Memupuk Kepercayaan Islam Sebagai Yang Paling Benar Ahmas Faiz Asifuddin 18 Nopember 2004 mjbookmaker by: http://jowo.jw.lt Pendahuluan Krisis kepercayaan terhadap kebenaran Islam sebagai agama universal dan paripurna tidak bisa dipungkiri telah melanda banyak orang yang mengaku beragama Islam. Ini terbukti dari gaya hidup mereka yang dilihat secara lahiriyah masih saja ada kesamaannya dengan orang-orang non- Muslim. Misalnya dalam penampilan; di samping tidak berjanggut bagi laki laki, juga pakaiannya isbal (menutupi mata kaki). Sarung pun menjadi sesuatu yang asing, terutama dalam acara-acara resmi. Meskipun sarung bukan pakaian wajib dalam Islam, tetapi mestinya pandangan kaum Muslimin tidak sinis terhadap sarung sebagai pakaian kantor. Sementara kalau melihat kaum wanita di jalan-jalan, sulit dibedakan antara seorang Muslimah dan non Muslimah, sebab rambut sama-sama terlihat, betis sama-sama terbuka, sama-sama "menor" dalam bersolek bahkan sama-sama berpakaian ketat. Sanggulnya juga tanpa "sungkan-sungkan" dibesarkan dengan sambungan rambut cemara yang dilaknat dalam Islam. Memang sangat mungkin semua itu akibat ketidaktahuan atau ketidak pahaman. Namun ketidaktahuan itu adalah akibat bahwa kebanyakan Disalin dari majalah As-Sunnah 12/III/1420H hal. 21 - 27. 1 kaum Muslimin telah kehilangan kepercayan terhadap Islam, sehingga mereka cenderung mengabaikan ajaran-ajarannya. Mempelajari ilmu-ilmu Islam dianggap sebagai ketinggalan jaman. Banyak orang Islam, bahkan kalangan akademik yang bila mempelajari ilmu-ilmu Islam tanpa dicampur dengan teori-teori ilmu Barat, beranggapan bahwa hal itu suatu kemunduran. Tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan seterusnya. Bukankah itu krisis kepercayaan terhadap Islam? Umumnya seseorang diketahui Muslim, baru ketika dia melaksanakan shalat atau ketika diajak berbicara. Hanya dalam beberapa kalangan atau kawasan saja terdapat suatu kelompok sosial yang secara lahiriyah tampak sebagai Muslim, sebab mereka yang laki-laki berjanggut dan yang wanita berjilbab, misalnya. Tentu ini merupakan suatu tantangan. Tiada Yang Baik Dan Benar Selain Islam Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, pasti mengimani dan meyakini bahwa hanya Islam sajalah agama yang terbaik dan benar, sebagai pedoman beribadah dan pedoman hidup di dunia. Sebab ia meyakini bahwa segala yang dikatakan Allah dan Rasul-Nya pasti benar dan baik. Allah berrman: Sesungguhnya agama (yang ada) di sisi Allah adalah Islam. (Ali Imran: 19) Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa Ayat tersebut merupakan berita dari Allah bahwa tidak ada agama siapapun yang diterima di sisi-Nya, kecuali Islam. Sedangkan Islam ialah ittiba' (mengikuti) ajaran Rasul-rasul Allah yang diutus untuk tiap-tiap masa, sampai akhirnya. ditutup dengan (rasul terakhir-pen) Muhammad. Sehingga semua jalan menuju Allah list tertutup kecuali melalui jalan Muhammad. Karenanya, siapa yang menghadap Allah (setelah diutusnya Nabi Muhammad) dengan menggunakan agama yang tidak berdasarkan syari'at beliau, maka tidak akan diterima. Seperti halnya Firman Allah pada ayat yang lain. 2 Siapa yang mencari (menempuh) selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima agama itu darinya. (Ali Imran: 85) Demikian pula pada ayat di atas (Ali Imran: 19) Allah juga memberitakan tentang pembatasan agama yang diterima di sisi-Nya, hanyalah Islam. 1 Dengan kata lain, bahwa selain Islam adalah agama yang batil. Tidak akan membawa kebaikan dunia dan tidak pula akhirat. Sebab agama selain Islam, tidak diakui dan tidak dibenarkan oleh Allah sebagai pedoman, baik dalam hal ibadah maupun mu'amalah-mu'amalah duniawi. Bukankah hanya Allah sendiri yang Maha Mengetahui dengan cara apa dan pedoman bagaimana, manusia akan mendapatkan maslahat hidupnya? Bukankah Dzat yang Maha Pencipta, yang lebih mengetahui tentang apa-apa yang diciptakan-Nya? Dua ayat di atas menunjukkan ini semua. Dan kenyataan ini masih ditunjang dengan bukti-bukti lain, yang paling utama di antaranya adalah rman Allah Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu. Dan telah aku sempurnakan nikmat-Ku untukmu, dan Aku telah ridha Islam sebagai agamamu. (al-Maidah: 3) Dalam kaitannya dengan ayat ini, Syeik Ali Hasan Ali Abdul Hamid al-Atsari 2 mengatakan bahwa ayat yang mulia ini membuktikan betapa syari'at Islam telah sempurna dan betapa syari'at itu telah cukup untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk (jin dan manusia-pen) yang tugas utamanya adalah seperti rman Allah : Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Artinya kebenaran Islam adalah kebenaran paripurna, kebenaran menyeluruh dan kebenaran yang betul-betul merupakan nikmat Allah yang amat luar biasa. 1Lihat Tafsir Ibnul Katsir I / Ali Imran: 19. 2Seorang tokoh ulama dari Yordania dalam kitabnya Ilmu Ushul al-Bida' terbitan Dar ar-Rayah - Riyadh, cet: I 14134 H/1922 M hal. 170. 3 Betapa tidak, sebab apapun kebutuhan manusia dalam rangka pengabdian dan peribadatannya kepada Penciptanya sudah tertuang dan tercukupi dalam Islam. Sesungguhnya manusia tidak membutuhkan lagi petunjuk-petunjuk lain, kecuali Islam. Itulah mengapa Syeikh Ali Hasan Abdul Hamid melanjutkan keterangannya tentang surat Al-Maidah: 3 dengan menukil perkataan Ibnu Katsir hadzullah, dalam tafsirnya sebagai berikut: (Ayat) ini merupakan nikmat Allah terbesar bagi ummat ini. Karena Allah telah menyempurnakan agama mereka (dienul Islam -pen) sehingga mereka tidak lagi membutuhkan agama lain, kecuali Islam. Tidak lagi membutuhkan Nabi lain, kecuali Nabi Muhammmad. Itulah sebabnya, Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi. Allah mengutus beliau menjadi Rasul kepada manusia dan jin. Karenanya, tidak ada suatupun yang halal kecuali yang dihalalkan- nya; tidak ada suatupun yang haram, kecuali yang diharamkannya. Dan tidak ada satu agamapun (yang benar) kecuali apa yang disyari'atkannya. Semua saja yang diberitakan oleh Nabi Muhammad, maka berita- berita itu adalah haq dan benar. Sedikitpun tidak mengandung kedustaan dan penyimpangan. Seperti dalam rman Allah: Telah sempurna kalimat Rabb-mu; kebenaran dan keadilannya. (al-An'am: 115) Artinya, benar dalam segala beritanya dan adil dalam segala perintah dan larangannya. Maka, ketika Allah telah menyempurnakan agama Islam sebagai agama buat mereka (umat Muhammad-pen), berarti telah sempurna pula nikmat Allah buat mereka. 3 Kesempurnaan Islam adalah kesempurnaan yang meliputi segala aspek, untuk tujuan kebahagiaan masa depan yang abadi dan tanpa batas. Yaitu kebahagiaan tidak saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat. 3Lihat Ilmu Ushul al-Bida' hal. 17-18. 4 Karena itu mengapa orang masih ragu terhadap kebenaran dan kesempurnaan Islam. Mengapa orang masih mencari alternatif dan solusi-solusi lain? Islam sudah cukup. Tidak perlu penambahan atau pengurangan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Bahkan, menurut penjelasan Syeikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, bahwa hal (kesempurnaan Islam) ini telah diakui dan diyakini oleh seluruh pemeluk agama- agama lain. Walillahi al-hamdu Hanya saja banyak di antara mereka yang mengingkari pengakuan mereka sendiri, seperti disebutkan oleh Allah (tentang Fir'aun dan kaumnya): Mereka mengingkari kebenaran ayat-ayat Allah, padahal diri-diri mereka meyakini (kebenaran)nya, lantaran kedhaliman dan kecongkaan. (an-Naml: 14) 4 Selanjutnya, dalam mengetengahkan pengakuan orang-prang yahudi akan keagungan dan kesempurnaan Islam, Syeikh Ali Hasan juga membawakan sebuah hadits. 5 Dari Thariq bin Syihab, ia mengatakan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Umar bin Khatab: "Kahan membaca sebuah ayat dalam Kitab (al-Qur'an) kalian. Sungguh apabila ayat itu turun kepada kami bangsa Yahudi, tentu hari turunnya ayat itu akan kami jadikan sebagai hari raya." Umar bertanya: "Ayat yang mana ?" Mereka menjawab: Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku untukmu." (al- Maidah: 3) Umar berkata: "Demi Allah, sesungguhnya aku betul-betul mengetahui hari apa ayat itu turun kepada Rasullulah dan saat apa 4Lihat Ilmu Ushul al-Bida' hal. 18. 5Lihat Ilmu Ushul al-Bida' hal. 18-19. 5 ayat itu turun. Ayat itu turun kepada Rasullulah pada sore hari hari Arafah, hari Jum'at." 6 Karena sempurnanya, serta meliputi semuanya, Syeikh Ali Hasan pun membawakan hadits-hadits berikut: Sesungguhnya tidak ada seorang Nabipun sebelumku melainkan menjadi kewajibannya untuk menunjuk kepada umatnya akan kebaikan yang diketahuinya, dan memperingatkan umatnya akan keburukan yang diketahuinya.... 7 Imam Thabrani telah mengeluarkan riwayat hadits 8 dari Abu Dzar al-Ghifari yang menyatakan: Rasulullah telah meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burungpun yang mengepakkan sayapnya di udara melainkan beliau telah menyebutkan ilmu kepada kami setiap kali kepakam sayap burung itu. Selanjutnya Abu Dzar berkata bahwa Rasulullah bersabda yang artinya: Tidak ada suatupun yang mendekatkan (seseorang) kepada sorga dan menjauhkan (seseorang) dari neraka, kecuali (semuanya) telah dijelaskan kepada kalian. 9 Adakah sesuatu di antara kegiatan-kegiatan seorang mukmin yang secara sengaja tidak dimaksudkan untuk mendekati sorga dan menjauhi neraka? Jika ada seorang mukmin yang demikian, berarti ia tidak menyadari dengan benar untuk apa ia hidup. Dan jika demikian kenyataannya, pantaskah ia disebut mukmin yang sebenarnya? Itulah realita yang kini banyak melanda umat Islam. Maka wajar sekali jika banyak orang Islam yang begitu percaya bahkan getol memperjuangkan 6HR Bukhari 45 dan Muslim 3017. 7HR Muslim no 1844 dari Ibnu Amr. 8dalam kitabnya Al-Mu'jam al-Kabir no. 1647. 9Hadits ini sanadnya shahih seperti penjelasan Syeikh Ali Hasan. Lihat Ilmu Ushul al- Bida' hal. 19. 6 demokrasi. Sesuatu yang apabila baik, tentu sudah dijelaskan oleh Rasulullah. Demokrasi justru merupakan sesuatu bid'ah dan berlawanan dengan sistem syura (musyawarah) dalam Islam. Memahami Hakikat Islam Dari uraian di atas, umat Islam harus merenung ulang mengapa ia harus beragama Islam?. Bagaimana seharusnya agar ia barada dalam lingkaran kebenaran?. Secara sederhana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, seorang pembaharu abad XII memberikan konsep renungan berikut: 10 1. Seorang muslim harus merenung dan memahami bahwa ia diciptakan, diberi rezeki dan tidak dibiarkan hidup tanpa aturan. Itulah mengapa Allah mengutus Rasul-Nya ke tengah-tengah manusia. Tidak lain untuk membimbing mereka. Artinya, ia hidup dan ada di muka bumi karena diciptakan oleh Allah, ia diberi berbagai fasilitas, rezeki yang lengkap, mulai dari kebutuhan oksigen untuk bernafas, makanan, minuman, tempat berteduh dan berpijak sampai hal-hal yang di luar kesadaran manusia. Semua itu bukan untuk sesuatu yang sia-sia. Kehidupan dunia manusia bukan untuk bebas, sebebas-bebasnya tanpa kendali aturan, sebab manusia adalah makhluk sosial yang butuh aturan. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ketika menerangkan hal ini membawakan beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya: Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. (Al-Mukminin: 115-116) Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban). Bukankah dia dahulu setetes 10Lihat Syarah Tsalatsah Al-Ushul hal 29-36 cet Dar ats-Tsurayya cet III 1417 H-1997 M. 7 mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu msnjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang; laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 36-40) Karena manusia tidak seperti binatang, yaitu tidak dibiarkan bebas sia- sia, tidak diabaikan dan tanpa aturan, maka Allah menghendaki membuat aturan untuk manusia. Tentu hanya Allah yang mengetahui aturan paling tepat dan maslahat buat manusia, sebab Dia-lah pencipta manusia dan segenap makhluk lainnya. Aturan itu adalah yang dibawa Muhammad Rasul yang diutus-Nya untuk kepentingan ini. Aturan itu adalah aturan yang menata kehidupan manusia agar maslahat dan selamat di dunia dan akhirat. Sebab toh kehidupan manusia bukan hanya kehidupan dunia tetapi sampai akhirat. Konsekuensinya, siapa yang taat kepada Rasul utusan Allah, maka ia akan selamat dan masuk surga. Sebuah sukses masa depan yang gemilang, yang didambakan oleh setiap insan yang berakal sehat dan berpikiran normal. Banyak al-Quran yang menegaskan hal ini. Syeikh Muhammad Shalih membawakan beberapa di antaranya: Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat. Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit-langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran: 132-133) Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungi, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. (An-Nisa': 13) Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (An-Nur: 53) 8 Rasulullah bersabda: Tiap-tiap umatku akan masuk surga kecuali yang menolak. Ditanyakan kepada beliau: "Siapa yang menolak wahai Rasulullah." Beliau menjawab: "Siapa yang taat kepadaku ia akan masuk surga dan siapa yang durhaka kepadaku ia akan masuk neraka." 11 Orang yang taat kepada Rasulullah, tidak akan mencari-cari konsep lain untuk memperjuangkan kesuksesan cita-citanya, kecuali konsep yang dibawa oleh Rasulullah. Sebaliknya orang yang tidak taat kepada Rasulullah pasti akan menemui kegagalan dan masuk neraka. Allah berrman: Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan. (an-Nisaa': 14) Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzab: 36) Dan masih banyak ayat-ayat atau hadits yang menerangkan masalah ini. Inilah yang pertama. Perenungan seorang Muslim atas keberadaannya di muka bumi yang penuh fasilitas rezeki, dan kemudian menyadari bahwa ia hidup dengan aturan, diperintah dan dilarang; yang menghasilkan kesadaran sikap bahwa ia taat dan patuh kepada Rasulnya. 2. Seorang Muslim harus memahami bahwa Allah tidak ridha, jika dalam peribadatan kepadanya, Dia disekutukan dengan selain-Nya. Sekalipun Malaikat yang paling dekat dengan-Nya ataupun Nabi utusan-Nya. Allah telah berrman: 11HR. Bukhari. 9 Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18). Menurut keterangan Syeikh Utsaimin, seorang ulama senior di Saudi Arabia 12 bahwa Allah dalam ayat tersebut melarang seorang menyembah siapapun di samping menyembah Allah. Dan Allah tidak mungkin melarang sesuatu kecuali terhadap sesuatu yang Dia tidak ridha terhadapnya. Contohnya adalah apa yang dirmankan oleh Allah: Jika kamu kar maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan dia tidak meridhai kekufuran bagi hambanya. (az-Zumar: 7) Tetapi jika sekiranya kamu tidak ridha kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu. (At-Taubah: 96) Jadi kekufuran dan kemusyrikan merupakan hal yang tidak diridhai Allah. Bahkan Dia mengutus Rasul-Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya, tidak lain hanyalah unuk membasmi kekufuran serta kemusyrikan. Allah berrman: Dan perangilah mereka supaya jangan ada tnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (al-Anfal: 39) Jika Allah tidak ridha terhadap kekaran dan kemusyrikan, maka konsekuensi bagi orang mengimani Allah adalah berkewajiban untuk tidak ridha terhadap kekaran dan kemusyrikan. Dengan demikian, seorang mukmin akan marah terhadap apa yang Allah marah, dan akan ridha terhadap apa yang Allah ridha. Karenanya tidak mungkin seorang mukmin ridha terhadap kekaran dan kemusyrikan apalagi menjadi pelaku kemusyrikan. 12dalam Syarah Tsalatsatul al-Ushul hal: 33-34. 10 3. Jika seseorang sudah menjadi orang yang taat kepada Rasul-Nya, dan bertauhid kepada Allah, maka konsekuensi berikutnya yang harus dipahami adalah prinsip Wala' dan Bara'. Artinya loyalitas dan wala'nya hanya diberikan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Sebaliknya, ia tidak boleh memberikan loyalitas, kecintaan dan kasih iayangnya kepada siapapun yang menantang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun kepada kerabat terdekatnya. Allah berrman: Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang- orang yang menantang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang- orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan- Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (al-Mujaadilah: 22) Prinsip wala' wal bara' ini merupakan prinsip yang agung dalam Islam. Karena itu tidak layak bagi seorang mukmin menyatakan kekaguman dan kecintaannya kepada orangorang kar atau merendahkan dirinya di hadapan mereka. Secara ringkas ia harus berani bertindak karena benar, termasuk di dalam bertindak menghadapi kemungkaran, dan tidak "ngotot" jika ia salah dan sebagainya. Inilah tiga prinsip utama yang harus dipahami. Jika ketiga prinsip ini menjadi kenyataan dalam kehidupan seorang Muslim, berarti ia telah membuktikan dirinya sebagai orang yang benar-benar percaya kepada kebenaran Islam. 11 Dan jika ia benar-benar percaya kepada kebenaran Islam, maka ia akan melaksanakannya dalam kehidupannya. Itulah hakikat Islam yang dengan ungkapan singkat berarti bersikap menyerah kepada Allah dengan cara mentauhidkannya; bersikap patuh kepada-Nya dengan cara menjalankan ketentuan ketentuan-Nya; dan bersiap membebaskan diri; membenci serta memusuhi kemusyrikan beserta para pendukungnya. 13 Tashyah Dan Tarbiyah Permasalahannya adalah bagaimana seseorang dapat, bertauhid kepada Allah dengan benar, menaati Rasulullah dengan benar dan memiliki sikap wala' dan bara' (sikap loyal kepada Allah dan benci kepada musuh Allah) dengan benar? Atau dengan kata lain, bagaimana cara yang dapat ditempuh agar seseorang bisa rujuk (kembali) kepada ajaran Islam yang benar? Jika seseorang mau memperhatikan sejarah para ulama ahlu Hadits -di sepanjang masa- niscaya ia akan melihat bahwa mereka semuanya, ternyata mengikuti manhaj yang serupa satu sama lain, dalam berdakwah (mengajak dan membimbing orang untuk) menuju kembali kepada Allah. Yakni senantiasa berdasarkan cahaya dan kejelasan (wahyu). Allah berrman: Katakanlah: `Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik. (Yusuf: 108) Manhaj yang serupa satu sama lain yang ditempuh oleh para ulama ahlu hadits dari generasi ke generasi selanjutnya adalah yang disebut manhaj (jalan) ilmu, pengkajian ilmu dan pengajaran terhadap ilmu (ilmu syariat). Bila posisi dakwah menuju kepada Allah merupakan posisi paling mulia, paling luhur dan paling utama bagi seorang manusia; maka sesungguhnya posisi dakwah itu tidak akan dapat dicapai kecuali dengan ilmu (syariat) yang bisa digunakan untuk berdakwah dan didakwahkan. Bahkan untuk sempurnanya dakwah, tidak bisa tidak ilmu (syariat yang dikuasai) harus mencapai tingkat yang dengannya sebuah usaha bisa berhasil. Manhaj ilmu ini dibangun berdasarkan tiga hal: 13Syarah Tsalataatul Ushul hal 68-69. 12 1. Memahami Al-Haq, 2. Mendakwahkannya, 3. Mantap, tidak tergoyahkan dalam menempuh jalan ini. Inilah yang disebut Tashyah dan Tarbiyah 14 Tashyah artinya membersihkan seluruh sektor ajaran Islam dari hal-hal yang asing atau jauh dari ajaran Islam. Tarbiyah artinya membina generasigenerasi umat Islam zaman sekarang dengan ajaran Islam yang sudah dimurnikan. 15 Dengan jalan Tashyah dan Tarbiyah yang meliputi seluruh sektor ajaran Islam itulah, atau dengan kata lain mempelajari ajaran Islam kembali dalam seluruh sektornya melalui sumber-sumber aslinya (Al-Qur'an dan As-Sunnah) sesuai dengan pemahaman salafus shalih, kemudian mengajarkan ajaran ini kepada umat, maka umat Islam akan benar-benar dapat kembali secara benar berpegang pada ajaran agamanya. Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan uraian di atas, maka umat Islam harus benar-benar mampu membuktikan bahwa mereka mempercayai bahwa Islam adalah agama yang paling benar dan terbaik yang bakal mengantarkan para pemeluknya menuju sukses hidup dunia mupun akherat. Sedangkan agama selain Islam jelas batil dan tidak bermanfaat. Sebagai bukti seseorang sudah mempercayai Islam sebagai agama yang benar, maka ia harus ittiba' (mengikuti) kepada Rasulullah dengan taat, bertauhid kepada Allah dan hanya memberikan loyalitasnya kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslimin, serta memberikan permusuhan kepada musuhmusuh Allah dan Rasul-Nya. Sementara itu jalan menuju ke sana, sekarang harus ditempuh jalan tashyah dan tarbiyah, sebab ajaran Islam sudah banyak disusupi oleh ajaran-ajaran asing, 14Lihat (keterangan -red. vbaitullah) Syeikh All Hasan All Abdul Hamid Al-Atsari dalam Tashyah wat Tarbiyah Wa Atsaruha  Isti'na Al-Hayat Al-Islamiyah hal 12 dan seterusnya. 15Lihat At-Tashyah Wat-Tarbiyah hal 19. 13 yang dianggap seolah-olah bagian dari ajaran Islam. Wallahu Nas'alu At-Tsuuq wa as-Sadad. 14 Dapatkan koleksi ebook-ebook lain yang tak kalah menariknya di EBOOK CENTER http://jowo.jw.lt