pos Diplomatik Asia Timur dan Pasifik, Laporan Status Mingguan—Thailand, Indonesia, Malaysia, Burma dan Singapore, 23 Maret 78; juga lihat telegram, Kedutaan Besar AS Jakarta kepada Sekretaris Negara Washington, Preparation of Congressional Presentation Document (CPD) FOY 1979 Security Assistance Program, 16 Desember 1977; juga lihat telegram, Kedutaan Besar Amerika Jakarta kepada Sekretaris Negara Washington, A4 sales to Indonesia, 12 Mei 78. 396 Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 78. 397 Budiardjo and Liem, The War in East Timor, hal. 30. 398 Communique , Douglas J Bennet Jr, Assistant Secretary for Congress Relations to the Hon. Frank Church, Chairman, Committee on Foreign Relations, US senate, 6 April 1979. 399 Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 95. 400 Lihat Chamberlain, “The Struggle in Iliomar: Resistance in Rural East Timor,” Point Lonsdale, Australia 2003, hal. 11. 401 Lihat wawancara dengan CAVR Xanana Gusmão, Dili, 7 Juli 2004; juga lihat wawancar CAVR dengan Jose da Conceicao, Kupang, 24 Agustus 2004; juga lihat wwancara CAVR dengan Sera Malik, SoE-West Timor, 28 Agustus 2004. 402 Kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Politik Internal t 1974-76, 15-18 Desember 2003. 403 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 7 July 2004; lihat juga Gusmão, To Resist, hal. 130- 131. 404 Budiardjo and Liem, War Against East Timor, hal. 61. 405 Xavier do Amaral, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003.Nossa Vitoria e Apenas Questao de Tempo, Communicado Comite Permanente do C.C. da FRETILIN de 14/9/77, aquando da traicao de Xavier do Amaral, Lisbon, 1977, hal. 7-27. 406 Nossa Vitoria e Apenas Questao de Tempo, Communicado Comite Permanente do C.C. da FRETILIN de 14/9/77, aquando da traicao de Xavier do Amaral, Lisbon, 1977, hal. 7-27. 407 Lihat Domingos Maria Alves, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian, 19-21 November 2003, dan Francisco Xavier do Amaral, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. - 176 - 408 Wawancara CAVR dengan dengan Xanana Gusmão, Dili, 10 Agustus 2004; juga lihat Gusmão, To Resist, hal. 47. 409 20 Sept 77, Kedutaan Amerika Lisbon pada Sekretaris Negara Washington, Kupnya Fretilin mungkin menunda debat UNGA Timor-Leste. 410 Domingos Maria Alves, Kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian, 19-21 November 2003. 411 António Amado J.R. Guterres Kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian, 19-21 November 2003. 412 Carmel Budiardjo and Liem Soei Liong, The War Against East Timor, Zed Books, 1984, hal. 27. 413 “‘Victory is ours!’ Offensive Defeated,” East Timor News , 8 September 1977, hal. 1, mengutip Radio Maubere broadcasts, Melbourne Age, 31 Agustus 1977, dan The Australian, 5 Agustus, 1977. 414 “Foreign Affairs gag on Timor build-up,” Australian, 1 September 1977; juga lihat James Dunn, Timor: A People Betrayed, The Jacaranda Press, Queensland, 1983, hal. 312. 415 Lihat “Border Zone Offensive Meets Big Defeat,” East Timor News, 20 Oktober, 1977, hal. 1. 416 Wawancara CAVR dengan Carlos Tilman, Suai, 31 Oktober 2003. 417 Korps Marinir TNI AL 1970-2000, Dinas Penerangan Korps Marinir, Jakarta, 2000, h. 236-237. 418 Manuel Carceres da Costa, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR National mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 419 Kesaksian Manuel Carceres da Costa pada Audensia Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 420 “Suharto Gambles on Wet Season Offensive,” East Timor News, 15 Desember 1977, hal. 1. 421 Ibid. 422 Wawancara CAVR dengan Duarte Gaspar Corte Real, Ainaro, 22 Oktober 2003; Wawancara CAVR. 423 Wawancara CAVR dengan Francisco Barros, Ainaro, 22 Oktober 2003. 424 Maria José da Costa, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 425 Budiardjo and Liem, War Against East Timor, h. 30. 426 Budiardjo and Liem, War Against East Timor, h. 30. 427 CAVR, Wawancara dengan Xanana Gusmão, 7 Juli 2004. 429 CAVR, Dokumen penelitian tentang ABRI/TNI. Arsip CAVR. Lihat juga Bagian 6: Profil Pelanggaran Hak Asasi Manusia mengenai pola-pola statistis dari pelanggaran-pelanggaran yang dilaporkan sekitar periode ini. 430 Douglas Kammen, wawancara dengan mantan perwira Kostrad yang bertugas di Timor-Leste pada tahun 1977-1978, nama dirahasiakan, Indonesia, [tidak ter tanggal]. 431 Lihat, sebagai contoh, Wawancara CAVR dengan Abilio Quintão Pinto, Iliomar, 7 Oktober 2003; juga lihat Wawancara CAVR dengan Teotonio [tidak ada nama belakang], Ossu, 2 Oktober 2003. 432 Pernyataan HRVD 3889. 433 Wawancara CAVR dengan Tomas Soares da Silva, Uatulari, 4 Oktober 2003. 434 Xanana Gusmão, To Resist is to Win: The Autobiography of Xanana Gusmão , ed. Sarah Niner, Aurora Books, Victoria, 2000, hal. 56. - 177 - 435 Dunn, A People Betrayed, hal. 280; Conboy, Kopassus, hal. 274. 436 Lihat kesaksian Pat Walsh dalam Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 437 Lihat Abilio dos Santos Belo, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 438 Dinas Penerangan Korps Marinir, Korps Marinir TNI AL 1970-2000, Jakarta, 2000, hal. 276-279. 439 Lihat Edmundo da Cruz, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 440 Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 96. 441 Wawancara CAVR dengan Taur Matan Ruak, Komandan Falintil, Bagian II, 14 Juni 2004. 442 Gusmão, Niner (ed), To Resist is to Win, h. 59. 443 Association of Ex-Political Prisoners (Assepol), submisi ke Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 444 Lihat Lennox, Fighting Spirit of East Timor hal 133 dan 155-157; Lihat juga Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 84. 445 Gilman dos Santos, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 446 Lihat Petunjuk Teknis No. Juknis/05/1/1982 Sisetem keamanan kota dan wilayah pemukiman, dikutip dari Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, h. 183; Juga lihat bab tentang Pemindahan dan Kelaparan hal 88. 447 USAID, East Timor-Indonesia, Displaced Persons , Situation Report No 1, 9 Oktober 1979, dikutip dalam Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal 88. juga lihat CRS Final report, hal. 3. 448 Taylor, Indonesia’s Forgotten War, h. 89, 90. 449 Juknis/04-B/IV/1982 Tentang Cara Mengamankan Masyarakat dari Pengaruh Propaganda GPK; [Instruction Manual No: JUKNIS/04-B/IV/1982, Subject: How to Protect the Community from the Influence of GPK Propaganda], dikutip dalam Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, 216-17. 450 Lihat sebagai contoh Fransisco Soares Pinto dari Iliomar sub-district di Lautem, Manuel Carceres da Costa dalam hubungannya dengan kamp di Metinaro, dan Abilio dos Santos Belo dalam kaitannya dengan kamp di Ainaro dan situasi di Desa Mauxiga, Kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli, 2003. 451 Lihat Gusmão, Niner (Ed), To Resist is to Win, p. 59; Lihat juga Pernyataan HRVD # 9188-02, 0187-01, 7800-02, 8088-05. 452 Pernyataan HRVD 8274-04. 453 Bekas pegawai CRS Gilman dos Santos, Kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 454 Pat Walsh, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 455 Pat Walsh, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 456 Gilman dos Santos, kesaksian pada audiensi publik CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan , 28-29 Juli 2003. 457 Pat Walsh, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. - 178 - 458 Gilman dos Santos, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 459 Catholic Relief Services-USCC East Timor Emergency Program , Laporan Akhir, Juni 1979-Desember 1980, hal. 11 & 19. 460 Pat Walsh, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 461 Gilman dos Santos, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 462 Lihat, misalnya, Joana Pereira dari Sub distrik Quelicai, Baucau, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 463 Bernado Villanova, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 464 Rosalina da Costa of Manufahi, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 465 Abilio dos Santos Belo, kesaksian kepada Audensi Publik Nasional CAVR on Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 466 Kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 467 Maria de Ceu Lopes Federer, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 468 Reuters dan AP reports, 4 Maret 1982, dikutip dalam, Timor Information Service , No. 35, Maret/April 1982, hal 6. 469 Lihat, misalnya, Abilio dos Santos Belo dan Marito Reis, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 470 Department of Information [Republic of Indonesia], East Timor After Integration, 1983, hal 88. 471 Maria de Ceu Lopes Federer, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 472 Maria de Ceu Lopes Federer, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 473 “Berita Buana”, 14 Juli 1982, dalam Pengungkapan Kebenaran Timor-Leste ; juga lihat kesaksian Mario Carrascalão pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Perempuan dan Konflik, 28-29 April 2003. 474 Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 195. 475 Timor-Leste Dalam Angka, Biro Pusat Statistik Provinsi Timor-Leste, 1981. 476 Costa Alves dan Moreira Reis, wawancara dengan pastor Katholik asal Portugal, Fr Leoneto do Rego, diterbitkan di majalah Funu di Portugal pada bulan Juli 1980. 477 Costa Alves dan Moreira Reis, wawancara dengan Father Leoneto do Rego, 1980, diterbitkan dalam Funu magazine, Portugal, Juli 1980. 478 Lihat masukan Assepol pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politis , 17-18 Februari 2003. 479 Lihat, misalnya, Julio Alfaro, Maria da Silva dan Maria Jose Franco Pereira, kesaksian-kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVRtentang Pemenjaraan Politis, 17-18 Februari 2003. 480 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri AS di Washington, Reports of Fretilin attacks in East Timor capital, 18 Juni 1980. 481 Wawancara CAVR dengan Bernardino Vila Nova, Atauro 7 Maret 2002. - 179 - 482 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri AS di Washington, [disensor] Impressions after Juni 10 attack in East Timor, 25 Juni 1980. 483 Lihat, misalnya, Bernadino Villanova, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pemenjaraan Politis, 17-18 Februari 2003. 484 Pernyataan-pernyataan HRVD 2399 dan 0663; wawancara CAVR dengan João Rui, Dili, 20 Juni 2003, wawancara dengan Francisco Soares, 5 Agustus 2003. 485 Lihat Angkatan Bersenjata, 26 Februari, 1982; Juga lihat Conboy, Kopassus, hal. 297. 486 Komando Daerah Militer XVI/Udayana, Komando Resor Militer 164/Wira Dharma, Instruksi - Operasi No: INSOP/03/II/1982 [Regional Military Command XVI/Udayana, Sub-regional Command 164/Wira Dharma, Instruction for Operation No. INSOP/03/II/1982]. 487 Lihat Xanana Gusmão, surat tertanggal 10 Mei 1983, hal. 3. 488 Lihat “Petunjuk Teknis [sic] Nomor Juknis/05/I/1982, Sistem Keamanan Kota dan Daerah Pemukiman , hal. 3, yang menyebutkan “Perintah Operasi Korem 164/WD: 08/Kikis-D.” Dicetak ulang dalam Budiardjo dan Liem, War In East Timor, hal. 183. 489 Manual instruksi No. JUKNIS/06/IV/1982, Babinsa/TPD Activity in Developing and Phasing out Trained People’s Resistance Forces, dicetak ulang dalam Budiardjo dan Liem, hal. 238. 490 “Instruksi – Operasi No: INSOP/03/II/1982,” hal. 8. 491 Lihat Korps Marinir TNI AL, 1970-2000, Dinas Penerangan Korps Marinir, Jakarta, 2000, hal. 274. 492 Wawancara CAVR dengan Anselmo Fernandes Xavier, Lospalos, 10 Oktober 2003. 493 Informação sobre a situação socio-humana nas zonas de Ossu, Viqueque, Uato-Lari e Uato-Carabau Abril 1982, hal. 4, tertanggal 5 Mei 1982, Dili. 494 “Timor: Kisah tentang Penyiksaan”, Melbourne Age , 14 Mei 1982, disebutkan dalam Taylor, hal. 111; juga lihat Lennox, Fighting Spirit, hal. 172; juga lihat telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri AS di Washington, Briefing on the Military Situation in East Timor, 17 Nopember 1981. 495 “Apakah Ada Cukup Makanan yang Bisa Dimakan di Timor-Leste?” Asian Wall Street Journal , 21 Juni 1982. 496 Xanana Gusmão, Pesan untuk pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-37 , dalam Sarah Niner (Ed), To Resist, hal. 81. 497 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri AS di Washington, Briefing on the Military Situation in East Timor, 17 Nopember 1981. 498 Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, hal. 174, Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 101. 499 Wawancara CAVR dengan Albino da Costa, Dili, Juni 2003. 500 Pernyataan HRVD 2092. 501 Wawancara CAVR dengan Albino da Costa, Dili, Juni 2003. 502 Wawancara CAVR dengan Antonio dos Santos, Mehara, Tutuala, Lautem, 10 Oktober, 2003. 503 Wawancara CAVR dengan João Fuas de Carvalho, Tutuala, 10 Oktober, 2003. 504 Lennox, Fighting Spirit of East Timor, hal. 175. 505 Alfredo Alves, kesaksian pada CAVR, Audiensi Publik tentang Anak-anak dan Konflik , 28-29 Maret 2003. 506 Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, hal. 174. 507 Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 117. - 180 - 508 Lennox, Fighting Spirit of East Timor, hal. 180. juga lihat Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 152. 509 Lennox, Fighting Spirit of East Timor, hal. 181. 510 Timor Information Service, No 38, Sept/Okt 1982, hal. 7: Kunjungan Dewan Gereja Dunia, 3-6 Juni 982. 511 Telegram, 17 Nopember 1981, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri AS di Washington, Briefing on the Military Situation in East Timor. 512 Lihat sebagain contoh kesaksian dari ahli Ceu Federer Lopes pada Audensi Public Nasional CAVR tentang Tahanan Politik 17 – 18 Februari 2003. 513 Lihat Joana Pereira dari Quelicai, Manuel Carceres da Costa dari Laclo dan Edmundo da Cruz dari Lautem, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVRtentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 514 Catholic Relief Services-USCC, Program Darurat Timor-Timur, Laporan Akhir, Juni 1979-Desember 1980, hal. 3. 515 Wawancara CAVR dengan José Alexandre Gusmão, Dili, 7 Juli 2004. 516 Gusmão, To Resist is To Win!, hal. 58. 517 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, 10 Agustus 2004. 518 Gusmão, To Resist is To Win!, hal 61. 519 Gusmão, To Resist is To Win!, hal. 63. 520 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, 10 Austus 2004; juga lihat Paulino Gama, ’Kenangan Seorang Komandan Fretilin pada Peter Carey (Ed), East Timor at the Crossroads, Cassell, New York, 1995, hal. 101. 521 Lihat Gusmão, To Resist is to Win!, hal. 64; juga lihat wawancara dengan Lere Anan Timor, Archive of the Tuba Rai Metin Oral History Project [radio], Taibessi, Maret 2002 [CD no.18]. 522 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 10 Agustus 2004. 523 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 10 Agustus 2004. 524 Francisco Guterres, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Politik 1974-76 , 15-18 Desember 2003. 525 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 10 Agustus 2004. 526 Wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 10 Agustus 2004. 527 Chamberlain, The Struggle in Illiomar, hal. 18. 528 pGusmão, To Resist is to Win, hal. 68. 529 Wawancara CAVR dengan Justo Talenta, ketika itu merupakan sekretaris informasi Brigada Vermelha, 3 Nopember 2003; juga lihat kesaksian Franisco (Lu Olo), kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVRNasional tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 530 pLihat wawancara CAVR dengan Cornelio Gama (L-7), Baucau, 9 April 2004; juga lihat wawancara CAVR dengan Justo Talenta, Nopember 2004; juga lihat wawancara CAVR dengan Xanana Gusmão, Dili, 10 Juni 2004; juga lihat; juga lihat wawancara CAVR dengan Francisco Guterres (Lu Olo), 26 Maret 2003; juga lihat wawancara CAVR dengan Lere Anan Timor, Arsip dari Proyek Sejarah Lisan Tuba Rai Metin [radio], Taibessi, Maret 2002 [arsip CD no. 18]. 531 “Rajustamento Estrutural da Resistência de Paz” [CAVR, terjemahan bahasa Tetum, tidak ada keterangan penerbitan]; juga lihat wawancara dengan Lere Anan Timor, Arsip dari Proyek Sejarah Lisan Tuba Rai Metin [radio], Taibessi, Maret 2002 [arsip CD. No.18]; juga lihat Agio Pereira, Dewan Nasional - 181 - Perlawanan Maubere (CNRM), Ikhtisar tentang Sejarah Perjuangan Timor-Leste, kertas kerja, dipersentasikan pada konferensi di Sydney, 1994, tanpa tanggal. 532 Liha wawancara CAVR dengan Cornelio Gama, Baucau, 9 April 2003; juga lihat wawancara CAVR dengan Francisco Guterres (Lo Olo), Dili, 26 Maret 2003. 533 Pesan kepada Bangsa oleh Yang Terhormat Presiden Republik… Kay Rala Xanana Gusmão, pada Peringatan Hari Jadi FALINTIL di Uaimori, 20 Agustus 2003, di http://www.etan.org/et2003/august/17- 23/20fal.htm. 534 Wawancara CAVR dengan Julio Maria de Jesus, mantan Falintil, Lospalos, 29 Mei 2003; juga lihat Budiardjo dan Liem, The War Against East Timor, hal. 70. 535 Budiardjo dan Liem, The War Against East Timor, hal. 170. 536 Juknis/04-B/IV/1982 Tentang Cara Mengamankan Masyarakat dari Pengaruh Propaganda GPK; terjemahan disebutkan dalam Budiardjo dan Liem, Manual Instruksi No: JUKNIS/04-B/IV/1982, Subject: How to Protect the Community from the Influence of GPK Propagandam, The War Against East Timor, hal. 216-17. 537 Pernyataan-pernyataan HRVD 7816-01, 3315-01, 7250-01; juga lihat Aditjondro, In the Shadow of Mt Ramelau, hal. 83; juga lihat kesaksian Olga da Silva Amaral pada Audensi Publik Nasional CAVRtentang Perempuan dan Konflik, 28-29 April, 2003. 538 Lihat wawancara-wawancara CAVR dengan Horacio La Hakiduk, 2 Juni 2003; dengan Albino da Costa, Juni 2003; serta juga lihat dengan António Aitahan Matak, 28 April 2004. 539 Lihat Juknis Tentang Cara Babinsa/TPD dalam membongkar Jaring Pendukung GPK, Korem 164, Seksi Intel, [tanggal kabur, di antara setumpuk dokumen yang diperoleh Falintil pada tahun 1982; arsip CAVR]. 540 Lihat Rowena Lennox, Fighting Spirit of East Timor: The Life of Martinho da Costa Lopes, Zed Books, London and New York, 2000, hal. 189-191. 541 Lihat kesaksian Domingos de Oliveira pada Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 542 Agio Pereira, “ Dewan Nasional Perlawanan Maubere (CNRM), Ikhtisar tentang Sejarah Perjuangan Timor-Leste,” kertas kerja, ibid. 543 “Fretilin Menjelaskan Mengapa Menolak Negosiasi,” East Timor News , No. 36, 29 Juni 1978; juga lihat Francisco Guterres (Lu Olo), kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 544 Lihat wawancara CAVR dengan Francisco Guterres (Lu Olo), 26 Maret 2004; wawancara dengan Cornelio Gama, 9 April 2003; wawancara dengan Lere Anan Timor, Arsip dari Proyek Sejarah Lisan Tuba Rai Metin [radio], Taibessi, Maret 2002 [arsip CD no. 18 ]. 545 Lihat wawancara CAVR dengan Cornelio Gama, Baucau, 9 April 2003; juga lihat wawancara dengan Taur Matan Ruak, 14 Juni 2004; juga lihat wawancara dengan Francisco Guterres (Lu Olo), 26 Maret 2003; juga lihat wawancara dengan Lere Anan Timor, Tuba Rai Metin [radio], Taibessi, Maret 2002 [arsip CAVR]. 546 Patrick A. Smythe, The Heaviest Blow—The Catholic Church and the East Timor Issue, LIT, Germany, 2004, hal. 45. 547 Lihat Dr Jose Ramos-Horta, pidato penutupan dalam acara CAVR, Audiensi Publik tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 548 Kohen, The Place of the Dead, hal. 150. 549 Dunn, East Timor, h. 40. 550 Kantor Statistik Timor-Leste, Timor-Leste Dalam Angka 1981, [Statistic Office of East Timor, East Timor in Figure] Dili, 1981, hal. 71. - 182 - 551 Pusat Dokumentasi Internasional (International Documentation Centre-IDOC), Roma, Pendahuluan, hal.1-2, Pro Mundo Vita Dossier ‘East Timor’, 1984, Brussels, hal.36-7, disebutkan dalam Smythe, The Heaviest Blow, hal. 39. 552 Lihat Ken Conboy, Kopassus: Inside Indonesia’s Special Forces, Equinox Publishing, Jakarta dan Singapura, 2002, hal. 298; juga lihat “Catatan Pertemuan dengan Gubernur Timor-Timur pada tanggal 28 Juli 1983, di Kantor Pemerintahan, Dili,” dalam Official Report of the Australian Parliamentary Delegation to Indonesia, yang dipimpin oleh Yang Mulia W. L. Morrison, Perdana Menteri, Juli-Agustus 1983,” hal. 152. 553 Peter A. Rohi, “Hanya Dengan 1 Pistol di Pinggang Kotak Suara Dikawal Ke Los Palos [sic],” Sinar Harapan newspaper, 1 Juni 1982. 554 Wawancara CAVR dengan Tomas Soares da Silva, 4 Oktober 2003. 555 A. Goldstone, wawancara dengan Jacobs, Lisbon, 4 Agustus 1982 [arsip CAVR]. 556 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington , East Timor Governor address to Jakarta political officers luncheon, 29 April 1983. 557 Pesan Xanana kepada pertemuan Majelis Umum PBB ke-37, 14 Oktober 1982, dicetak ulang dalam Gusmão, Niner (Ed), To Resist is to win, Otobiografi Xanana Gusmão, Aurora books, Victoria, 2000, hal. 82. 558 Lihat Abilio dos Santos Belo, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 559 Lihat Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, hal. 146-7. 560 Wawancara CAVR dengan João Fuas de Carvalho, mantan pegawai Fretilin, Lautem, 10 Oktober 2003. 561 Ernest Chamberlain, The Struggle in Iliomar, 2003, catatan kaki hal. 22. 562 Lihat Chamberlain; juga lihat wawancara CAVR dengan João Fuas de Carvalho, Tutuala, Lautem, 10 Oktober 2003; juga lihat Wawancara CAVR dengan Aleixo Ximenes, Dili, 2 Februari 2003. 563 Wawancara CAVR dengan Aleixo Ximenes, seorang mantan anggota UDT, Venilale, 2 Februari 2004. 564 Wawancara CAVR dengan Daniel Amaral, mantan anggota Hansip Venilale, 3 Oktober 2003. 565 Lihat Jill Jolliffe, Timor: Terra Sangrenta, O Jornal, Lisboa, 1989, hal. 163-170. 566 Lihat wawancara CAVR dengan Cornelio Gama (L-7), 9 April 2004; juga lihat Wawancara CAVR dengan Antonio Thomas Amaral da Costa (Aitahan Matak), Dili, 29 Maret 1984. 567 Telegram, Negotiations to End Insurgency in East Timor, 11 Juni 1983, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington. 568 Official Report of the Australian Parliamentary Delegation to Indonesia, yang dipimpin oleh Yang Mulia W. L. Morrison, Perdana Menteri, Juli-Agustus 1983. 569 Wawancara CAVR dengan Constantino dos Santos, mantan anggota Falintil Macadique, 26 Juni 2003; Juga lihat Francisco (Lu Olo) Guterres, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Internal 1974-76, 18 Desember 2003. 570 J. Jolliffe, ed., Timor Newsletter , Vol. II, No. 3, Oktober 1983, hal. 6, disebutkan dalam Ernest Chamberlain, The Struggle in Iliomar: Resistance in rural East Timor, 2003, hal. 23. 571 Lihat wawancara CAVR dengan Francisco (Lu Olo Guterres, Dili, 26 Maret 2004; dengan Albino da Costa, Juni 2003; dengan Taur Matan Ruak, part II, Dili, 14 Juni 2004 572 Lihat Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, hal. 131-5. 573 Lennox, Fighting Spirit of East Timor, hal. 215. 574 Lennox, Fighting Spirit of East Timor, hal. 185. - 183 - 575 Patrick A. Smythe, ‘The Heaviest Blow’ – The Catholic Church and the East Timor Issue , [penyebutan secara lengkap], hal. 38. 576 Ben Anderson, Arief Djati dan Douglas Kammen, “Wawancara dengan Mário Carrascalão,” Indonesia 76, Oktober 2003, hal. 7-8. 577 Carmel Budiardjo dan Liem Soei Liong, The War Against East Timor, Zed Books, London, 1984, hal. 139 dan 47. 578 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, Current developments in East Timor [kabur] on renewed fighting, access by foreigners, etc, 23 September 1983. 579 Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, Briefing on the military situation in East Timor, 17 Nopember 1981. 580 Lihat Conboy, Kopassus, hal. 310. 581 Ben Anderson, Arief Djati dan Douglas Kammen, “Wawancara dengan Mário Carrascalão,” Indonesia 76 (Oktober 2003), hal. 8. 582 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, Negotiations to End Insurgency in East Timor, 11 Juni 1983. 583 Lihat “Terjemahan Surat dari Fretilin” oleh K. Reppter (Canberra), dalam Official Report of the Australian Parliamentary Delegation to Indonesia, dipimpin oleh Yang Mulia W. L. Morrison, Perdana Menteri, Juli-Agustus 1983, hal. 169-170. 584 Lihat pernyataan-pernyataan HRVD 6957-01; 5330-01; 2369-02; 6205-01; 39977-01; 5344-02. 585 1983 Laporan Tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tentang Indonesia, hal. 109. 586 Francisco (Lu Olo) Guterres, kesaksian pada Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003. 587 Wawancara CAVR dengan José Gomes, kepala suku Bibileo-Lalerek Mutin, Viquque, 13 Desember 2003. 588 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, Views on East Timor Developments, 9 September 1983; juga lihat wawancara dengan José Gomes, Village chief Bibileo-Lalerek Mutin, Viqueque, 13 Desember 2003; juga lihat Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 142. 589 Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, Current developments in East Timor [kabur] on renewed fighting, access by foreigners, etc, 23 September 1983. 590 Timor Information Service, Gough Whitlam Fails to Convince, Maret/April 1982, hal. 10. 591 “Uskup Timor Menuduh Militer Membantai 84 Penduduk Desa”, Peter Millership, Reuters, Dili, 1 Maret 1984, disebutkan dalam Taylor, East Timor, hal. 147. 592 CAVR, Wawancara dengan José Gomes, Kepala Desa Bibileo-Lalerek Mutin [wawancara tidak bertanggal]. 593 Juga lihat Olinda Pinto Martins, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pembantaian , Nopember 2003. 594 Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, Current developments in East Timor [kabur] on renewed fighting, access by foreigners, etc, 23 September 1983. 595 Moerdani, artikel di Sinar Harapan Newspaper , 17 Agustus 1983, disebutkan dalam Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 143. 596 Budiardjo dan Liem, The War in East Timor, hal. 139. - 184 - 597 Telegram, Kedutaan Amerika di Jakarta kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington, [Kabur] Views on East Timor Developments, 9 September 1983. 598 ACFOA, East Timor Report No. 5, Nopember 1983. 599 “Surat kepada Belo dari Konferensi Uskup-uskup Indonesia, 1983”, dicetak ulang dalam Just Reading No 2., The Church And East Timor, Komisi Katholik untuk Keadilan, Pembangunan dan Perdamaian 1993, hal. 18; juga lihat Taylor, Indonesia’s Forgotten War, hal. 154. 600 Lihat Xanana Gusmão, Sarah Niner (Ed.), To Resist is to Win ! The Autobiography of Xanana Gusmão , hal. 85-126. 601 Lihat Gusmão, To Resist is to Win, hal129-136. 602 Wawancara CAVR dengan António Tomás Amaral da Costa (“Aitahan Matak”), Dili, 18 Desember 2003; Lihat Wawancara dengan Avelino Coelho, 17 Juli 2004; Juga lihat Pinto & Jardine, East Timor’s Unfinished Struggle, Boston: South End Press, 1997, hal. 122. 603 Pinto dan Jardine, East Timor’s Unfinished Struggle: Inside the Timorese Resistance, South End Press, hal. 123. 604 Lihat Abel Guterres, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 605 Suster Monica Nakamura, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 606 Lihat António Tómas Amaral da Costa (Aitahan Matak) dan Mariano Soares, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 607 Lihat Marito Nicolau dos Reis, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 608 Ade Sitompul, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemenjaraan Politik , 17-18 Februari 2003. 609 Wawancara CAVR dengan Aleixo da Silva Gama (“Cobra”), Dili, [wawancara tanpa tanggal]; Wawancara CAVR dengan António Tomás Amaral da Costa (“Aitahan Matak”), Dili, 18 Desember 2003; Wawancara CAVR dengan José Manuel Fernandes, Dili, 31 Oktober 2002; Wawancara CAVR dengan Avelino Coelho, Dili, 17 Juli 2004. 610 Wawancara CAVR dengan Avelino Coelho, Dili, 17 Juli 2004; Gregório Saldanha, Dili, [wawancara tanpa tanggal]; serta Wawancara CAVR dengan Octavio da Conceição, Dili, 3 November 2002. 611 Wawancara CAVR dengan João Câmara, Dili, 5 Juni 2004. 612 Wawancara CAVR dengan João Câmara, Dili, 5 Juni 2004. 613 Lihat Arnold S. Kohen, From the Place of the Dead: Bishop Belo and the Struggle for East Timor, hal 161. 614 Kohen, From the Place of the Dead, hal.151-152. 615 Kohen, From the Place of the Dead, hal.166; Juga lihat Mário Carrascalão, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR on Women and the Conflict, 28-29 April 2003. 616 From the Place of the Dead, hal. 167. 617 Kohen, From the Place of the Dead, hal. 169. 618 Kohen, From the Place of the Dead, hal.169-173. 619 UNGA Resolution no. 37/30, 1982. 620 Francesc Vendrell, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional 15-17 Maret, 2004. - 185 - 621 Ian Martin, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 17 Maret 2004. 622 Francesc Vendrell, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional 15-17 Maret, 2004. 623 Kohen, From the Place of the Dead, hal. 177. 624 Kohen, From the Place of the Dead, hal.178. 625 Lihat Gregorio Saldhana, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemenjaraan Politik, 17-18 Februari 2003. 626 Constâncio Pinto, “Gerakan Pelajar dan Gerakan Perjuangan Kemerdekaan Timor-Leste: Sebuah Wawancara,” pada Richard Tanter, Mark Selden & Stephen R Shalom (Eds), Bitter Flowers, Sweet Flowers, East Timor, Indonesia and The World Community, London, Rowman & Littlefield Publishers Inc., hal. 34. 627 Lihat, sebagai contoh, Wawancara CAVR dengan Jose Manual, Dili, 31 Oktober 2002; Wawancara CAVR dengan Fernanda Soares, Kaikoli, Dili, 21 Januari 2003. 628 Wawancara CAVR dengan Gregório Saldanha, Dili, 6 Mei 2004; Juga lihat Wawancara CAVR dengan Octavio da Conceição, Dili, 3 November 2002. 629 Wawancara CAVR dengan Gregório Saldanha, Dili, 6 Mei 2004. 630 Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 62 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan di Propinsi Daerah Tingkat I Timor-Leste [Decree of President of Republic of Indonesia No. 62/1988 reg. the Organization of Administration and Development in the Province of East Timor] diterbitkan dalam Himpunan Peraturan Negara (Collected State Regulation) Triwulan IV, 1988, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, hal 1103-05. 631 East Timor: Keeping the Flame of Freedom Alive, ACFOA Development Dossier No 29, Februari 1991. 632 Lihat Rosa Yeni Damayanti dan Nugroho Katjasungkana, kesaksian lisan pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 633 “Pesan kepada Pemuda Katolik di Timor-Leste dan Pelajar dan Mahasiswa di Jakarta”, 20 Mei 1986, dicetak ulang dalam Gusmão, To Resist is to Win! hal. 109-110. 634 Kesaksian Francesc Vendrell pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Self-Determination and the International Community, 15-17 Maret 2004. 635 Pidato Penutupan José Ramos-Horta pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pemindahan Paksa dan Kelaparan, 28-29 Juli 2003. 636 Constâncio Pinto and Matthew Jardine, East Timor’s Unfinished Struggle: Inside the Timorese Resistance, South End Press, foreword. 637 Kesaksian Simplicio Celestino de Deus pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian 19-21 November 2003. 638 Kesaksian Max Stahl pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian 19-21 November 2003. 639 Kesaksian Simplicio Celestino de Deus pada Audensia Publik CAVR Nasional mengenai Pembantaian, 19-21 November 2003. 640 Lihat Kohen, From the Place of the Dead, hal 197-200. 641 Kesaksian Max Stahl pada Audensia Publik Nasional CAVR mengenai Pembantaian 19-21 November 2003. 642 Kesaksian Alexandrino da Costa pada Audensia Publik Nasional CAVR mengenai Anak dan Konflik, 29-30 2004. - 186 - 643 Wawancara CAVR dengan Avelino Coelho Silva, Dili, 17 Juli 2004; wawancara CAVR dengan João Freitas da Camara, Dili, 5 Juni 2004; juga lihat Pinto & Jardine, East Timor’s Unfinished Struggle, hal. 196-197. 644 Lihat kesaksian Gregorio Saldanha pada Audensi Publik Nasional CAVR, mengenai Penahanan Politik 17-18 Februari 2003. 645 Kesaksian Luhut Pangaribuan dan Ibu Ade Sitompul pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Tahanan Politik, 17-18 Februari 2003. 646 East Timor After Santa Cruz: Indonesia and the international order, disusun oleh Peace is Possible in East Timor, Ed. Peace is Possible in East Timor, Lisbon, January 1993. 647 Tony Parkinson, ‘Hawk Blasts Jakarta Over Sick Remarks’, The Australian, November 22, 1991; juga lihat kesaksian Pinto dihadapan The Subcommittee On International Operations And Human Rights Of The Committee On International Relations House Of Representatives, One Hundred Fifth Congress, Sesi kedua; Mei 7, 1998. 648 Pernyataan HRVD 02049. 649 Pemasukan Assepol pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penahanan Politik, 17-18 Februari 2003. 650 Pidato Xanana Gusmão pada Peresmian Kantor Pusat CAVR di bekas Penjara Balide, 17 Februari 2003. 651 Lihat Geoffrey Robinson, East Timor 1999, hal. 85. 652 AFP, East Timor/Church, Jakarta, 12 Juli 1994. 653 Amnesty International, East Timor—Continuing Human Rights Violations, 2 Februari 1995. 654 Kesaksian Alexandrino da Costa pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Anak-anak dan, 29-30 Maret 2004. Juga lihat artikel oleh Kieran Dwyer pada Matebian News April 1995, dipublikasikan oleh East Timor Relief Association (ETRA). 655 Kesaksian Ade Sitompul pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penahanan Politik, 17-18 Februari 2003; Masukan Assepol pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penahanan Politik 17-18 Februari 2003. 656 Nugroho Katjasungkana, Kesaksian Lisan pada CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 657 Wawancara CAVR dengan Joaquim Fonseca, Dili, 23 Mei 2004; wawancara CAVR dengan Fernando de Araújo (Lasama), Dili, 5 Mei 2004; wawancara CAVR dengan Avelino Coelho, Dili, 17 Juli 2004. 658 Wawancara CAVR dengan Joaquim Fonseca, Dili, 23 Mei 2004; wawancara CAVR dengan Oscar da Silva, Dili, 23 Mei 2004. 659 Wawancara CAVR dengan Fernando de Araújo (“Lasama”), Dili, 5 Mei 2004. 660 Lihat kesaksian Yeni Rosa Damayanti pada Audensi Publiak Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 661 Lihat kesaksian Yeni Rosa Damayanti dan Nugroho Kacasungkana pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 662 Wawancara CAVR dengan Mariano Sabino Lopes, Dili,(wawancara tidak bertanggal). 663 Lihat wawancara dengan Virgílio da Silva Guterres, Dili, 21 Februari 2005; juga lihat wawancara dengan Avelino Coelho, 17 Juli 2004. 664 Wawancara CAVR denga Virgílio da Silva Guterres, Dili, 21 Februari 2005. 665 Kompas, Jakarta 18 November 1995. 666 Wawancara dengan dengan Naldo Rei, Dili 11 November 2003. - 187 - 667 Wawancara CAVR dengan Mariano Sabino Lopes, Dili, 2004; juga lihat wawancara CAVR dengan Naldo Rei, Dili 11 November 2003. 668 Wawancara CAVR dengan Joaquim Fonesca, Mantan Renetil, Dili, 23 Mei 2004. 669 Wawancara CAVR dengan Mariano Sabino Lopes, Dili, [tidak tertanggal. 670 Dunn, East Timor, 2003, hal. 338-9. 671 Kesaksian Francesc Vendrell pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 672 Kesaksian Suzannah Linton pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 673 Kesaksian Suzannah Linton pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 674 Pidato Hadiah Nobel Perdamaian, 10 Desember 1996, tersedia pada http://nobelprize.org/peace/laureates/1996/presentation-speech.html. 675 Pidato Penerimaan Hadiak Nobel Perdamaian Uskup Carlos Belo, 10 Desember 1996. 676 Kesaksian Francesc Vendrell pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 677 Kesaksian Francesc Vendrell pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 678 Kesaksian Francesc Vendrell pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional, 15-17 Maret 2004. 679 Jim Schiller, The 1997 Indonesian Elections: Festival of democracy or costly fiction? , Occasional Paper 22, Center for Asia Pacific Initiatives, University of Victoria, Mei 1999. 680 “Pernyataan dari Komisi Hak Asasi Manusia mengenai kekacauan disekitar Jakarta, “ Komnas HAM, Juni 2, 1998. 681 Don Greenless & Robert Garran, Deliverance: The Inside Story of East Timor's Fight for Freedom , Allen & Unwin, Australia, 2002, hal. 28-29. 682 Dan Nicholson, “The Lorikeet Warriors: East Timor New Generation National Resistance 1989-1999”, BA Thesis, University of Melbourne, October 2001, hal 38. 683 Wawancara CAVR dengan Basilio Dias Araújo, Kupang, 26 Juli 2004. 684 John Martinkus, A Dirty Little War, An Eyewitness of East Timor’s Descent into Hell 1997-2000, Random House, Australia, 2001, hal. 54. 685 Komando Daerah Militer IX Udayana, Komando Resor Militer 164, ‘Rekaputulasi Kekuatan Personil Organik dan Penugasan’, Juli 1998 [Regional Military Command IX Udayana, Sub-regional Military Command 164, ‘Recapitulation of Capacity of Organic Personel and its task’]; lihat juga Komando Daerah Militer IX Udayana, Komando Resor Militer 164, ‘Rekaputulasi Kekuatan Personil Organik dan Penugasan Posisi, Nopember 1997’[Regional Military Command IX Udayana, Sub-regional Military Command 164, ‘Recapitulation of Capacity of Organic Personel and its task position’]. 686 Komando Daerah Militer IX Udayana, Komando Resor Militer 164, ‘Kekuatan Personil Tim Tim Penugasan’, Juli 1998. 687 Laporan dari Komisi Penyelidikan Indonesia pada berbagai kejahatan berat HAM yang dilanggar di Timor-Leste pada tahun 1999 (Report of the Indonesian commission of inquiry into atrocities committed in East Timor in 1999 (KPP HAM)), 31 Januari 2000, para. 68. 688 Lihat kesaksian dari saksi pada Audensi Publik Nasional CAVR Rona Ami Nia Lian (Dengarkan Kesaksian Kami) 11-12 November 2002. - 188 - 689 Martinkus, A Dirty Little War, h. 98. 690 Martinkus, A Dirty Little War, h. 106. 691 Martinkus, A Dirty Little War, h 105; juga lihat KPP HAM, Report, para 68. 692 Lihat diskusi pada Geoffrey Robinson, “People’s War: Militia in East Timor and Indonesia”, South East Asia Research, 9, November 2001, h 296. 693 Lihat KPP HAM, Report on East Timor , para. 39; juga lihat Geoffrey Robinson, East Timor 1999: Crimes Against Humanity—A Report Commissioned by the UN Office of the High Commissioner for Human Rights, Juli, 2003, h 90-93. 694 Lihat Samuel Moore, “The Indonesian Military’s Last Years in East Timor: An Analysis of its Documents”, Indonesia 72, Cornell South East Asia Program, October 2001, h 31. 695 KPP HAM, Report on East Timor, para 40 dan 49. 696 Robinson, People’s War, h 276. 697 Laporan KPP HAM, para 44; juga lihat Moore, Indonesian Military’s Last Years, hal 30. 698 Laporan KPP HAM para 48; juga lihat Robinson, East Timor, hal 106. 699 Louise Williams, “Separatists fear bloodshed as military arms integrationists”, Sydney Morning Herald , 28/01/99; “Interview: Orders to Kill”, Expresso, Lisbon, September 17 1999. 700 KPP HAM, Report on East Timor, para 47. 701 Danrem 164/WD ke Dandim 1627-1639. Telegram Rahasia No TR/41/1999, Jan 28, (Yayasan Hak Document #7) dikutip dalam Robinson, East Timor, h. 110; juga lihat KPP HAM, Report, para 50. 702 Robinson, East Timor, hal. 98. Laporan KPP HAM mengenai East Timor, para 40. 703 Laporan KPP HAM mengenai East Timor, para 54. 704 Laporan KPP HAM mengenai East Timor para 50. 705 Dikutip dalam Xanana Gusmão, Sarah Niner (Ed), To Resist is to Win—The Autobiography of Xanana Gusmão, David Lovell Publishing, Melbourne 2000, h. 233/4. 706 Dikutip dalam Ian Martin, Self-determination in East Timor: The United Nations, The Ballot, and International Intervention, Boulder, Lynne Riener, 2001, h 21. 707 Alexander Downer, Konferensi Pers, Adelaide, 12 Januari 1999. 708 Susan Sim, The Straits Times, 2 Februari 1999, Dikutip dalam Greenlees dan Garran, Deliverance-The Inside Story of East Timor’s Fight for Freedom, Allen and Unwin, Sydney, 2002, hal. 93. 709 Moore, Indonesian Military’s Last Years, hal 33. 710 Pemberitahuan ke Pers tentang Timor-Leste, United Nations, New York, 9 Februari, 1999, dikutip dalam Martin, hal 24. 711 Lihat Lansell Taudevin, East Timor: To Little Too Late, Duffy & Snellgrove, Sydney, 2000, hal. 223. 712 Martinkus, A Dirty Little War, hal 119. 713 Pesan CNRT kepada Sekrataris Umum PBB dan Duta Besar Australia pada Indonesia, 26 Januari ditandatangani oleh Leandro Isaac, dikutip dalam Taudevin, East Timor, h. 222. 714 Falintil press release, 5 April 1999, secara sebagian dikutip dalam Martin, hal 30. 715 Robinson, East Timor, h 193; juga lihat KPP HAM, Report on East Timor, hal 104-114. 716 Mcdonald, Ball (ed), Masters of Terror: Indonesia's Military and Violence in East Timor in 1999 , Australian National University, Canberra, 2002, http://yayasanhak.minihub.org/mot/cons92z%20- %20Eurico%20Guterres.htm, pada Januari 2005. - 189 - 717 KPP HAM, Report on East Timor, para 119-121. 718 Lihat KPP HAM, Report on East Timor, 186-191; juga lihat Robinson, East Timor, Bab 10. 719 Tono Suratman, Untuk Negaraku, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal. 112, dan hal. 118. 720 Lihat sebagai contoh Laporan KPP HAM para 108 dan 119-121. 721 Martin, Self Determination, hal 70. 722 Martin, Self Determination, hal 31. 723 Martin, Self Determination, hal 33. 724 Artikel 2 dari Anex 3 pada Persetujuan 5 Mei, dikutip dalam Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), East Timor in Transition 1998-2000—An Australian Policy Challenge, Canberra, 2001. 725 Surat José Ramos-Horta ke Kofi Annan, dikutip dalam Greenlees and Garran, hal. 147. 726 Martin, Self Determination , hal 33; juga lihat Francesc Vendrell and Ian Martin, Kesaksian Audensi Publik CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 727 Moore, Indonesian Military’s Last Years, hal 41. 728 Martin, Menentukan Nasib Sendiri, hal. 60. 729 Anex II: Persetujuan Mengenai Modalitas untuk Konsultasi Rakyat dari orang Timor-Leste melalui Pemungutan secara lansung (Agreement Regarding the Modalities for the Popular Consultation of the East Timorese through a direct Ballot), Persetujuan 5 Mei (5 May Agreements) dicetak ulang dalam Martin, Self Determination, hal. 144. 730 Martin, Self Determination, hal. 46. 731 Martin, Self Determination, hal.93. 732 Martin, Self Determination, hal 42. 733 Martin, Self Determination, hal. 88. 734 Lihat Yeni Rosa Damayanti, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 735 Martin, Self Determination, hal 71. 736 Geoffrey Robinson, East Timor 1999: Crimes Against Humanity—A Report Commissioned by the UN Office of the High Commissioner for Human Rights, July, 2003, h. 216. 737 Laporan Komisi Indonesia atas penyelidikan kekerasan yang dilakukan di Timor-Leste tahun 1999 (KPP HAM), 31 Januari 2000, para 124; juga lihat Robinson, East Timor, hal. 63. 738 Martin, Self Determination, hal 71. 739 Martin, Self Determination, hal 71. 740 Martin, Self Determination, hal 70. 741 Lihat Robinson, East Timor , secara umum; juga lihat Laporan Komisi Indonesia atas penyelidikan kekerasan yang dilakukan di Timor-Leste tahun 1999 (KPP HAM), 31/01/2000; Lihat Julieta Jesuirina dos Santos, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Anak-anak dan Konflik, 28-29 Maret 2004; juga lihat bab mengenai Proses Rekonsiliasi Masyarakat, bagian mengenai latar belakang mandat CRP. 742 Surat Bupati Kepala Daerah Tk II Dili, Nomor 33 tahun 1999 tentang Pengamanan Swakarsa dan Ketertiban Kota Dili [Letter of Dili District Administrator, No.33 Year 1999, reg. Self-Initiate Security and Order in city of Dili]. 743 Laporan KPP HAM para 89; Moore, Indonesian Military’s Last Years, hal. 39. - 190 - 744 Ross Coulthart, 'Timor on the brink', Sunday Program , Channel 9, Sydney, Australia. Disiarkan dalam bulan Juni 1999. 745 Ian Martin, kesaksian dalam dengar pendapat umum nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15 - 17 Maret 2003. 746 Robinson, East Timor 1999, hal. 210-213. 747 Kesaksian Ian Martin, pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15 - 17 Maret 2003. 748 Martin, Self Determination, hal. 48. 749 Laporan Sekretaris Jenderal, S/1999/803, 20 Juli 1999. 750 Laporan Sekretaris Jenderal, S/1999/803, 20 Juli 1999. 751 Martin, Self Determination, hal. 45. 752 Komisi Pemilihan (Electoral Commission), East Timor Popular Consultation. Determination: Registration of Voters, 25 August 1999, dikutip oleh Martin, Self Determination, hal. 61. 753 KPP HAM, Laporan, para 161. 754 Lihat Geoffrey Robinson, “People’s War: Militia in East Timor and Indonesia”, South East Asia Research, 9, November 2001, hal 206. 755 Fernando de Araujo, “The CNRT Campaign for Independence” in James J. Fox and Dionisio Babo Soares (Eds), East Timor: Out of the Ashes, Crawford House Publishing, Adelaide, 2000, hal. 111. 756 Wawancara CAVR dengan Agio Pereira, mantan Kepala CPCC National Department of Information ., Arsip CAVR Maret 2005. 757 Martin, Self Determination, hal 43. 758 Martin, Self Determination, hal. 47. 759 Wawancara CAVR dengan Basilio Dias Araujo, juru bicara FPDK, Hotel Astiti, Kupang, 26 Juli 2004. 760 Surat Gubenur No 200/827/SOSPOL/V/1999, tentang Tindakan terhadap PNS yang terlibat organisasi/kegiatan yang menentang Pemerintah RI, Dili 28 Mei 1999 [Letter of Governor (of East Timor) No. 200/827/SOSPOL/V/1999, reg. Action to Civil Servant involved in organization/activities against the Government of Republic of Indonesia. 761 Robinson, East Timor, hal 35. 762 Surat Gubernur pada Bupati Liquiça tertanggal 21 Mei 1999, koleksi Yayasan HAK, dikutip dalam Robinson, East Timor, hal 115. 763 Surat Gubernur 461/e.09/BIDRAM II/99 pada Bupati Lautém, Los Palos, Pengesahan Proposal 764 Martin, Self Determination, hal 75. 765 Komando Resort Militer 164/Wira Dharma, Rencana Operasi Wira Dharma-99 , [ Operation Plan of Wira Dharma-99] Dili, Juli 1999. (Yayasan Hak document 34). 766 Tono Suratman, Untuk Negaraku, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal 51. 767 Martin, Self Determination, hal. 71. 768 Martin, Self Determination, hal. 73. 769 Clash Mars East Timor Registration , The Jakarta Post, 17 Juli 1999; 'Fortilos: Situasi Dili 1/9/99 - 21:00', SiaR, 31 August 1999, dikutip dalam McDonald, Ball, et al, Masters of Terror: Indonesia's Military and Violence in East Timor in 1999, Canberra: Strategic and Defence Studies Centre, Australian National University (Canberra Paper #145), 2002, tersebut di: yayasanhak.minihub.org/mot/Timbul%20Silaen.htm; juga lihat KPP HAM, Report, para 172. - 191 - 770 Laporan KPP HAM, para 48; juga lihat Robinson, East Timor, hal 39. 771 Don Greenless and Robert Garran, Deliverance-The Inside Story of East Timor’s Fight for Freedom , Allen and Unwin, Sydney, 2002, hal 187. 772 Martin, Self Determination, hal. 84. 773 Martin, Self Determination, hal. 90. 774 Martin, Self Determination, hal. 90. 775 Martin, Self Determination, hal. 90. 776 Dikutip dari Greenlees, hal. 191. 777 Laporan dari Komisi Pemilihan (Report of the Electoral Commission) dikutip oleh Martin, Self Determination, hal. 91 778 Martin, Self Determination, hal. 90. 779 Martin, Self Determination, hal. 93. 780 Electoral Commission Determination, Dili 4 September 1999, dan lihat see Martin, Self Determination, hal. 157-160. 781 Ian Martin, Self-determination in East Timor: The United Nations, The Ballot, and International Intervention, Boulder (Col), Lynne Riener, 2001, hal. 93. 782 Laporan komisi Indonesia mengenai penyelidikan atas kejahatan yang dilakukan di Timor-Leste pada tahun 1999 (KPP HAM), 31/01/2000, para 72. 783 KPP HAM, Laporan, para 161. 784 KPP HAM, Laporan, para 81. 785 KPP HAM, Laporan, para 181. 786 KPP HAM, Laporan, para 84 and 85; juga lihat Robinson, East Timor 1999: Crimes Against Humanity—A Report Commissioned by the UN Office of the High Commissioner for Human Rights, Juli, 2003, hal. 44. 787 Robinson, East Timor 1999, hal. 221. 788 KPP HAM, Laporan, 131-135; juga lihat Robinson, East Timor, hal. 225. 789 KPP HAM, Laporan, para. 139. 790 Samuel Moore, “The Indonesian Military’s Last Years in East Timor: An Analysis of its Documents”, Indonesia 72, Cornell South East Asia Program, Oktober 2001, hal 31. 791 Feliciana Cardoso, kesaksian di dengar pendapat publik nasional CAVR tentang Wanita dan Konflik, 28– 29 April 2003 792 Greenlees and Garran, hal. 231. 793 Lihat pernyataan HRVD 3530-04; 6160; 6229; 6762; 6173-03; 4266; 8259; 2104-02; 8255; 1061-05; 0710; juga lihat KPP HAM, Report, para 171. 794 Martin, Self Determination, hal 97. 795 Laporan komisi Indonesia mengenai penyelidikan atas kejahatan yang dilakukan di Timor-Leste pada tahun 1999 (KPP HAM), 31 Januari 2000, VI.6. 796 Laporan komisi Indonesia mengenai penyelidikan atas kejahatan yang dilakukan di Timor-Leste pada tahun 1999 (KPP HAM), 31 Januari 2000, para 50. 797 Laporan KPP HAM, para 162. - 192 - 798 Submisi kepada CAVR, wawancara David Hicks, Maxine Hicks dan Phyllis Ferguson dengan Virgilio Simith, 7 Juli 2005, Arsip CAVR. 799 Ibid. 800 Lihat pembahasan bab mengenai Kekerasan Seksual dan, misalnya, kesaksian BM, pada Audensi Publik Nasional CAVR dari korban Rona Ami Nia Lian di CAVR (Dengar Suara Kami) 11-12 November 2002. 801 Laporan KPP HAM , para 142; juga lihat Deputy General Prosecutor for Serious Crimes, Maliana Indictment, Case No. 2003/18, para 128-190. 802 Geoffrey Robinson, East Timor 1999: Crimes Against Humanity—A Report Commissioned by the UN Office of the High Commissioner for Human Rights, Juli, 2003, hal. 185. 803 Kesaksian Ian Martin pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 804 Kesaksian Abel Guterres pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 805 Martin, Self Determination, hal. 104-105. 806 Lihat Martin, Self Determination , hal. 104-105; juga lihat Ian kesaksian Martin pada Audensi Publik Nasional CAVR dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 807 Kesaksian Ian Martin pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 808 Lihat Laporan KPP HAM, para 87. 809 Martin, Self Determination, hal. 111. 810 Kesaksian Ian Martin pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, 15-17 Maret 2004. 811 Martin, Self-determination, hal. 101. 812 Laporan KPP HAM, para 98. 813 Laporan KPP HAM, para 83. Martin, Self Determination, P. 115. 814 Laporan KPP HAM, para 164. 815 Human Rights Watch, Laporan mengenai Nusa Tengara Timur (Timor Barat), 1999. 816 Human Rights Watch, Laporan mengenai Nusa Tengara Timur (Timor Barat), 1999. 817 Laporan KPP HAM , para 151: juga lihat Pernyataan 2285. General Prosecutor of the UNTAET, Indictment against Joni Marques, et.al., Kasus No. 2000/9, para. 33-40. Special Panel for Serious Crimes, Judgement, 11 Desember 2001. Tujuh anggota milisi termasuk Marques ditemukan bersalah oleh Special Panel for Serious Crimes. 818 Martin, Self Determination, hal. 115. 819 Truk F (Tim Relawan Untuk Kemanusiaan) Penyerahan disampaikan pada dengar pendapat publik CAVR mengenai Perempuan dan Konflik, April 2003. 820 Human Rights Watch, Report on West Timor, 1999. 821 Martin, Self Determination, hal. 97. 822 KPP Ham, Report on East Timor, para 185. 823 Human Rights Watch, Laporan Dunia 2001, East Timor, pada http://www.hrw.org/wr2k1/asia/etimor3.html. 824 Martin, Self Determination, hal. 115.