NUINTERNET Buletin Forum Komunikasi & Dakwah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah http://buletin.fkdia.org No.9, November 2000 Efektivitas Perjalanan Gus Dur Halaman 4 Internet for Beginners Hal 6 Telepon Murah Dengan Internet Hal 8 Islam Transformatif Hal 10 Dinamika Intelektual dan Pergerakan Mahasiswa Kairo Hal 18 Dunia Sophie Hal 20 edisi9.pmd 1 14/10/2008, 10:05 Õ Bagi Anda yang ingin berbicara bebas Bagi Anda yang bebas berpikir Bagi Anda yang berpikir radikal tetapi rasionalistis Bagi Anda yang rasional dan cerdas Di sinilah tempatnya! Wadah berkumpul generasi muda berpikiran maju yang kritis dan terbuka untuk bertukar pikiran membangun wacana baru Kami hadir hanya dan untuk para pembaharu Membuka cakrawala baru Dengan hati jernih dan utuh Menggagas ide Menuai kemerdekaan Untuk mendaftar: * Kirim e-mail kosong ke forum_35-subscribe@egroups.com * Informasi lebih lanjut, e-mail fkdia@fkdia.org edisi9.pmd 2 14/10/2008, 10:05 Õ B U L E T I N N U I N T E R N E T Diterbitkan oleh: Forum Komunikasi dan Dakwah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (FKDIA) “Cyber Nahdliyin” Pemimpin Umum: Mukhlisin - Pemimpin Redaksi: Gus John - Redaksi: Dèn Oton, Fair Kid, Jepeoe - Design: Dèn Oton Publikasi Online: Jepeoe - Alamat Surat: Jl. Cililitan Kecil III/47 Cililitan, Kramatdjati, 13640 - Jakarta Timur 13640 - Telp: (021) 8094069 Fax: (021) 8094069 - Website: http://buletin.fkdia.org - Surat elektronik: buletin@fkdia.org Infak : Rp. 500,- No. Rekening: BCA KCP Sabang, Jakpus an. Zahrotul Jannah - No. Rek: 0751188560 - Iklan: Rp 100.000 per halaman (b/w) - Acc: Gus John - Edisi ini diterbitkan 500 eksemplar. Diedarkan ke seluruh jaringan distribusi di seluruh Indonesia, di antaranya kampus-kampus dan organisasi kepemudaan Islam. Juga dipublikasikan melalui internet dalam format online dan Adobe PDF. File bisa Anda download di website FKDIA. Redaksi menerima tulisan dalam bentuk kolom, opini, atau liputan. Tulisan hendaknya diketik spasi rangkap dan disertai identitas jelas. FKDIA turut memeriahkan Muktamar NU XXX dengan menggelar Stand NU-INTERNET NU INTERNET No. 9, Oktober 2000 Salam Redaksi Goyangan terhadap Gus Dur telah menjadi sebuah wacana menarik dan panjang. Gus Dur semakin 'resmi' menjadi tokoh kontroversi tingkat dunia. Edisi kali ini kami mencoba menyoroti efektifitas kontroversi langlang buana Gus Dur. Kami juga menghadirkan beberapa tulisan seputar wacana keislaman. Disamping itu, sedikit kami informasikan bahwa tepat pada tanggal 28 Oktober 2000, di Gedung Sumpah Pemuda terjadi peristiwa mengharukan dan menyentuh. Dengan disponsori oleh PP. IPNU, sebanyak 140 siswa tingkat SMU berdatangan dari seluruh pelosok Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda. Dalam kesempatan itu mereka membacakan seruannya yang lebih dikenal dengan istilah 'Suara Pelajar Indonesia' Istimewanya, ternyata di tengah kondisi negeri kita yang masih sakit ini, masih ada suara-suara tulus yang berkeinginan membangun negeri dengan menyingkirkan kepentingankepentingan sesaat. Untuk mengapresiasikan semangat itu, dalam edisi kali ini kita sengaja memotretnya. Salam, Redaksi a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a edisi9.pmd 3 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 4 Bagi lawan politiknya, kunjungan yang dilakukan oleh Presiden Gus Dur ke beberapa negara sudah pasti dipandang tidak membuahkan hasil. Parameter yang digunakan seperti: nilai tukar rupiah yang terus menurun, integrasi bangsa yang semakin mengkhawatirkan, kasus Atambua yang sempat mempermalukan Indonesia di forum PBB dan pernyataan kontroversial Gus Dur lainnya, dijadikan sebagai peluru tajam untuk 'mengontrol' pemerintah. Sangatlah wajar, bila kemudian berkembang sebuah guyonan di internet; presiden pertama seorang negarawan, presiden kedua seorang hartawan, presiden ketiga seorang ilmuwan dan presiden keempat seorang wisatawan. Menurut saya, guyonan --atau yang paling tepat dikatakan sindiran-- itu khusus ditujukan buat Gus Dur, karena saking seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri. Memang, semenjak menjabat sebagai presiden (20 Oktober 1999), Gus Dur telah mengunjungi puluhan negara di 4 benua, ditambah dengan rencana kunjungannya ke Benua Australia pada bulan ini. Dengan kepastian dari kunjungan itu, maka lengkap sudah, dalam setahun pemerintahannya semua benua yang ada di dunia telah dikunjunginya. Suatu perjalanan tercepat dari seorang kepala negara yang patut dicatat dalam Guinners Book of the Records, tidak hanya di MURI saja. Sebenarnya substansi dari sindiran itu merupakan indikasi adanya kesangsian dari sebagian elit politik melihat hasil yang didapat Gus Dur. Tapi bila perjalanan itu dikatakan sebagai acara wisata-dengan mengatakannya sebagai wisatawan-tentu saja terlalu berlebihan. Ada beberapa hal yang perlu diluruskan dari guyonan yang bernada cemoohan itu, bahwa pertama-dengan alasan sederhana-secara fisik Gus Dur tak bisa melihat. Bila lawatan ke berbagai negara itu dikatakan hanya sebagai plesiran tentu salah alamat. Bagaimana mungkin Gus Dur bisa menikmati pemandangan, sementara dia sendiri tak bisa melihatnya. Begitupun dengan rombongan yang ikut bersama presiden. Baik wartawan, pengamat politik, anggota DPR dan anggota kebinet, semua punya jadual masing-masing yang sangat padat. Perlu dicatat, Gus Dur biasanya dalam sekali perjalanan ke luar negeri, tidak hanya menuju pada satu negara saja, tapi bisa mengunjungi lebih dari empat negara sekaligus. Bahkan sering terjadi setengah hari di satu negara. Melihat kondisi seperti ini, sangatlah kecil kemungkinannya bila mereka bisa menikmati acara wisata dengan leluasa. Kedua, dengan lawatan itu, bisa dipahami bahwa Gus Dur sedang berupaya keras untuk membawa Indonesia agar bisa segera keluar dari krisis multidimensi yang sedang terjadi. Di samping itu, Gus Dur juga menginginkan agar kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia bisa pulih sehingga para investor bisa menanamkam modalnya kembali di Indonesia. Tema-tema seperti itulah yang biasanya menjadi pokok pembahasan bila Gus Dur melakukan pembicaraan dengan beberapa kepala negara berikut pengusaha dari negara yang disinggahinya, termasuk kegiatan eksporimpor. Berbicara dengan Fakta Indikasi-indikasi awal sebagai hasil dari lawatan itu, terlihat misalnya: dalam bidang ekonomi telah menunjukkan kinerja yang positif. Dalam empat bulan terakhir, angka ekspor (migas+non-migas) mencapai rata-rata US$ 5 milliar, dan mencapai puncaknya pada bulan September yang menjadi rekor tertinggi selama tahun 2000. Nilai ekspor Indonesia di bulan September mengalami kenaikan 4,47 %, yakni US$ 5,79 milliar dari ekspor bulan Agustus yang US$ 5,54 M. Hasil positif yang lain, adanya penghapusan utang Indonesia oleh Kuwait. Dengan 'diplomasi nyentrik' ala Gus Dur, dalam tempo beberapa menit, US$ 150 juta hutang Indonesia terhapuskan. Negara-negara Arab juga menyatakan ketertarikannya untuk melakukan investasi kilang minyak di Riau. IMF, Bank Dunia dan CGI bisa bersifat lebih lunak terhadap Indonesia. Kalau dulu di jaman Suharto, IMF lebih dominan dalam penyusunan LoI. Kini, Indonesia yang lebih dominan. Para pengusaha Singapura yang dipimpin langsung oleh PM Goh Cok Tong pernah datang Efektifitas Perjalanan Gus Dur Teropong Oleh: Gus John Mahasiswa STIMIK Perbanas Jakarta edisi9.pmd 4 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 5 NU INTERNET No. 10, November 2000 ke Indonesia setelah Gus Dur berkunjung ke sana. Mereka menyatakan sangat tertarik untuk melakukan investasi di Batam, juga masalah kelautan. Beberapa hari yang lalu, seorang pengusaha Arab Saudi menyatakan tertarik untuk ikut memiliki saham BCA. Sementara di bidang politik tercermin dari mulai melunaknya sikap masyarakat Eropa terhadap Indonesia. Berkat diplomasi Gus Dur, hubungan dilomatik dengan Portugal dibuka. Hubungan yang selama ini putus dan menjadi duri dalam daging (dengan kasus Timor-Timur) kini usai sudah. Dengan rujuk itu, posisi Indonesia di mata negara-negara Eropa menjadi lebih kuat, mengingat Portugal saat ini menduduki posisi penting sebagai Ketua Parlemen Eropa. Kedua, walaupun Amerika tidak begitu suka dengan kepemimpinan Gus Dur, tapi mau tidak mau Amerika harus berpikir ulang bila ingin 'mengobok-obok' Indonesia. Sekarang, Amerika tidak bisa seenaknya mengatur kita seperti di jaman Suharto, karena mereka pasti sadar bahwa munculnya kepemimpinan Gus Dur secara tidak langsung menguatkan sentimen 'kekuatan Asia', sentimen 'kekuatan negara selatan-selatan', sentimen 'kekuatan OPEC' dsb. Meskipun saat ini, hubungan Washington- Jakarta sedang tegang, tapi saya yakin itu tidak akan menjadi hal yang serius. Persahabatan Gus Dur-Bill Clinton terjalin cukup baik. Gus Dur bisa diterima Bill Clinton dengan jadual pertemuan yang sangat mendadak. Waktu pertemuan yang direncanakan hanya setengah jam pun bisa molor hingga dua jam. Ketiga, melunaknya sikap Australia. Di masa Habibie, Australia merupakan negara agresor yang berperan penting terhadap lepasnya Timor- Timur dari wilayah Indonesia. Mereka begitu congkaknya mempermalukan Indonesia dengan kasus Timor-Timur. Tapi kini, di jaman Gus Dur, PM Horward tak mau mencari masalah. Kritikan keras yang datang dari DPR agar Gus Dur tak berkunjung ke Australia pun tak berani mereka tanggapi. Di bidang kebudayaan/pendidikan, Gus Dur dianugerahi gelar Doktor dari berbagai macam perguruan tinggi terkenal di berbagai negara dalam setiap lawatannya. Gus Dur dipandang sebagai sosok humanis, pejuang demokrasi, konsisten dalam penegakan HAM. Gus Dur juga menjadi anggota kehormatan suku Indian, ketika berkunjung ke Amerika. Setidaknya dari tiga parameter yang saya sebutkan di atas, menunjukkan bahwa usaha yang telah dilakukan Gus Dur tidaklah seluruhnya sia-sia. Kalaupun sampai saat ini indikasi-indikasi itu justru malah menjauh, maka perlu diperhatikan bahwa; pertama, apa yang telah dilakukan oleh Gus Dur itu ibaratnya berfungsi sebagai pembuka jalan, sementara proses selanjutnya menjadi tugas bawahannya. Usaha Gus Dur akan menjadi sia-sia belaka bila para menteri, pengusaha yang diajak Gus Dur tidak bisa pro aktif menindaklanjuti jalan yang telah dibuka oleh Gus Dur itu. Kedua, kelambanan proses pemulihan ekonomi, investor yang masih ragu-ragu, harus dilihat dari berbagai aspek yang menjadi penyebab. Seperti adanya elite politik yang justru tidak mendukung usaha-usaha yang dilakukan oleh Gus Dur. Misalnya, dengan cara membuat kerusuhan, buat opini yang menyesatkan seolaholah kondisi Indonesia tidak aman. Juga berbagai macam manuver politik yang justru menyebabkan rupiah semakin terpuruk. Tuntutan Gus Dur agar mundur, Sidang Istimewa, impeachment dan omongan tak rasional lainnya juga semakin memperkeruh suasana. Sweeping terhadap warga negara Amerika yang dilakukan oleh kelompok Islam-puritan di Solo semakin menambah runyamnya bangsa. Mereka itu patut dicurigai sebagai golongan yang memang tidak menginginkan bangsa ini segera pulih dari krisis yang sedang terjadi. Menurut orang dekat Gus Dur, kelompokkelompok yang tidak menginginkan keberhasilan dari kinerja pemerintah Gus Dur, bisa diklasifikasikan dalam tiga golongan; pertama, kelompok yang pernah berkuasa yang saat ini kehilangan kekuasaannya. Mereka tidak rela bila hak-hak istimewa yang selama ini mereka dapatkan, hilang begitu saja. Termasuk dalam golongan ini: Cendana, elit TNI yang tersingkir, pensiunan TNI yang dulu pernah memegang jabatan penting. Kedua, kelompok yang menjadi bagian dari kelompok pertama, tapi belum mendapat posisi yang strategis. Saat ini, mereka sangat ingin untuk bisa menduduki posisi penentu sebagai pengambil kebijakan. Golkarnya Akbar Tanjung, Ginanjar Kartasasmita, sebagian TNI masuk dalam kelompok ini. Ketiga, orang-orang yang belum pernah berkuasa, tapi memiliki ambisi berkuasa. Amien Rais dengan gerbong 'reformasi'-nya (PAN), berikut kelompok-kelompok Islam kepentingan lainnya (ICMI, HMI, KAMMI, FPI). Ketiga kelompok itu memang tidaklah (Bersambung ke halaman 19) edisi9.pmd 5 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 6 Menggunakan E-mail Yang Aman Oleh: Dèn Oton Webmaster Internet for Beginners Bagi Anda yang sudah lama menggunakan internet, tentu sering mengalami hal ini. Seringkali, Anda menerima email yang ngaco dari orang-orang yang Anda bahkan tidak kenal nama dan e-mail. Tentu Anda akan sangat jengkel kalau hal ini terjadi secara terus menerus, apalagi kalau akses internetnya lewat telepon dan tentunya juga akan menambah tagihan bila data e-mail yang harus di-download tiap bulannya membengkak. Kenapa hal-hal tersebut bisa terjadi? Internet adalah jaringan yang terbuka dan tanpa sensor. Semua orang bisa menggunakanannya. Semua orang dapat membuat berbagai fasilitas dan kemudahan dalam hal tukar menukar informasi. Dan banyak website yang menawarkan berbagai fasilitasnya. Biasanya mereka membuat semacam keanggotaan bagi pengunjungnya. Dari sinilah mereka mendapatkan e-mail Anda. Mungkin secara tanpa sadar Anda memasukkan alamat e-mail ke dalam salah satu form registrasi mereka. Yang perlu ditanyakan kembali, apakah di dalam websitenya terdapat fasilitas untuk memberhentikan langganan e-mail tersebut. Kalau memang ada, berarti Anda secara mudah dapat memberhentikan keanggotaan Anda langsung. Yang bikin jengkel, ada beberapa website yang menyalahgunakan suatu form atau isian pendaftaran dengan menjual e-mail Anda ke perusahaan lainnya. Hal inilah yang perlu Anda perhatikan. Untuk perusahaan yang bonafid, biasanya mereka sangat menjaga kerahasiaan dan kenyamanan dari usernya. Hal ini dengan memberikan pertanyaan pendahuluan yang menanyakan apakah Anda mau berlangganan beberapa berita, fitur dan info terbaru ke e-mail Anda. Berbeda dengan perusahaan yang kurang bonafid, mereka acapkali menggunakan fasilitas-fasilitas tertentu untuk mencuri e-mail Anda dan kemudian tanpa ijin akan menggunakan e-mail Anda tersebut atau bahkan menjualnya. Inilah yang perlu diperhatikan. Untuk mengatur kenyamanan berkomunikasi melalui e-mail ini, ada satu asosia bernama Cauce (Coalition Against Unsolicited Commercial Email) yang mangatur tata tertib dan kesopanan ber-email serta memberitahukan hak-hak pengguna email. Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat membuka website di http:// www.cauce.org. Tips Mengamankan E-mail Anda Untuk menghindari berbagai hal di atas, saya mempunyai beberapa tips kecil yang dapat Anda gunakan ketika berinternet: 1. Jangan memberikan e-mail ke sembarang organisasi atau perusahaan. 2. Cek dahulu beberapa tawaran yang diberikan, apakah ada fasilitas untuk pendaftaran/pemberhentian langganan e-mail secara mandiri. 3. Jangan menggunakan atau membuka website-website yang tidak jelas efektifitas dan kegunaannya, terlebih harus memasukkan e-mail Anda tanpa adanya alasan yang jelas 4. Laporan adanya penyalahgunaan e-mail ke organisasi dan asosiasi yang ada. 5. Gunakan e-mail dengan baik dan benar, sebab mungkin saja ada seseorang yang karena suatu hal ingin mencelakakan Anda dengan membalas perbuatan Anda. Marilah menggunakan e-mail yang aman efisien dan bersahabat kepada siapa saja. *** edisi9.pmd 6 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 7 NU INTERNET No. 10, November 2000 Langlang Dunia Maya Hemat Waktu Mencari Informasi Anda kesal karena hasil pencarian Anda melalui sebuah search engine benar-benar tidak sesuai dengan yang Anda inginkan? Mungkin inilah saatnya Anda mencoba search engine Google.com (http://www.google.com). Situs ini menawarkan pencarian yang super cepat dan akurat. Kecepatan pencarian situs ini dihasilkan karena pemakaian algoritma searching yang efisien serta didukung oleh ribuan PC yang saling terhubung dan membantu pencarian yang dilakukan oleh master softwarenya. Master software yang mereka beri nama PageRank™ ini adalah sebuah system yang digunakan untuk me-ranking atau mengumpulkan data dari halaman-halaman web. Sistem ini dibuat oleh pendiri situs Google yaitu Larry Page dan Sergey Brin di Stanford University. Pada saat kita mencari suatu informasi, Google tidak hanya begitu saja menampilkan hasil pencariannya terhadap lebih dari 1 milyar alamat web site, tetapi terlebih dulu ia akan menganalisa web site yang lebih berkualitas dan lalu digabungkan dengan hasil pencarian dengan teknik text-matching yang rumit sehingga akan menghasilkan informasi halaman yang penting dan juga relevan dengan apa yang kita cari. Google akan melakukan pencarian terhadap informasi yang banyak terdapat pada suatu halaman web, lalu memeriksa seluruh aspek yang terkait pada isi halaman tersebut (termasuk isi dari halaman yang tersambung dari halaman yang sedang dicari) untuk memastikan apakah suatu halaman web merupakan hasil yang baik dan berkualitas dari yang kita inginkan. Selain tampil secara default dalam bahasa Inggris, Google juga dapat kita baca dalam 14 bahasa asing lainnya, bahkan juga akan ditambah dengan 10 bahasa asing lagi yang saat ini masih dalam pengembangan. Sayang sekali bahasa Indonesia belum tersedia di situs ini. Google inilah cara objektif, jujur dan termudah untuk mencari web site berkualitas tinggi berisi informasi yang relevan sesuai dengan apa yang kita cari. Selamat mencoba! Memesan Tiket Penerbangan via MIR@ MIR@ atau MIRA (Merpati Internet Reservation @ccess) adalah sebuah produk inovatif dari maskapai penerbangan internasional Merpati, yang diluncurkan untuk memanjakan para pelanggannya. Dengan MIR@ (http:// www.merpati.co.id), pemesanan tiket dan tempat duduk dapat dilakukan dengan mudah. Untuk dapat melakukan pemesanan tiket lewat MIR@, Anda terlebih dahulu harus mendaftarkan diri Anda secara gratis sebagai member. Caranya mudah, tinggal mengisi form yang tersedia pada menu membership, lalu klik Submit! Bila pendaftaran Anda disetujui, user id dan password akan segera Anda dapatkan dan langsung bisa digunakan untuk melakukan pemesanan. Hanya, sayang sekali situs ini belum menyediakan fasilitas transaksi pembayaran online, melainkan hanya pemesanannya saja secara langsung. Padahal konon menurut Merpati, ini adalah model reservasi on-line pertama lho untuk industri penerbangan di Indonesia. Kita tunggu saja pengembangan dari situs ini, yang rencananya juga akan menjadi bukan hanya melayani pemesanan tiket Merpati, tetapi juga akan bisa dimanfaatkan untuk reservasi hotel, restoran, sewa mobil, dll. Ayo, Merpati! a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a edisi9.pmd 7 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 8 Tren Teknologi Telpon Murah Dengan Internet? Oleh: Joko Prasetyo Utomo Kalau saat ini banyak keluarga mengeluh gara-gara tagihan teleponnya membengkak, itu dulu. Kini, dan mudah-mudahan sebentar lagi ada ijinnya sudah ada teknologi baru bernama internet telephony (i-phone). Telepon internet (IPhone) merupakan teknologi komunikasi suara yang menggunakan jaringan internet sebagai infrastrukturnya. Untuk setiap pemanggilan yang biasanya menggunakan jaringan telepon konvensional. Untuk melakukan suatu pemanggilan interlokal, kita cukup membayar seharga pulsa lokal ke gerbang iphone terdekat, harga hubungan antar kota akan ditangani oleh jaringan internet yang menghubungkan gerbanggerbang antar kota, atau bahkan antar dunia. Teknologi ini sangat menarik meskipun belum boleh beroperasional di Indonesia. Dari sisi biaya misalnya, SLJJ & SLI cost bisa ditekan drastis. Bayangkan, jika menggunakan SLI biasa ke AS pada jam normal, biayanya sekitar Rp 8300/ menit. Sementara dengan telepon internet hanya dikenakan biaya US$0,13/menit (sama dengan Rp. 1170/menit bila kurs 1$=Rp. 9000). Salah satu kendala telepon internet, terletak pada kualitas suara yang terkadang tidak baik. Hal ini terjadi jika kita menggunakan teknik kompresi suara menggunakan perangkat lunak. Secara logika jika ada perangkat keras yang dapat melakukan teknik-teknik kompresi suara secara perangkat keras maupun dapat mentransmisikan suara secara terus-menerus sambil menerima suara, kemungkinan besar kualitas suara melalui telepon internet akan lebih baik. Informasi tentang berbagai vendor peralatan atau perangkat lunak telepon internet bagi operator telepon maupun kantor-kantor dapat dilihat di http://www.pulver.com/gateway atau di http://www.openphone.org . Di Openphone.org lebih memfokuskan dirinya pada gateway low density (khusus kantor kecil) dengan perangkat lunak dan perangkat keras yang sifatnya terbuka yang kadang-kadang bisa kita ambil (download). Selain di Windows, perangkat lunak ini juga dikembangkan di sistem operasi Linux. Di website ini juga dapat di download berbagai informasi dan standarisasi dalam telepon internet. Dari berbagai sumber yang ada, solusi kemungkinan yang paling cocok untuk kantor kecil adalah solusi yang diberikan oleh http:// www.quicknet.net . Secara umum quicknet menawarkan solusi perangkat keras maupun perangkat lunak pendukung. Dengan perangkat keras pendukung yang dikembangkan quicknet, maka kualitas suara telepon internet dijamin lebih baik daripada menggunakan perangkat lunak saja. Beban komputasi PC gateway menjadi lebih rendah karena proses perhitungan kompresi dan dekompresi suara dilakukan oleh kartu quicknet. Alat yang dibutuhkan untuk melakukan ini sangat sederhana yaitu minimal sebuah PC Pentium 133MHz, akses internet 28,8 Kbps, dan sebuah kartu telepon internet. Beberapa hal spesifik yang ada dalam kartu quicknet adalah echo cancellation, kompresi data, dan kemampuan melakukan hubungan full duplex (secara 2 arah, baik berbicara maupun menerima). Dan dapat disambungkan langsung ke pesawat telepon yang kita miliki. Kemampuan full duplex sangat penting agar pola pembicaraan kita dapat sekaligus berbicara dan mendengar pembicaraan orang lain. Ini tidak ada dalam aplikasi telepon internet sederhana yang hanya mengandalkan perangkat lunak atau kartu suara biasa. Melalui telepon internet maka akan dapat dimungkinkan membuat sebuah aplikasi komunikasi data dari internet-telepon dan sebaliknya. Dengan adanya teknologi ini tentunya akan tercipta banyak sekali inovasi teknologi yang sangat membantu kebutuhan komunikasi di masa mendatang. Komunikas yang berkualitas dengan harga murah dan efisien. ***. a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a aabiz.com edisi9.pmd 8 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 9 NU INTERNET No. 10, November 2000 Berita Teknologi Sumpah Pemuda Internet Dalam hal perkembangan teknologi, khususnya internet, para pemuda Indonesia pun tak mau kalah. Sekaligus menyambut Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober, kali ini diadakan peringatan berupa Sumpah Internet Pemuda (SIP) 2000. Dipusatkan di Palangkaraya dengan pidato pembukaan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Pidato ini disiarkan langsung --bukan lewat televisi-- tetapi lewat internet. Sayangnya, karena keterbatasan berbagai hal teknis --khususnya lebar bandwidth jaringan yang sempit-- acara yang tadinya akan disiarkan pukul 12:00 WIB tepat, baru bisa disiarkan di Jakarta pada pukul 13:00 WIB. Masyarakat bisa mengikuti acara peringatan SIP 2000 ini asalkan mempunyai perangkat komputer dengan koneksi internet, dan juga beberapa piranti lunak seperti Real Audio dan ditambah dengan mIRC bila ingin melakukan chatting. Alamantnya ada di pnm://203.130.231.68/encoder/ live.rm. Acara ini didukung oleh beberapa vendor IT seperti Cisco, Telkom, Supersiswa, dll. Selain itu, untuk lebih mengarahkan perkembangan internet di sekolah telah dibangun proyek Sekolah 2000 yang beralamat di http://www.sekolah2000.or.id. Dengan salah satu programnya yaitu melakukan pelatihan secara virtual melalui e-mail atau website. (Media Indonesia/arw) Memajukan Negara Melalui IT, Pengalaman India “Kami tidak mempunyai sebuah jaringan elektronik tak-terputus seperti halnya di negaranegara maju. Tetapi kekuatan kami tidak mengandalkan infrastruktur kelas dunia, melainkan sumber daya manusia kelas dunia. Hari ini, para teknokrat yang bekerja di lembah Silicon, Amerika Serikat 100% orang India,” demikian penuturan Menteri Teknologi Informasi India dalam sebuah wawancara dengan majalah Time edisi Oktober yang lalu. Memang benar, dengan penguasaan teknologi khususnya IT, India telah mengangkat dirinya sederajat dengan negara-negara maju lainnya. Karena dengan IT dan internetlah, dapat menciptakan harapan bagi semua orang. Dengan internet, kita dapat dengan mudah menjual kemampuan kita secara mengglobal. Tanpa batasan negara dan bahasa. “Hal terbaik tentang keseluruhan fenomena internet adalah dapat menciptakan harapan bagi semua rakyat,” tutur Rakesh Subey seorang pekerja IT dari India. “India selalu mempunyai kemampuan, dan dengan internet, kami menemukan bahwa kami mempunyai mekanisme untuk menjual kemampuan kami ke seluruh dunia,’’ tambah Prakash Gurbaxani, dari 24/7Customer.com Bagaimana dengan kita Indonesia? (TIME/arw) Sistem Penamaan Baru, Memudahkan Para Maniak Internet Bagi Anda yang kesulitan mencari sebuah nama domain untuk website Anda, inilah saatnya. Karena sebentar lagi akan diluncurkan sistem penamaan domain yang terbaru yang lebih mudah dan lebih ‘manusiawi’. Wired menyebutkan, saat ini Asosiasi Internasional Penamaan Internet sedang membuat suatu protokol penamaan baru yang memungkinkan kita mempunyai domain-domain seperti .news, .shop, .tel, dan sebagainya. Telah kita ketahui beberapa domain yang ada saat ini seperti .com, .net, .org hampir melampaui keterbatasannya. Untuk mencari sebuah nama yang bagus dan mencerminkan identitas kita, sebelumnya kita harus bersusah payah untuk mencari bahkan beberapa perusahaan besar bahkan harus membayar puluhan ribu dolar demi mendapatkan sebuah nama yang cantik. Mungkin karena itulah diharapkan, dengan sistem penamaan baru yang lebih banyak ini, kita mempunyai alternatif penamaan yang lebih banyak, lebih cantik dan jelas. (Wired/arw) edisi9.pmd 9 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 10 Anak-anak NU yang sejak kecil hidup di langgar memang benar-benar sudah tuwuk (kenyang) dengan Islam. Sehingga akibatnya, Islam bagi mereka seperti ayam goreng bikinan emak-emak di kampung: tidak menarik, dan tampilannya kotor. Akhirnya, anak-anak NU lari jajan ke KFC, McDonald, dan lain-lain. Tapi kalau mau jujur, daya tarik Islam seperti yang disajikan oleh kelompokkelompok garis keras itu, menurut saya, mungkin terletak pada “janji” perubahan sosial yang mau diperjuangkannya. Kaum terdidik biasanya selalu tergoda dengan sebuah “utopia”: bahwa dunia itu bisa diubah sesuai dengan “blue print” intelektual yang ada di pikirannya. Kaum terdidik juga biasanya tidak sabar kalau melihat keadaan masyarakat yang kacau balau, tidak sesuai dengan “rencana-kehidupan-indah” yang ada di benaknya. Mereka ingin, jika bisa, segera ingin membereskan keadaan yang serba tidak ideal itu. Makanya, proyek revolusi sosial sepanjang abad dua puluh ini selalu “disulut” oleh ide-ide besar yang indah yang biasanya diimpikan oleh para filsuf, lalu diperjuangkan secara “fanatik” oleh sejumlah orang (terdidik juga) yang yakin akan kebenaran ide filsuf tersebut. Ini terjadi baik di Cina (kasus Mao Tse Tung), Kamboja (kasus Pol Pot), Cuba (kasus Che dan Fidel Castro), Rusia (kasus Lenin), Mesir (kasus Ikhwan), Sudan (kasus Hassan Turabi), Iraq (kasus Saddam dan Michel ‘Aflaq dengan Partai Ba’ts-nya), dan lainlain. Yang menarik pada Islam seperti yang dikonsepsikan oleh Ikhwanul Muslimin adalah bahwa bahwa ia menyediakan “blue print” tentang masyarakat ideal yang sesuai dengan impian Islam. Tidak hanya itu, Islam model Ikhwan juga memperlihatkan bahwa “mengubah masyarakat yang jahiliyyah” itu adalah sesuatu yang mungkin. Saya masih ingat dengan persis beberapa kalimat pembuka dari buku pamflet Sayyid Qutb yang menyebabkan dia dihukum mati oleh Nasser berjudul “Ma’alim Fit Thariq” (Rambu- Rambu di Jalan). Katanya, “Apakah Anda mengira bahwa sahabat Nabi yang mencerminkan Islam ideal sebagaimana dikehendaki oleh Allah itu adalah sekelompok malaikat yang mempunyai kapasitas luar biasa sebegitu rupa sehingga pengalaman historis mereka tidak bisa “diciptakan” dan ditiru kembali oleh generasi Islam sekarang? Tidak, sekali-kali tidak. Mereka adalah manusia biasa, tetapi dengan kesungguhan mereka, Islam bisa mereka terjemahkan ke dalam kehidupan yang kongkret. Artinya kita bisa mengulang pengalaman sahabat Nabi itu. Artinya kita bisa menciptakan masyarakat ideal seperti yang dilakukan oleh mereka. Mereka toh juga manusia seperti kita.” Kalimat itu pernah Islam Transformatif Wacana Oleh: Ulil Abshar-Abdalla Ketua Lakpesdam NU Seatcco edisi9.pmd 10 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 11 NU INTERNET No. 10, November 2000 “menyetrum” saya waktu membaca buku itu pertama kali sekitar lima belas tahun yang lalu. Saya tergetar membaca kalimat tersebut, karena itu benar-benar baru buat saya yang mengenal Islam ala NU – Islam yang menurut saya seperti tidak menawarkan “ideologi transformasi”, ide untuk mengubah keadaan masyarakat yang brengsek. Tapi, belakangan saya “kelelahan” mengikuti “ideologi” Ikhwan yang ngoyo dan “ngotot” itu. Setelah saya belajar sedikit banyak mengenai Marxisme serta kegagalannya, akhirnya saya berkesimpulan bahwa, “Ini semua tidak realistis.” Kemudian saya “keluar” dari kelompok Islam yang juga punya kedekatan secara ideologis dengan Ikhwan. Jadi memang, Islam model Ikhwan itu mempunyai daya tarik yang luar biasa buat kaum terdidik yang kecewa dengan keadaan masyarakat yang brengsek seperti di negeri ini. Sebab, dia punya “ajaran untuk mengubah keadaan”. Sebetulnya ada kemiripan antara Ikhwan dengan Marxisme dalam penafsirannya atas realitas. Marx ketika mengomentari tesis kesebelas Feuerbach, mengatakan bahwa sistem filsafat yang ada hingga zamannya dia, semuanya hanya ingin “menerangkan” keadaan; sudah saatnya dibutuhkan filsafat yang “mengubah” keadaan. Orang Ikhwan kira-kira mengatakan begini, “Sudah terlalu banyak orang yang pinter dan mengerti mendalam mengenai agama; yang diperlukan sekarang adalah mengubah keadaan sesuai dengan Islam itu. Bukan teori yang kita butuhkan, tapi praktek. Dan memang, Islam pada awalnya adalah semacam ‘ideologi perubahan’, teori transformasi, persis seperti Marxisme. Tetapi, sayangnya, setelah terlalu lama, agama ini mengalami “pelembaman” karena terlalu sibuk dengan urusan “birokrasi internal” keagamaan: soal siapa menjadi qodli, khatib, imam masjid, berebut zakat fitrah, dukung-mendukung kekuasaan yang sedang memerintah, urusan kapling dakwah, dll. Akhirnya, Islam jadi seperti “company”, perusahaan yang berurusan melulu dengan costand- benefit calculation. Bagi anak-anak muda, Islam yang seperti ini jelas membosankan. Sebab, mereka ini belum mempunyai “kaitan” dengan interes praktis menyangkut duit dan kekuasaan. Mereka butuh suatu “ide” yang masih bersih dan cerah, serta menjanjikan perubahan. Dari segi tertentu, kita harus juga bisa mengapresiasi keadaan yang demikian ini. Dan dari segi itu, NU bisa belajar banyak. Saya berharap, NU bisa mengolah khazanah tradisinya untuk kembali menghidupkan “etos transformasi” dalam Islam. Sebab, tanpa “ruh” seperti ini, NU akan menjadi “company” saja. Dan kalau sudah begitu, ia akan ditinggalkan banyak orang. Apa artinya hidup bermasyarakat kalau tanpa “visi perubahan”, atau juga kemungkinan akan perubahan? Kita akan putus asa saja. Ini kan sama saja kalau kita merasa sudah tidak bisa “naik karir” lagi di kantor tempat kita kerja, ya pasti kita akan stress. Jadi visi transformasi itu semacam “kiat” bagaimana kita (orang Islam) bisa naik “kelas”, “naik karir”, “naik pangkat”, so and so. *** edisi9.pmd 11 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 12 Saya baru saja membaca salah satu bukunya Azyumardi Azra yang terbaru, “Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan”, terbitan Raja Grafindo Persada, 1999, satu dari enam karyanya yang terbit secara berbarengan. Baru dua artikel yang sempat saya baca, “Akar Intelektualisme Islam: Dari Haramayn ke Kairo” dan “Perbukuan Islam: Merambah Intelektualisme Baru”. Tetapi kedua artikel itu sangat menarik perhatian saya, terutama karena pembahasannya yang saya pandang relevan dan kontekstual dengan apa yang juga menjadi perhatian saya selama hampir 3 tahun di Kairo. Satu hal yang menarik dalam artikel pertama dari kedua artikel itu adalah perhatian Azyumardi kepada dinamika dan perkembangan intelektual dan pergerakan tamatan Timur Tengah. Walaupun artikel tersebut sebetulnya sekedar refleksi dan apresiasi atas kajian yang telah dilakukan oleh Mona Abaza berjudul “Islamic Education, Perception and Exchanges: Indonesian Students in Cairo”, tetapi Azra juga memberikan beberapa catatan kritis. Saya menikmati artikel itu, karena saya mendapat beberapa kesimpulan dalam artikel itu agak bersesuaian —untuk tidak mengatakan sama persis— dengan kesimpulan yang saya hasilkan dari pengamatan langsung selama hampir 3 tahun berada di Kairo. Misalnya tentang pentingnya transformasi intelektual balik, juga masalah bagaimana sebaiknya calon mahasiswa yang ingin menimba ilmu di Kairo. Lebih menariknya lagi, karena dalam beberapa kali surat saya ke Azra —melalui email— sempat saya singgung hal yang ternyata juga menjadi concern- nya. Siapa saja mungkin sudah tahu, bahwa Kairo adalah pusat aktivitas intelektualisme Islam terkemuka dan yang paling luas pengaruhnya di dunia Islam sampai saat ini. Sebagai pusat, maka hubungan Kairo dengan pusat-pusat aktivitas intelektualisme Islam di belahan dunia lain adalah hubungan yang searah dan bersifat transformatif. Sama dengan yang dikatakan Abaza bahwa pertukaran kebudayaan terjadi lebih bersifat searah; arus pertukaran muncul dari Timur Tengah, bukan dari Dunia Melayu Indonesia. Dengan kata lain, arus pertukaran sering datang dari wilayah yang sering disebut sebagian pengamat sebagai “centres” —pusatpusat Islam, menuju kawasan “periferal” (pinggiran). Realitas seperti ini, bagi saya, disatu sisi menggembirakan, tetapi di sisi lain terasa menyesakkan. Saya pernah mendengarkan suatu ceramah Cak Nur yang mengeluhkan kebudayaan Indonesia dan Melayu tidak termasuk dalam “kata kunci” percaturan peradaban dan intelektualisme Islam. Karena jika kita membicarakan Islam, “kata kuncinya” adalah Arab, Persia, dan Turki. Salah satu sebabnya adalah minimnya akses kita kepada wacana intelektual umum Islam yang sedang berkembang. Hampir bisa dikatakan kita tidak memiliki karya yang dapat dibaca umat Islam di belahan dunia lain. Jadi, ibaratnya, selama ini intelektual kita itu “jago kandang”, dan tidak mampu memasuki pangsa internasional. Yach, kita hampir tidak pernah menulis dalam bahasa dunia, baik Arab, Inggris maupun Perancis. Ternyata Azra juga gundah dengan kondisi seperti ini —dalam artikel kedua— yang menurutnya bahwa bidang ini telah terlalu lama terlantar, sehingga wacana Islam di Indonesia bukan hanya nyaris tidak terlihat dalam percaturan pemikiran Islam tingkat internasional, tetapi juga tidak tampil memberikan kontribusinya. Jadi, saya setuju bahwa saat ini kita harus mampu menciptakan arus balik, transmisi budaya dan gagasan atau transformasi intelektual balik, bukan dari Timteng ke Indonesia, tetapi dari Indonesia ke Timteng. Upaya ke arah itu yang mungkin dilakukan adalah, misalnya, melalui penerjemahan maupun penerbitan karya-karya intelektual kita —dalam Wacana I n t e l e k t u a l i s m e I s l a m : Dinamika Intelektual dan Pergerakan Mahasiswa Kairo (Apresiasi terhadap Artikel Azyumardi Azra tentang “Akar Intelektualisme Islam: Dari Haramayn ke Kairo”) Oleh: Anang Rizka Anggota Milis KMNU a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a edisi9.pmd 12 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 13 NU INTERNET No. 10, November 2000 bahasa asing— memasuki pangsa pasar Timteng. (Salah satunya, seperti yang sedang saya dan teman-teman kerjakan saat ini dengan menerjemahkan karya Cak Nur, “Kaki Langit Peradaban Islam” ke dalam bahasa Arab). Masalah transformasi intelektual balik ini, juga pernah saya singgung dalam beberapa surat saya ke Azra. Azra dalam artikelnya itu juga mengutip Abaza tentang kecenderungan intelektualkeagamaan dan politik mahasiswa Kairo, yang dalam kerangka Abaza ada dua; kecenderungan modernisme dan tradisionalisme. Tetapi menarik sekali bahwa Abaza menggunakan sketsa biografis Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk menunjukkan kecenderungan liberalisme Islam tamatan Kairo, padahal Gus Dur sendiri tidak “tamat” dari Kairo, bahkan di Baghdad, Iraq (tempat studinya setelah dari Kairo) ia menemukan spiritualitas baru untuk mengokohkan pengembaraan intelektualnya, sebagaimana diakuinya sendiri. Memang sejak di Kairo, kekagumannya kepada penulis-penulis liberal Mesir —dan pada saat yang sama sangat kritis terhadap kelompok konservatif, seperti Muhammad al-Bahi yang pada waktu itu memegang posisi penting di al- Azhar— sedikit banyak mempengaruhi kecenderungan intelektual Gus Dur. Saya sependapat dengan Azra bahwa yang lebih tepat disimbolkan sebagai Islam Liberal tamatan Kairo adalah (alm) Harun Nasution, tetapi menurut saya fenomena Gus Dur juga tidak bisa diabaikan begitu saja, dengan alasan karena ia tidak “tamat”. Menurut saya Gus Dur juga dibentuk oleh Kairo, dengan indikasi keterlibatannya secara aktif dengan pergerakan dan dinamika intelektual di Mesir saat itu, sebagaimana Harun. Tetapi yang agaknya terlupakan dari kajian Abaza —maupun catatan Azra— adalah kenyataan bahwa baik Gus Dur maupun Harun keduanya memiliki corak dan bernasib sama, yaitu harus keluar dari al-Azhar sebagai reaksi terhadap ketidakpuasaannya atas sistem pendidikan yang diberlakukan. Dan yang paling penting, sebagai reaksi atas kecenderungan konservatisme —untuk tidak menyebut fundamentalisme seperti yang sering digunakan Abaza— yang sangat dominan di al-Azhar saat itu (bahkan sampai sekarang). Saya kira, fenomena ini juga menarik mendapat perhatian, terutama relevansinya dengan kondisi keazharan kontemporer yang nyaris tidak berbeda dengan yang dialami Harun maupun Gus Dur dulu. Yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa orang seperti Harun dan Gus Dur merupakan sedikit dari mahasiswa yang sukses menciptakan kondisi sosiologisnya sendiri semasa di Kairo. Sampai sekarang saya masih percaya bahwa kemampuan seorang mahasiswa menciptakan kondisi sosiologisnya sendiri banyak disebabkan oleh visi, misi dan kecenderungan intelektualnya yang relatif telah mapan sebelum ke Kairo. (Dalam bahasa saya) Mereka adalah orang-orang yang “tercerahkan” (enlightened) sebelum ke Kairo. Abaza menekankan bahwa relatifitas pengaruh Kairo khususnya benar bagi mereka yang datang ke Kairo dalam usia yang relatif matang dengan kecenderungan intelektualisme yang sudah cukup matang seperti Harun Nasution, Gus Dur dan Quraish Shihab. Dan tidak benar bagi mereka yang datang ke Kairo setamat dari pesantren atau Aliyah langsung. Masalah ini juga pernah saya ungkapkan dalam surat terakhir saya kepada Cak Nur, bahwa seorang mahasiswa, sebelum menentukan pilihan berangkat ke Timteng, dianjurkan untuk “transit” terlebih dulu, dalam waktu beberapa lama dan terlibat aktif dengan dinamika sosial kemahasiswaan maupun pemikiran Islam yang berkembang. Sehingga setibanya di kota tempat studi nanti, ia bisa langsung start dan seluruh aktivitasnya dapat diorientasikan kepada visi dan kecenderungan intelektual yang telah dirintisnya selama masa “transit” itu. Menciptakan kondisi sosiologisnya sendiri adalah bagaimana seorang mahasiswa mampu menyikapi, menempatkan diri dan berbuat secara proporsional dalam konteks percaturan pemikiran di Kairo. Ini tidak mudah dilakukan, karena memerlukan suatu tingkatan pemahaman keberagamaan dan orientasi intelektual yang mapan. Saya hendak mengabaikan apakah seorang itu terseret masuk ke dalam aura pergumulan pemikiran Islam konservatif, moderat atau liberal, tetapi yang saya permasalahkan adalah bagaimana itu semua dapat dilakukan dengan penuh minat, kesadaran dan kesungguhan yang tinggi, tentu setelah melalui pertimbangan bahwa yang dilakukannya itu dapat mendukung visi dan orientasi sosialnya di tanah air kelak. Sebagai contoh, saya ingin menghadirkan argumen Abaza, bahwa menurutnya kecenderungan fundamentalisme di kalangan mahasiswa Kairo diantaranya disebabkan situasi yang dihadapi mereka di Kairo baik dalam edisi9.pmd 13 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 14 hubungan dengan al-Azhar maupun di antara mereka sendiri. Seperti sistem pendidikan dan birokrasi al-Azhar yang sering membuat frustasi, beasiswa yang kecil, lingkungan pemukiman yang tidak memadai, interaksi akademis atau ilmiah yang sempit, serta bahan bacaan yang simplistis. Saya sepenuhnya sependapat dengan tinjauan Abaza ini —seperti yang diadvokasikan Azra—, maka jika mahasiswa tidak mampu mendobrak fenomena sosiologis seperti yang disebutkan itu, plus tidak mampu menciptakan kondisi sosiologisnya sendiri, maka apa yang dikhawatirkan Abaza tentang kemungkinan terseret dalam arus fundamentalisme Islam sangatlah mungkin. Gejala kearah itu pun, akhir-akhir ini semakin membenarkan premis Abaza, dengan indikasi maraknya trend pemikiran Islam konservatif di kalangan mahasiswa dengan ciri pola pergerakan yang eksklusif dan intoleran. Untuk sekedar menyebut salah satu contoh menciptakan kondisi sosiologis sendiri adalah dengan mengembangkan kajian ilmu-ilmu sosial, menyadari bahwa di al-Azhar, ilmu-ilmu sosial dan humaniora tidak mendapat perhatian selayaknya. Padahal keberadaannya sangat diperlukan, terutama dalam konteks pengembangan dan kontekstualisasi doktrindoktrin agama. Dalam suatu kesimpulan awal, kaum santri elit kota yang saat ini memainkan pengaruh dominan pada level nasional, banyak yang berlatarbelakang pendidikan Islam modern. Maka menarik sekali ketika dalam suatu konferensi tentang “Islam dan Konstruksi Sosial atas Identitas: Perspektif Bandingan mengenai Muslim Asia Tenggara”, yang diselenggarakan Universitas Hawaii 4-6 Agustus 1993, terdapat makalah seorang Indonesianis terkemuka berkebangsaan Jepang, Mitsuo Nakamura yang berjudul “The Emergence of Islamizing Middle Class and The Dialectics of Political Islam in the New Order of Indonesia: Prelude to Formation of the ICMI”. Nakamura memberikan porsi yang cukup kepada IAIN dan pengaruhnya, disamping ICMI (Republika, 25 Jan 2000). Dalam catatan Dawam Rahardjo, mahasiswa IAIN yang progresif dan maju —yang saat ini membawa pengaruh luas dalam pemikiran Islam Moderat pada level nasional— adalah mereka yang disamping mumpuni dalam basic needs ilmu-ilmu keislaman, juga menguasai ilmu-ilmu sosial yang digunakan sebagai metodologi aplikatif wacana keislamannya itu pada level praksis. Jadi, bagaimana pun keberadaan ilmu-ilmu sosial itu dirasa sangat penting, justru untuk mendukung upaya kontekstualisasi basic needs yang dimiliki mahasiswa al-Azhar. Sedangkan untuk menunggu “inisiatif” dari al-Azhar sendiri, kita harus sabar menunggunya dalam waktu yang agak lama, mungkin seribu tahun lagi. Dengan kata lain, di al-Azhar, mahasiswa hanya mampu berharap mendapatkan basic needs ilmuilmu keislaman saja, seperti bahasa Arab, aqidah, fiqh, tasawuf dan sejarah Islam, yang oleh al- Azhar mendapat perhatian sangat besar dan diajarkan dalam suatu paket kajian yang detail dan mendalam. Dan harus diakui pula, inilah salah satu kelebihan al-Azhar yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam lainnya. Dalam konteks ini, maka saya sependapat dengan kesimpulan yang dihasilkan Abaza bahwa Kairo bagi sebagian mereka yang tamat dari kota ini hanya merupakan satu episode saja dari pembentukan dan pengembaraan intelektual mereka. Karena itu kita tidak dapat menekankan (overemphasized) pengaruh Kairo dalam kecenderungan atau orientasi intelekual dan tingkah laku keagamaan mereka. Untuk sekedar memberi catatan tambahan kajian Abaza ini, saya ingin menunjukkan bahwa pada dewasa ini pun, terutama sejak 80-an keatas, hampir seluruh tamatan S1 al-Azhar enggan melanjutkan studinya di tempat yang sama. Jika dikaitkan dengan tinjauan Abaza tadi, jelas fenomena seperti ini menunjuk kepada gejala yang positif; melanjutkan pengembaraan intelektual. Sebab untuk melanjutkan studi pascasarjana di al-Azhar sendiri, banyak kendala dan kesulitan yang harus dihadapi, bukan secara edisi9.pmd 14 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 15 NU INTERNET No. 10, November 2000 materi, melainkan kendala metodologis-administratif yang sering menghambat karier studi itu sendiri. Saya kira siapapun sulit menerima kenyataan bahwa seorang mahasiswa harus menunggu sampai 5 tahun lebih untuk menyelesaikan masternya di al-Azhar, gara-gara beberapa dosen pembimbingnya dengan terpaksa harus pergi mengajar ke negara lain. Dengan begitu, si mahasiswa harus mencari ganti pembimbing lain, dan memulai prosesnya dari pertama. Jadi waktu 5 tahun lebih itu ternyata habis untuk mencari pembimbing pengganti dan mengulang-ulang proses administratif pengajuan tesisnya kepada fakultas. Ada yang lebih mengejutkan lagi; beberapa minggu yang lalu, seorang kandidat Doktor asal Indonesia gagal menjalani sidang disertasinya, dan harus ditunda untuk waktu entah beberapa lama, gara-gara salah seorang pengujinya tidak dapat hadir pada sidang itu, (dan lucunya) tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sensasi bukan? Adapun mengenai pembahasan Azra pada artikel kedua diatas tentang “Perbukuan Islam: Merambah Intelektualisme Baru”, sepenuhnya saya menaruh penghargaan dan apresiasi yang tinggi, hampir tanpa catatan. Tetapi jika saya mencoba membandingkannya dengan etos dan kultur intelektual di Mesir secara umum, barangkali hal itu akan lebih menarik. Salah satu hal yang membedakan ciri dan kultur intelektual antara di tanah air dengan di Mesir dapat ditelusuri dari corak penerbitan buku di kedua negara tersebut. Benar kata Azra, bahwa di tanah air, penerbitan yang sedang marak —terutama mengenai kajian keislaman— adalah karya-karya hasil kumpulan tulisan, dan bukan karya utuh yang memang telah dipersiapkan sejak awal, misalnya melalui kegiatan riset dan penelitian. Dalam pengamatan Azra, hal itu disebabkan karena posisi dilematis intelektual kita, dan tuntutan peran sosialnya yang tinggi. Sehinga banyak intelektual kita yang hampir tidak memiliki waktu khusus untuk menulis. Memang tradisi sabbatical — memberikan izin cuti dari universitas kepada dosen untuk melakukan penelitian dan menulis buku— seperti di Barat belum sepenuhnya dapat ditiru dan dikembangkan di tanah air. Di Mesir, kondisinya tidak separah yang terjadi di tanah air. Memang seperti terlihat, beberapa cendekiawan dan intelektual di Mesir juga banyak yang terlibat dengan tuntutan sosial yang tinggi, tetapi mereka masih tetap dapat meluangkan waktunya untuk sekedar membaca dan menulis. Sebagai contoh, saya sering berhubungan dengan beberapa cendekiawan terkemuka Mesir, sebut saja misalnya Hasan Hanafi —yang pemikirannya banyak dikaji di tanah air—, Ja’far Abdul Salam (Wakil Rektor al- Azhar), Ali Mabruk, Saaduddin Ibrahim dan lainlain. Setiap kali saya menelpon untuk sowan ke kediamannya, mereka selalu membikin janji pada jam-jam tertentu, biasanya habis sholat Asar sampai menjelang Maghrib. Sebab pada jam-jam itu mereka mengaku sendiri hampir selalu di rumah, kecuali bila ada tugas ke luar negeri. Seperti dengan Hasan Hanafi misalnya, bila janji ketemu jam 16.00 tepat, maka kalau kita datang 10 menit sebelumnya, kita akan disuruh menunggu sampai tepat pukul 16.00. Ternyata 10 menit bagi Hanafi sangat berguna untuk membaca dan menulis. Saya pernah bertanya ke Hanafi, “Ustadz Hanafi, jika sekarang Anda tidak ada janjian untuk menerima saya, apa yang Anda kerjakan?”. Hanafi menjawab, “membaca dan menulis”. “Apakah setiap harinya selalu begitu?” Jawab Hanafi, “Iya, selalu. Jadwal saya tetap, sehabis pulang mengajar di kuliah, saya istirahat sebentar, lalu bangun, membaca dan menulis.” Kondisi seperti ini saya rasakan bertolak belakang dengan yang saya alami ketika kuliah di Jakarta dulu; sulitnya minta ampun untuk ketemu dengan seorang Profesor. Maka pertanyaan yang tersisa bagi saya adalah, mengapa di tanah air kondisinya bisa demikian? Jawaban yang akan saya ajukan adalah karena masih rendahnya prosentase SDM yang kita miliki. Lain dengan di Mesir, karena prosentase SDM-nya relatif tinggi, maka jangan heran kalau seorang profesor dipandang sebagai biasa-biasa saja; bukan merupakan “barang mewah”. Perbandingan tingkat prosentase SDM antara Indonesia dengan Mesir —dengan kualifikasi standar S3, bila di Mesir prosentasenya 200/1 juta orang (dalam 1 juta penduduk Mesir, terdapat kurang lebih 200 Doktor), sementara di tanah air prosentasenya 65/ 1 juta orang. Maka, yang perlu untuk ditekankan dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM kita adalah bahwa —paling tidak— hendaknya setiap keluarga “kampanye” mentargetkan seorang anggotanya jadi Doktor. Saya percaya bahwa prosentase yang sedang diupayakan peningkatannya ini akan banyak berpengaruh dalam menentukan perjalanan bangsa ke depan. Semoga!!! (Tulisan ini terposting di millist KMNU, 19 Maret 2000) edisi9.pmd 15 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 16 Wacana Bermadzhab, Kebenaran, Keikhlasan, dan Sistem Oleh: Arif Hidayat Anggota Milis KMNU Ning ‘Ntis (Dewan Syuro FKDIA) pernah mengatakan “lepas mazhab (school) merupakan bid’ah paling tersesat” yang diambilnya dari judul bukunya Dr. Said Ramadhan al-Buthiy (SRB), “Al-Laa Mazhabiyyah Akhtharu Bid’atin”. Seorang ulama kondang asli Siria yg pernah belajar di Al-Azhar. Buku itu sudah tua usianya. Terbit pertamakali pada tahun 30-an. Saking larisnya, pada 70-an dicetakulang, dan selanjutnya yang terakhir pada 80-an untuk yang ketiga kalinya. Bukan main, laris betul. Tidak hanya laris di dunia Arab, tapi gaungnya juga sampai ke Indonesia. Bahkan saya pernah diberitahu Gus Ghafur (putra KH. Maemun Zubeir, Sarang yang sekarang masih menjalani S2-nya di jurusan Tafsir Azhar) bahwa kakaknya yang pernah nyantri di Saudi senang sekali dengan bukunya SRB itu. Buku itu dibawa pulang ke Indonesia, dikenalkan ke santri-santri Sarang. Sebenarnya buku itu “tak perlu” untuk diketahui khalayak muslim Indonesia. Membaca pengantarnya saja sudah jelas, ia dimaksudkan untuk menyerang “kesombongan” orang Saudi yang sok, tak mau bermazhab. Orang Saudi itu berlagak sekali bilang, “bermazhab itu berarti sesat”. Logika mereka mengatakan, bahwa ajaran Islam mewajibkan berpegang teguh terhadap Quran dan Sunnah. Jadi dengan mengikuti pendapat-pendapat mazhab berarti telah menyimpangkan ajaran Islam, karena dianggapnya bermazhab berarti mengikuti apa kata orang, tidak Quran dan Sunnah. Sehingga mereka selalu menggembar-gemborkan kembali ke Quran dan Sunnah. Tak memperdulikan mereka yang awam, tetap saja disuruh berbicara kembali ke Quran dan Sunnah. Ajakan itu sekilas memang tidak bisa disalahkan. Cak Nur bahkan pernah bilang, “tiada semboyan yang lebih baik kecuali kembali kepada Quran dan Sunnah. Tinggal caranya, jangan sampai terjebak pada primordialisme mazhab.” Hanya saja kesalahannya terletak pada anggapan bahwa orang yang bermazhab itu tidak kembali ke Quran dan Sunnah. Seseorang baru dianggap kembali ke Quran dan Sunnah setelah berijtihad sendiri secara langsung, menggali hukum dari Quran dan Sunnah. Di sinilah kesalahannya. Sehingga seorang yang selalu sibuk di toko di Saudi, mengaji Quran saja belum benar betul, harus mengatakan amalannya berdasar Quran dan Sunnah, sambil beritikad bahwa orang yang bermazhab adalah sesat. Sebenarnya dalam rangka membantah “paham” seperti di Saudi itulah, Al-Buthiy menulis buku tersebut. Apakah seperti itu terjadi juga di Indonesia? Saya rasa tidak. Makanya saya bilang buku itu “tidak perlu” diketahui muslim Indonesia, apalagi orang pesantren. Ya, soalnya mereka sudah jelas-jelas bermazhab. *** Bermazhab berarti mengikuti pendapat seseorang. Karena kita mengikuti imam Syafi’iy, sehingga kita disebut Syafi’iyah atau pengikut mazhab Syafi’iyah. Terkadang seseorang tak tahu siapa imamnya, dia hanya mengikuti nasehat dan petuah kiainya. Sang kiai mengetahui ajarannya dari membaca kitab kuning. Kitab kuning dikarang atau disusun oleh seorang alim, kebanyakannya orang Arab. Si alim ini tidak melandaskan pada hasil ijtihad edisi9.pmd 16 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 17 NU INTERNET No. 10, November 2000 murninya, namun masih mengikuti pendapat imamnya. Kalau imamnya seorang Syafi’iy disebutlah dia Syafi’iyah, kalau Maliki Malikiyah, Hanafi Hanafiyah dst. Begitulah kebanyakan jaringan intelektual yang terbentuk di Indonesia. Kebanyakan muslim di Indonesia berada pada susunan yang ketiga bahkan keempat. Karena mayoritas kitab-kitab yang dipedomani para ulama adalah karangan para ulama yang berhaluan Syafi’iyah, terang saja mereka disebutlah Syafi’iyah. Walaupun kebanyakan mereka tidak tahu mengapa melakukan doa qunut di salat Subuh, mengapa salat tarawih 20 raka’at tidak 8 raka’at, mengapa harus membatalkan wudlu setelah bersentuhan dengan perempuan (bukan mahram), dll. Kebanyakan mereka “pasrah bongkokan” (taklid buta) kepada kiainya. Apa kata kiai harus dita’ati. Orang- orang yang pada tingkatan ini biasa disebut sebagai taklid buta. Karena tak mengetahui apa dasar/dalil dari Quran dan Sunnah sebuah tindakan. Tak mau tahu apa dasarnya, yang penting kiainya mengatakan A maka ia harus melakukan persis A. Itulah taklid buta. Sikap taklid pada dasarnya boleh-boleh saja, namun yang lebih terpuji adalah taklid disertai dengan mengetahui dalil/dasar tindakan yang ia ikuti. Lebih terpuji lagi bila ia mengetahui mengapa ia harus taklid yang ini, kok bukan yang itu, melakukan perbandingan dipilih mana yang lebih unggul (rajih). Dan lebih terpuji lagi bila mampu menggali hukum (istinbath) langsung dari sumbernya (Quran dan Sunnah) walaupun masih mengikuti fomula-formula atau metoda (ushul fiqih) orang lain. Dan tentu paling terpuji jika berijtihad murni berdasar rumusrumus yang ia ciptakan sendiri. Tapi apakah semua orang bisa mencapai tingkatan yang tertinggi? Tentu tidak. Semua orang memang dituntut, kalau bisa, berijtihad sendiri, tapi apakah hal itu mungkin terjadi nyata? Bagaimana seorang karyawan harus menongkrongi kerjaannya, petani harus rajin ke ladang, penyiar harus menyiapkan dan menyampaikan laporan-laporan tepat waktu, polisi harus sigap berjaga, dll. Semuanya merupakan tugas harian. Lalu kapan membaca dan mengkaji sebuah pemikiran? Mungkinkah? *** Tingkatan-tingkatan itu semua tentu hanya berlaku bagi kalangan yang bertugas. Siapa? Ya para kiai dan ustad itu. Tingkatan-tingkatan itu tidak berlaku lagi bagi selain kiai dan ustad. Yang lain tetaplah jadi karyawan yang baik, polisi yang sigap, penyiar yang disiplin, dst. Semuanya tetap pada tugas masing-masing. Jangan beranggapan kiai lebih berhak masuk sorga daripada polisi, karyawan, guru SD, dll. Kalaupun semua orang itu beragama, dan para kiai itu bertugas menuntun bagaimana beragama yang baik, itu tidak serta merta menunjukkan bahwa kiai “lebih beragama” dari orang lain. Kalaupun semua orang ingin masuk sorga, dan para ustad berkewajiban menunjukkan jalannya, itu tidak serta merta bisa diartikan bahwa para ustad mesti golongan pertama yang akan masuk sorga. Semuanya saling membutuhkan. Kiai butuh makan, dengan demikian berarti butuh petani. Petani butuh pupuk, otomatis butuh pabrik dan karyawan. Semua orang memerlukan informasi, maka ditugaskanlah para penyiar. Terus berputar saling membutuhkan. Dari gambaran diatas, relakah seorang polisi, penyiar, karyawan, dll dianggap tersesat karena tidak mampu berijtihad? Tentu tidak. Keikhlasan, Kebenaran, dan Sistem Jika demikian, apa yang paling berharga dan mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga kita tidak akan tersesat menuju sorga? Jawabnya, tiada lain adalah keikhlasan. Bagaimana keikhlasan? Keikhlasan adalah kesadaran pada diri sendiri, pengetahuan akan diri sendiri, penghargaan dan rasa kasihan dan sayang atas diri sendiri. Jika kita seorang polisi, sadarlah sebagai polisi. Sadar berarti mengetahui apa tugas kita dan melaksanakannya dengan baik dan ikhlas. Dalam beragama, cukup kita mengikut apa kata orang yang bertugas, kiai, dan melakukannya dengan ikhlas. Itulah yang disebut mengetahui, mengasihani dan menghargai diri sendiri. Begitu juga yang penyiar dan karyawan. Jangan kita membenci orang lain, karena membenci berarti menyakiti diri kita sendiri dan orang lain. Bukankah ketika kita membenci, otomatis kita merasakan sakit dalam hati. Jadi kebencian hakikatnya adalah kelemahan untuk menghindari kesakitan. Kesakitan bisa dihindari dengan sepenuhnya penghargaan dan rasa sayang terhadap diri sendiri. Jadi, dengan mencintai diri kita sendiri otomatis kita mencintai semua manusia di alam raya ini. Begitu juga yang kiai. Apa sih kiai itu? Kiai, hendaknya diterjemahkan sebagai profesi bukan sebagai atribut yang berarti kesalihan. Sebagaimana layaknya sebuah profesi, ia bisa saja mengalami penyalahgunaan, penyelewengan, dan hal-hal yang tak terpuji edisi9.pmd 17 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 18 lainnya. Kiai adalah orang yang paham ilmuilmu agama. Itu saja. Karena paham seluk-beluk beragama, tentu tugas dia menunjukkan bagaimana beragama yang baik. Dengan demikian, tidak mungkinkah seorang kiai melakukan penyelewengan? Sangat mungkin. Di saat dia tidak menghargai dirinya sendiri, tidak mengenali dan menyayangi dirinya sendiri, maka dia berpotensi melakukan kesalahan dan penyelewengan. Segala tindakannya disangkutkan dengan materi. Dia tidak lagi merdeka, kemerdekaannya telah diinjak-injak dan dijajah oleh materi. Begitu juga kiai yang menjadikan fikih, ushul fikih, ideologi, dll sebagai tujuan akhir. Kiai seperti ini, akan mudah menyesatkan orang lain yang tidak sefikih dan seushul fikih dengannya. Dia tenggelam dengan sistem. Keikhlasan adalah kemerdekaan, karena seorang yang ikhlas ibaratnya memerdekakan dirinya dari segala bentuk materi dan sistem duniawi. Keikhlasan bukanlah fanatisme, karena fanatisme adalah ketundukan dan ketaatan pada sebuah sistem, orang di luar sistem patut direndahkan. Tapi keikhlasan adalah kemantapan dan keyakinan. Dengan mantap dan yakin pada langkah kita, tidak menutup kemungkinan adanya kamantapan dan keyakinan yang lain dari kita. Keikhlasan adalah mencintai diri sendiri dan semua orang, karena sifat benci, iri, dengki, dan semacamnya hakikatnya menyakiti diri sendiri dan semua orang. Keikhlasan adalah kebenaran. Karena seseorang bisa mencapai ikhlas setelah mengetahui apa yang dilakukannya benar. Namun kebenaran tidak serta merta disebut keikhlasan. Karena melakukan kebenaran tanpa ikhlas berarti bertindak karena pamrih, otomatis berarti ketundukan pada materi atau sistem, dan dengan sendirinya berarti pembudakan diri. Dengan demikian, adakalanya kebenaran bersanding dengan keikhlasan adakalanya tidak. Keikhlasan tidak berhenti pada sebuah sistem, termasuk fikih, ushul fikih, ideologi, dll. Fikih, ushul fikih, ideologi, dll hanyalah sebuah sistem yang menjadi perantara. Berhenti pada perantara berarti berhenti di tengah jalan belum sampai tujuan. Ada juga yang namanya kebodohan dan kesalahan. Kebodohan tidak serta merta kesalahan. Kesalahan sudah barang tentu kebodohan, karena kesalahan merupakan akibat dari kebodohan. Kesalahan adalah lawan dari kebenaran. Namun kebodohan tidak bisa sepenuhnya diperhadapkan dengan kebenaran. Karena kebodohan bisa saja menuju ke kebenaran. Kebodohan adalah ketidaktahuan. Saya tidak tahu seluk-beluk komputer, berarti saya bodoh tentang itu. Karenanya kebodohan adakalanya bersanding dengan keikhlasan, adakalanya tidak. Seorang yang bodoh tapi sadar akan dirinya yang bodoh, tidak terjajah oleh materi, selalu berusaha menjadi lebih baik, mencintai diri sendiri dan orang lain, berarti dia telah merdeka dan berbuat ikhlas. Tinggal kebodohannya yang menjajahnya, dan dengan senjata ikhlas ia berusaha melepaskan dari kebodohan. Kebodohan yang disertai keikhlasan akan menuju ke kebenaran yang ikhlas, dan yang disertai dengan ketidakikhlasan berarti menuju ke kesalahan. Dengan demikian keikhlasan bisa juga dipertentangkan dengan kesalahan. Dan keikhlasan berarti memperjuangkan kemerdekaan dan mencari kebenaran. Keikhlasan pasti mengikat tapi tidak terikat. Keikhlasan tidak bisa dimonopoli, tidak kiai tidak pula ustad. Keikhlasan berarti mencintai tapi tidak harus dicintai. Keikhlasan tidak bertujuan kecuali Tuhan. Itulah keikhlasan Islam.*** (Tulisan ini terposting di millist KMNU, 22 November 2000) edisi9.pmd 18 14/10/2008, 10:05 Õ H A L A M A N 19 NU INTERNET No. 10, November 2000 SUARA PELAJAR INDONESIA Menyerukan Kepada seluruh elemen bangsa untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernedara Meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara menyesuaikan anggaran pendidikan nasional Meningkatkan kesejahteraan guru, pelajar dan komponen pendidikan lainnya demi kemajuan pensisikan nasional Memperbaiki sistem pendidikan nasional terutam dari segi kurikulum agar sesuai dengan perkembangan zaman Memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dengan memperbaiki supremasi hukum Menentang keras tindakan anarkis dan peredaran serta pemakaian narkoba Menumbuhkan semangat nasionalisme yang berbasiskan keadilan social demi keutuhan bangsa dan negara Jakarta, 28 Oktober 2000 Pelajar Indonesia seideologi, tapi bila kepentingan mereka bisa bertemu, maka sangatlah mungkin kalau mereka saling sinergi dalam menggempur Gus Dur. Mereka-paling tidak-punya target minimal, yakni mengganggu jalannya pemerintahan Gus Dur agar mengalami kegagalan dalam usaha pemulihan krisis. Sementara target maksimalnya, Gus Dur harus jatuh. Dan bila Gus Dur benar-benar jatuh, maka kelompok pertama dengan segala kepiawaiannya akan dengan mudah mengubur kedua kelompok terakhir. *** Sekali lagi, berhasil-tidaknya langkah Gus Dur dalam menangani krisis, sangat tergantung juga dari dukungan seluruh lapisan masyarakat, terutama dari elite politik. Sangatlah sulit, bila Gus Dur berusaha mati-matian mengangkat Indonesia keluar dari krisis, sementara elit yang lain tidak mendukungnya. *** Efektifitas Perjalanan ..................................Sambungan dari hal. 5 edisi9.pmd 19 14/10/2008, 10:05 Õ NU INTERNET No. 10, November 2000 H A L A M A N 20 Dunia Sophie Oleh: Nadirsyah Hosen Apa yang menarik dari Sophie's World (Dunia Sophie)? Buat sebagian orang, novel filsafat itu menarik karena berhasil m e n y e d e r h a n a k a n pembahasan filsafat yang rumit ke dalam bahasa yang sederhana. Buat sebagian yang lain, Sophie's World, yang ditulis oleh Jostein Gaarder dan menjadi best seller di manca negara, menjadi menarik karena pengarangnya berhasil memainkan rasa penasaran pembaca. Buat saya, yang mendapat buku itu di toko buku bekas di kampus saya, buku itu menarik karena dua alasan. Pertama, saya amat terkesan ketika Albert Knox menulis untuk Sophie, gadis berusia 14 tahun, "Banyak manusia yang hidup di dunia dengan cara yang sama anehnya dengan pesulap yang menarik seekor kelinci keluar dari topi yang kosong. Dalam kasus kelinci itu, kita tahu pesulap telah mengerjai kita. Yang ingin kita ketahui adalah bagaimana dia melakukannya. Berbeda dengan dunia kita. Kita tahu bahwa dunia bukanlah tipuan tangan sebab kita ada didalamnya; kita bagian dari dunia itu. Sebenarnya, kitalah kelinci putih yang ditarik keluar dari topi. Bedanya, kelinci itu tak sadar bahwa itu bagian dari sebuah tipuan sulap. Tidak seperti kita, kita menyadari bahwa kita adalah bagian sesuatu yang misterius dan kita ingin tahu bagaimana itu semuanya berjalan." (Jostein Gaarder, Sophie's World, Phoenix House, London, 1991, hal. 13 - telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Mizan Bandung, red) Rasa ingin tahu yang dilukiskan di atas membawa kita untuk menggunakan akal kita. Hanya saja, Gaarder secara cerdik menulis cerita Sophie's World itu dengan sejumlah daya imajinasi yang sama sekali tak masuk akal. Bagaimana tokoh kartun bisa hidup di depan Resensi Sophie, bagaimana dunia bisa berubah ketika ia minum salah satu cairan dan bagaimana Sophie dan gurunya, Albert Knox, bisa lenyap dan ganti memata-matai Hilde dan ayahnya. Tapi justru inilah alasan ketertarikan saya yang kedua. Dunia Sophie merupakan perpaduan dunia rasional dan dunia irrasional sekaligus. Saya kembali teringat akan Dunia Sophie di bulan Ramadhan ini. Bulan Ramadhan seyogyanya bisa membawa kita menyadari, bahwa di tengah hidup kita yang kompetitif dan selalu berpacu dengan hal-hal rasional, ada sebuah ruang luas yang menyediakan tempat untuk dunia irrasional (baca: dunia mistis). Bisakah kita merasionalkan mengapa kita harus puasa? Mampukah akal kita menjelaskan bagaimana kita tidak boleh bergaul dengan perempuan, yang sudah sah kita nikahi, saat siang hari Ramadhan namun dibolehkan di waktu malam? Sanggupkah akal menjelaskan bahwa makanan dan minuman yang halal itu tiba-tiba tidak boleh kita nikmati untuk sementara waktu. Adakah penjelasan yang memuaskan rasio kita ketika dalam hadis Qudsi Allah berfirman, "puasa itu untuk-Ku!" Dunia Sophie mengajarkan kita bahwa hidup ini tidak melulu berdasarkan hitungan rasional. Bulan puasa menjadi momen kita untuk menghela nafas sejenak dan merenungi sikap kita yang selalu mendewakan rasionalitas. Di atas saya sudah mengutip Dunia Sophie, lalu bagaimana dunia menurut Fariduddin Aththar? Sufi besar yang hidup pada abad ke-12 ini menulis, "Dunia ini ibarat tenda kafilah dengan dua pintu: engkau masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lainnya...Meskipun engkau seorang Iskandar Agung, dunia sementara ini kelak akan memberikan kain kafan bagi segenap keagunganmu..." Aththar benar! Karena akal yang kita dewadewakan pun akan berujung pada sebuah kain kafan *** Sampul Buku The Sophie’s World edisi9.pmd 20 14/10/2008, 10:05 Õ